Tak disangka hari ini akan turun hujan deras sekali, cewek berumur 19 tahun itu hanya bisa menatap langit dengan bodohnya. Ashhh sial, pagi cerah itu tadi hanya menipuku. Gue butuh payung. Hari mulai gelap, apakah gue harus tetap duduk di bangku tua ini pikirnya. Tak lama kemudian terdengar langkah kaki seseorang yang mendekat. Kemudian dia duduk di sebelahku, pikirku dia mempunyai masalah yang sama sepertiku, sama-sama tidak membawa payung. Suasana hening. Yang kulakukan hanya melihat derasnya hujan diluar sana. Tak lama kemudian dia memulai obrolan denganku.
"Hei!." Dia menyapaku sambil menepuk pundakku. "Ini anak apaan sih, sok asik banget." Ya seperti itulah batinku.
"Eh iya." Aku menjawab dan tersenyum sok ramah.
"Kenalin, gue Wira." Dia mulai memperkenalkan diri sambil mengulurkan tangannya.
"Rachel," jawabku singkat. Jujur, aku tidak begitu suka dengan orang yang sok kenal seperti makhluk itu. Dari segi penampilan, dia terlihat cukup cool. Wajahnya juga oke. Tetapi, aku tidak tertarik dengannya.
Dari kejauhan gue melihat seseorang yang gue kenal akrab, berbadan tinggi dengan rambut poni kebelakang yang membawa payung bewarna pink kemudian menghampiriku dia adalah Bobby teman kampusku.
"Oi, Rachel ngapain belom balik?" Teriak Bobby dari jarak beberapa meter dari kursi tua ini.
"Basa-basi banget sih lo. Jelas – jelas diluar hujan deres banget. Gue nggak bawa payung." Gue menjawab dengan nada agak kesal.
"Yaelah, nanya doang. Yaudah nih bawa payung gue aja." Jawabnya sambil berjalan menghampiriku.
"Terus, lo nanti gimana?"
"Gue gampang. Gue ada kuliah malem. Paling nanti hujannya juga reda."
"Aaaa baik banget sih lo. Yaudah sini, gue pinjem payung lo." Jawabku sambil merebut payung dari tangan Bobby.
Bobby hanya membalas dengan senyuman lalu pergi menuju kelas. Akhirnya, gue bakal pergi meninggalkan kursi ini dan cowok itu. "Mmm, Rachel! Boleh bareng gak?" Astaga, Wira justru menawarkan diri untuk pulang bareng. "Hah? Bareng? Tapi kan ini payungnya kecil, Wir." Sebenarnya ada nada penolakan halus dariku. Tetapi, aku juga kasihan melihat dia sendiri disini. Dengan terpaksa, aku mengiyakan ajakannya.
Di sepanjang jalan, kita berpayungan berdua seperti layaknya sepasang kekasih. Tidak ada pembicaraan diantara kami. Dan sampai akhirnya dia mengajakku makan malam sambil berteduh sebentar. "Gimana kalau kita makan sambil berteduh?" Sebenarnya aku ingin sekali cepat sampai, tetapi, hujan malah tambah deras. "Mmm, yaudah yuk kita kesitu aja." Jawabku sambil menunjuk warung mie ayam. Wira memesan dua mangkok mie ayam dan dua gelas teh hangat. Ini cocok sekali disantap pas hujan – hujan begini.
"Rachel, rumahmu dimana sih?" tanya Wira sambil menyantap gorengan yang tersedia di meja kami.
"Rumahku udah deket sih dari sini, di Jl. Mawar" Jawabku mulai tidak sedingin tadi saat dikampus.
"Oh ya? Rumahku juga di Jl. Mawar. Aku baru pindah beberapa hari yang lalu dari luar kota. Jadi, kita juga tetangaan dong? Mungkin kita juga bisa ke kampus bareng kali ya." Gue kaget kalau ternyata dia adalah tetangga baru gue. Gue juga denger sih dari Mamah kalau ada orang pindahan yang seumuran sama gue. "What? Ke kampus bareng? Kita tuh baru kenal. Please, gak usah sok kenal." Tentu saja ini hanya batinku.
"Mmm, eh makan dulu yuk. Pesenannya mau dateng." Jawabku sambil mengahlikan pembicaraan, karena sebenarnya aku sudah tak tahan aroma mie ayam yang membuatku ingin cepat – cepat melahapnya.
Sudah 20 menit kami disini. Hujan sudah tidak sederas tadi. Hanya gerimis. Dan, mie ayam tadi dibayar oleh Wira. Karena dia yang ngajak gue makan, jadi emang dia yang seharusnya bayar.
"Udah sampe rumah nih. Gue duluan ya, Wir." Ketusku sambil membuka pagar rumahku.
"Oh oke. Salam buat bokap nyokap lo yah." Jawabnya sambil tersenyum dan melambaikan tangan.
♥ ♥♥
thanks ya uda baca, sorry ya kalo agak absurd. masih newbie. hehehe....
Mmm... jangan lupa kasih kritik dan sarannya + VOTE ya...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hujan
Teen FictionCERITA INI DI PERUNTUKAN UNTUK SEMUA USIA. SELAMAT MEMBACA ^^ ♥ arigatou ♥