Satu

264 29 10
                                    

Waiting for a bestfriend, one minute feels like an hour..

Acasya termenung sambil mengayun-ayunkan kursi goyang kayu yang ia duduki. Berkali-kali ia menyalakan HP-nya, melihat chat-nya dengan Adair, mendesah, lalu mematikannya lagi. Bayangkan, sejak pukul enam pagi tadi, sampai sekarang, pukul dua belas siang, pesannya belum juga dibalas. Padahal ia ingin bercerita tentang sesuatu yang penting.

Nih cowok belom bangun kali ya, gumam Acasya. Dasar kebo.

Sahabatnya itu memang selalu begitu. Setiap libur pasti bangun siang. Pernah sampai pukul empat sore. Sering Adair membuat Acasya khawatir, ia kira ada apa-apa, karena Adair yang biasanya super-cerewet dan menanyainya soal ini-itu tidak memberi kabar apa pun padanya. Ternyata masih ngorok. Sampai sore juga belum bangun pula. Bikin Acasya geregetan.

Acasya memejamkan mata, berusaha bersantai. Ia sedang tidak mood untuk melakukan sesuatu, dan keadaannya saat ini sedang sangat tidak pas untuk bersenang-senang. Maka itu ia perlu Adair untuk menghilangkan kejenuhannya.

Sekarang HP-nya diletakkan dalam posisi screen menghadap ke atas, agar Acasya bisa langsung melihat kalau ada notifikasi pesan masuk. Notifikasi tersebut akan muncul di lockscreen.

Lima menit, lima belas menit, dua puluh menit.. Tetap tak ada jawaban dari Adair. Akhirnya Acasya menyerah untuk menunggu, dan meninggalkan HP-nya itu di atas meja.

Ia mulai melakukan aktivitas apa saja yang bisa dilakukannya. Membuat minuman dingin, membaca buku, belajar, mengerjakan tugas-tugas yang menumpuk... Ya, hanya itu. Acasya tak keluar rumah sama sekali hari ini, karena nenek dan bibinya sedang berlibur ke Nusa Tenggara Barat, mengunjungi sanak saudaranya yang ada disana. 

Tentu dia tidak diajak. Neneknya selalu tidak membolehkannya ikut jika ada liburan-liburan seperti itu. Katanya, Acasya sudah mau SMA, jadi harus fokus belajar. Belajar dan belajar. Kadang memang membuat Acasya bosan, namun itu kewajibannya. Tentu ia tak mau jika nilai per-mata pelajarannya hanya tujuh atau delapan. Ia ingin mencapai nilai sembilan atau lebih, nilai sempurna jika bisa.

Jadi, kebanyakan waktu sendiri ia pakai untuk membaca buku pelajaran, mengerjakan latihan soal, dan mengerjakan PR dari sekolah.

Itu kalau tidak ada Adair.

Adair sih, kebalikannya banget. PR? Dikerjain di sekolah. Pekerjaan Rumah dibuatnya jadi Pekerjaan Sekolah. "Pekerjaan rumah tuh, nyuci baju, nyapu, nyetrika, bukan soal Matematika kaya gini," ujarnya pada Acasya dulu saat kelas tujuh.

Tapi jangan salah, Adair ini bukan anak yang meminjam PR anak lain dan kemudian menconteknya. Ia mengerjakan dengan kemampuannya sendiri. Adair akan menjawab soal-soal yang ada dengan cepat dan sekali jawab, setelah itu tidak dikoreksi lagi. Bodo amat lah, kalo salah biarin, pikirnya setiap selesai mengerjakan.

Acasya masih berkutat dengan tugasnya, dan mulai bosan. Soal-soal Bahasa Indonesia di hadapannya membuatnya pusing. Akhirnya ia kembali ke meja tempatnya meletakkan HP.

Ia buka lagi aplikasi WhatsApp dan..

"AKHIRNYAA!" jeritnya dengan sumringah. Pesan yang ia kirim pada Adair akhirnya ditandai dua centang biru, yang berarti pesan itu sudah dibaca.
-
Sementara itu, Adair sedang menghela napas lega karena akhirnya HP-nya menyala setelah tadi mati. Semalam, ia men-charge baterai HP itu, berharap saat ia bangun baterainya sudah penuh. Tapi ternyata kabelnya belum ia masukkan ke colokannya. Itu adalah kamvret moment ter-kamvret baginya.

Ketika HP-nya itu sudah menyala, ia langsung membuka aplikasi dengan notifikasi terbanyak, yaitu WhatsApp. Ia mulai membaca dari pesan yang paling awal, dari sahabat cowok terakrabnya: Daren.

Today

Daren: Hoi Ad, main ke rumah gw dong
08.13

Daren: Jawab kek lama bener
09.34

Adair: Hoii iya iya. Td hape mati
10.56

Adair: Iyaa nanti kesana kalo udh mandi
10.56

Selesai mengetik pesan untuk Daren, Adair hanya membaca pesan-pesan lain tanpa menjawabnya. Isinya gak ada yang penting, semuanya dari grup angkatan dan grup keluarga.

Lalu sampailah Adair di notifikasi paling bawah, dari sahabatnya, Acasya. Pesan dari Acasya adalah pesan pertama yang masuk di hari itu. Ia melihat pesan dari sahabatnya itu, yang ternyata sudah dikirim sejak pukul enam pagi.

Today

Acasya: Dair!! Ke rumahku dongg sepi bgt disinii
06.05

Acasya: Gece ya. Bosen nih
06.10

Acasya: Hadehh.. Dair, lama amat si ga jwb2, blm bangun ya?
08.17

Adair yang membaca pesan-pesan itu tersenyum kecil. Dari sekian banyak pesan, hanya Acasya-lah yang memanggilnya "Dair" bukan "Ad." Ia juga tidak memanggil Acasya dengan "Sya" melainkan dengan "Cas" atau "Casy." Mereka sengaja begitu, biar beda.

Today

Adair: Sorry Casy td hapeku matii
11.01

Adair: Oke sip, aku kesana skrg
11.01

Setelah itu, ia membuka chat-nya dengan Daren lagi.

Today

Adair: Eh Ren, sori gw gabisa ke rumah lo. Ada urusan.
11.04


~=~
2017 YAAYYY! NEW YEAR NEW STORY GUYS. EHEHE.

Jadiii well ini aku publish cerita baru. Yg Past enggak ku unpublish, aku masih bakal ngelanjutin. Tapi sambil aku nulis cerita ini jugaa. Soalnya kayanya bakal lebih banyak yg suka yg ini, Teen Fiction. Bahasanya lebih banyak yg suka jg, kan yg Past lebih baku.

Intinya taun 2017 aku bikin 2 cerita lah. Ih mau bilang gitu aja susah amat ya.

Ok thats all! Resolusi taun baru kalian apa? Aku sih pengen reads salah satu bukuku sampe ribuan, hehehe. AMININ DOONGGG!!

And happy new year -V xx
~=~

Broken Promises (Discontinued)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang