Basa Basi Nikah

5 0 0
                                    

Kalau seseorang yang masih single suka share status di media sosial perihal jodoh belum tentu ia udah ngebet banget pengen ketemu jodohnya. Pun kalau ada seseorang yang masih jomblo trus hobinya nulis status tentang nikah belum tentu ia udah ngebet banget pengen nikah. Ya, mungkin aja kan doi sekadar iseng doang atau emang sengaja mau ngasih signal gitu. (Tssst... dalamnya hati seseorang siapa yang tahu).

Yah, bisa saja gegara biasa nge-share dan nulis status macam demikian (apalagi bila di akhir kalimat dibumbuhi dengan kata semoga kemudian banyak yang memberi jempol dan komentar "Aamiin") pertemuan dengan jodohnya pun dipercepat oleh Allah. Iya, kan! Bisa saja seperti itu. Duh, ini kok kayak nyinggung diri sendiri ya?

Emang sih, akhir-akhir ini saya rada tertarik dengan segala hal yang menjurus ke sana. Mulai dari senang membaca artikel-artikel tentang jodoh, mendengar pembahasan perihal pernikahan sampai yang berbau rumah tangga, termasuk suka nge-share dan menulis status itu lho.

Ehm. Tidak sebatas itu, belakangan ini dalam tidur pun saya kerap diusik dengan mimpi menikah. Ampun dah. Mimpi demikian bukannya bikin saya senyam-senyum senang, yang ada malah sebaliknya. Bangun dengan wajah tertekuk. Galau abis. Gimana gak galau, kalau momen yang terasa indah nan manis itu ternyata hanya dalam mimpi. Ihiks. Nyatanya cuma bikin saya nambah nyesek bin kesel. Tuh, kesannya kan kayak saya yang udah ngebet banget pengen segera menikah, padahal TIDAK. Suer!

Okelah, kalau keinginan untuk menikah dalam waktu dekat ini saya akui IYA. Tapi baru sekadar ingin semata, selebihnya belum kepikiran. Bahkan keinginan tersebut, kali pertama terbersit bukan baru sekarang, udah dari umur kepala satu malah. Saat masih berseragam putih-abuabu diam-diam saya telah merangkai mimpi; pengen menikah dini, tepatnya menikah di umur 20 tahun.

Yup, itu adalah salah satu impian saya yang gak kesampaian. Yang akhirnya saya lepaskan demi menuntaskan mimpi yang lain. Lagian waktu itu yang benar-benar mau SERIUS sama saya belum ada. Kalau sekarang, entahlah? Ada tidaknya bukanlah hal yang patut saya risaukan. Cukup saya percaya, Allah menciptakan semua makhluk-Nya berpasang-pasangan.

Jangankan makhluk yang bisa bergerak, benda mati aja punya pasangan. Jadi meskipun saat ini saya jomblo alias masih single bukan berarti saya tidak punya pasangan. Pasangan saya ada kok. Beneran!

Beribu-ribu tahun silam bahkan jauh sebelum saya dilahirkan ke dunia, Allah telah mempersiapkannya, telah tercatat dengan rapi di Kitab Lauh Mahfudz-Nya. Nah, perihal kapan akan bertemu dan siapa pasangan yang akan ditakdirkan menjadi imam saya kelak, itu dia yang masih dirahasiakan Allah.

Waktunya hanya Allah yang tahu. Sosoknya pun masih tersembunyi di balik tabir. Jadi, dua pertanyaan sensitif di atas tolong jangan dulu diajukan ke saya yah, karena jawabannya Allah masih simpan. In syaa Allah, nanti pasti terjawab di waktu yang tepat.

Oh ya, kemarin-kemarin ada sih yang sempat nanya menyoal nikah ke saya, tapi nada pertanyaannya sedikit berbeda. Bukan pertanyaan horor yang sering ditimpuk kepada mereka yang udah sarjana dan dapet kerja tapi masih melajang. Bunyi pertanyaannya kayak gini; Ukhti udah siap nikah belum?

Gleg. Untung saja, untung saja yang melontar tanya itu bukan immawan atau ikhwan, kalau iya mungkin angan saya udah melambung sampai ke angkasa, gegara kegeeran duluan. Dikira bakal diajak nikah. Hahaha.

Syukurnya karena yang nanya itu adalah sahabat sekaligus saudari shalihat saya yang empat tahun kemarin sempat terpisah namun qadarallah lepas kuliah kami dipertemukan kembali di kota penuh kenangan ini. Namun tetap saja, pertanyaan tersebut meski terlontar dari mulut seorang akhwat sekalipun tetap memengaruhi ekspresi wajah dan tubuh saya yang kala itu mendadak merona dan agak canggung. Lalu tanpa pikir panjang, lekas saya menanggapinya. BELUM.

Jawab saya mantap tanpa mengada-ngada. Jujur, saya emang belum siap menikah meski hati kecil saya telah begitu mendambakan sebuah pernikahan. Tidak bisa saya pungkiri betapa keinginan tersebut kian hari kian menguat namun semakin gigih pula saya menepis. Betapa saya ingin menjadi pengantin, duduk di pelaminan bersanding bersama seorang lelaki yang mencintai saya dengan sederhana lalu berdua kami merajut kasih setia dan membangun tangga dalam rumah dengan penuh ketakwaan. Betapa saya ingin menjadi seorang istri yang shalihah dan menjadi ibu yang baik untuk anak-anak saya kelak. Betapa saya sungguh memimpikan hidup bahagia, mencipta baiti jannati bersama "keluarga kecil" saya kelak. Dan betapa... semua itu sekali lagi saya katakan baru sebatas keinginan tanpa aksi. Saya bahkan baru memulai, baru merangkak dari awal.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 29, 2016 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MENIKAHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang