1 Undangan

116K 8.5K 168
                                    

1 Undangan

Cerita ini dimulai pada Jumat siang yang sibuk. Jari-jariku masih berselancar di atas keyboard mengetikkan kata-perkata strategi komunikasi internal yang deadline-nya jatuh pada jam 12 malam nanti sebagai bahan rapat dengan para manager minggu depan. Aku merasakaan kekakuan pada otot leherku, kalau bukan karena tugas yang belum selesai ini aku pasti sudah tidur-tiduran di kasur sambil maraton drama korea bersama sekantong keripik kentang.

Menjadi internal public relation (PR) di sebuah perusahaan besar menguras habis energi yang kupunya. Hampir setiap hari lembur mengerjakan proposal kegiatan internal atau tugas-tugas lain. Sudah hampir dua tahun juga aku bekerja di perusahaan keluarga ini. Brahmakumbara, Corp. perusahaan yang berkonsentrasi di bidang makanan, kosmetik, dan barang-barang kebutuhan konsumen lainnya.

"Tha, sabtu malam nanti lo yang hadir di acara grand launching produk White Bunny ya," ujar Gusti, rekan sesama internal PR-ku yang tiba-tiba datang ke cubicle-ku sambil menyunggingkan seringainya.

"Loh, kok gue?" ujarku mengerang malas mengingat grand launchng yang diadakan jatuh pada weekend, yang berarti jika aku ikut akan merenggut kebahagiaanku bersama para oppa ganteng yang akan kutonton.

"Karena cuma elo yang jomblo di sini." Gusti cekikikan sambil menyinggung status lajangku yang memang belum menunjukkan tanda-tanda berkesudahan. "Anak gue ulang tahun sis, Mbak Dini kan lagi cuti merit, Jannet sama Janu sibuk urusin kegiatan yang buat minggu depan itu."

"Gue juga ada kencan kali sama oppa ganteng," cibirku.

"Ye, sadar kali Ta, kalian beda dunia." Gusti memang sudah mengetahui kebiasanku yang suka nontonin drama korea. "Lagian Si Afgan --bosku-- juga nyuruhnya elo kali yang dateng."

Aku mendengus pasrah, kalau sudah kata Pak bos aku bisa apa lagi. "Yaudah, mana undangannya." Akhirnya aku kalah, ralat mengalah.

"Nah gitu dong," Gusti memberikan selembar amplop pink muda padaku. "Gue doain ketemu jodoh di sana." Bapak dua anak dengan tubuh gempal itu melangkah pergi menuju cubicle-nya.

Dasar si kampret satu itu. Aku membuka amplop putih pemberian Gusti tadi. White Bunny adalah produk kosmetik keluaran perusahaan Brahmakumbara yang baru akan diluncurkan Sabtu besok. Kabarnya pesta peluncuran produk tersebut akan diselenggarakan secara besar-besaran. Turut serta mengundang para artis papan atas dan juga tidak lupa media-media yang akan meliput acara tersebut.

"Jangan lupa dandan yang cantik Tha," Gusti bertriak lagi dari cubicle-nya. "Siapa tau dipinang dirut* muda baru yang katanya cakep itu."
*) dirut = direktur utama

Gusti benar-benar minta digampar. Kalau saja dia belum menikah sudah kutabok habis-habisan dia. Aku dan Gusti memang sepantaran, pria itu menikah muda dan selalu menyuruhku untuk menyusulnya. Boro-boro dapat jodoh kalau tiap weekend harus sibuk ngurusin kerjaan yang seperti tidak ada akhirnya itu.

Aku sendiri pun sama sekali belum ada rencana untuk menikah. Di tahun ke 26 hidupku ini aku hanya ingin fokus pada karir dan membahagiakan diriku, travelling ke luar negeri, belanja sepuasnya, juga mewujudkan mimpiku untuk pergi ke negeri gingseng dan berharap secara tidak sengaja bertemu bias-ku. Yah kuharap rencana-rencanaku itu akan terwujud di tahun ini.

*

Aku memainkan ponsel pintarku memesan taksi online yang akan membawaku menuju Grand Indonesia. Jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Masih sempat macet-macetan dan mampir ke Mall untuk cari baju untuk acara besok.

Tema acaranya serba putih. Jadi aku menelusuri rak Marks & Spencer dan mengajajalkan satu-persatu dress yang kurasa cocok untuk acara besok malam. Aku mengeluarkan kartu debitku dengan berat hati untuk membayar sebuah gaun putih satin yang kurasa bagus. Hiks, uang tabunganku untuk liburan tahun ini terpotong hanya untuk membeli sebuah dress. Jujur saja aku lebih memilih menyimpan uangku untuk jalan-jalan ketimbang membeli kebutuhan skunder yang tidak butuh-butuh banget.

Tadi Gusti juga sudah mewanti-wantiku untuk berdandan dan pakai baju sesuai dress code yang tertera. Dia bilang jangan sampai malu-maluin divisi internal gara-gara penampilanku yang salah kostum dan seenaknya. Kadang pria tambun itu ada benarnya juga, mengingat penampilan sehari-hariku di kantor yang hanya menyepol rambut dengan pulpen dan lipstick yang sudah luntur akibat menyeruput terlalu banyak kafein.

*

Akhirnya sampai juga. Aku menekan angka 18 dan menunggu lift membawaku menuju lorong apartemen yang sudah hening. Sesampainya di depan pintu kamar bernomer 1833 aku menekan-nekan angka acak hingga pintu itu terbuka. Ah, home sweet home.

Aku memasuki kamar apartemen berukuran studio yang super berantakan. Hehe, aku tidak sempat membereskan ruangan ini karena sibuk dengan urusan kantor. Seberantakan apa-pun tempat ini aku masih menyukainya. Aku menyalakan pendingin ruangan dan beranjak menuju kamar mandi. Setelah menyikat gigi dan mengganti kemeja pink beserta rok pensil selutut dengan piyama kelinci berwarna biru muda, aku merebahkan diri ke kasur. Rasanya sangat nikmat setelah seharian berkutat dengan communication strategist di hadapan komputer.

Amplop berisi undangan yang harus kuhadiri besok menyembul keluar dari tas kantorku. Aku meraba amplop tersebut dan mengeluarkannya. Benda berwarna pink muda tersebut beraroma wangi. Undangan ini sama dengan ratusan undangan lain yang dicetak khusus untuk kalangan atas. Kuharap besok bisa bertemu artis tampan macam Reza Rahardian untuk dimintai foto bareng sehingga bisa dipamerkan pada Gusti dan rekan kerjaku lainnya.

Saat sedang sibuk membayangkan suasana besok. Ponsel pintarku berdering. Dilayarnya tertulis nama:

Afgan.

Bukan, ini bukan Afgan yang punya suara serak-serak becek itu. Ini atasanku yang kalau nyinyir dan ngasih tugas nggak kira-kira kayak lagunya Afgan, Sadis. Kemudian teman-teman internal sepakat menjulukinya Afgan.

"Iya Pak?" aku mengangkat telfon beliau sambil bertanya takut-takut. Ada apa gerangan yang membuat bosku ini menelfon pukul setengah 12 malam.

"Agatha!" Bentaknya dari seberang. "Submit kerjaan kamu sebelum pukul 12 malam ini. Saya gak punya banyak waktu buat ngerevisi. Kamu sudah dua tahun jadi bawahan saya kok masih gak pernah disiplin juga."

"Iya Pak, lagian belum lewat deadline kok, hehe." ujarku membela diri.

"Stop cengengesan Agatha! Send it now!" bentaknya. "Oh ya, jangan lupa pergi ke grand launching besok ya, pakai lipstick yang ngejreng biar gak pucat." ujarnya mengakhiri percakapan singkat kami.

Duh bosku itu kadang sadis tapi suka lucu juga. Masa sempat-sempatnya nyuruh pakai lipstick ngejreng buat acara besok. Baiklah Pak, besok pakai lipstick merah cabai aja sekalian.

Hhhhhh, aku menghela nafas kencang. Gara-gara belanja baju untuk pesta besok, aku hampir lupa tentang materi rapat minggu depan yang deadline-nya jam 12 tengah malam ini. Buru-buru kuambil laptop dari laci nakas dan segera mengirimkan dokumen yang sebenarnya sudah kuselesaikan sebelum pulang tadi.

Red Lipstick [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang