Viny menatap langit-langit kamarnya sambil tangannya tidak berhenti mengusap rambut Shani yang sudah tertidur sambil memeluknya. Sudah hampir seminggu Shani menginap dirumahnya karna selalu merasa kesepian di rumahnya sendiri dan karna Viny yang tidak bisa kemana-mana akibat kakinya yang terkilir membuat Shani memutuskan untuk menginap dirumahnya. Dan akibat kakinya yang cedera liburan mereka harus diundur lagi.
Viny sebenarnya merasa tak tega melihat wajah kelelahan Shani setiap pulang berkegiatan. Shani benar-benar butuh refreshing untuk menyegarkan kembali pikirannya dan juga tubuhnya karna ia pernah merasakan hal seperti ini dan untuk membuatnya kembali bersemangat yaitu hanya satu pergi liburan.
Viny menghembuskan nafasnya perlahan. Andai kemarin ia tak ceroboh dan membuat kakinya terkilir mungkin sekarang mereka sedang bersenang-senang dipuncak.
Viny kembali terdiam saat ia teringat Lidya. Salah satu sahabatnya itu masih menyimpan rasa untuk Shani. Bukan salah Lidya memang, bahkan dulu ia yang menyuruh Lidya untuk menjaga Shani ketika ia pergi. Dan sekarang ia merasa bahwa Shani pun memiliki rasa terhadap Lidya walaupun Shani tak sadar atau mungkin hanya berusaha menutupi darinya. Viny mengerutkan keningnya saat merasakan sesak menghantam dadanya. Rasa takut itu kembali menjalar dihatinya. Rasa takut untuk kehilangan Shani.
Viny menghela nafas panjang lalu menatap wajah tenang Shani yang sedang tidur. Ia menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Shani. Ia tersenyum tipis kemudian mendekatkan wajahnya lalu mengecup kening Shani. Satu tetes air mata mengalir dipipi Viny.
"Sekarang aku yang takut kamu pergi. Jangan pergi apapun alasannya Shan..."
***
Tett tett tett
Shani membuka matanya saat alarm berbunyi. Ia menggapai-gapai tangannya ke meja mencari alarm. Saat susah menemuknnya ia mengambilnya lalu mematikannya. Shani mengucek matanya lalu menoleh ke arah samping. Viny masih tertidur pulas tanpa terganggu dengan suara alarm tadi. Shani tersenyum lalu mengecup pipi Viny setelah itu ia menyingkap selimutnya dan menuju kamar mandi.
"Pagi Ma"sapa Shani saat melihat Mama Viny yang sedang masak didapur.
"Eh Pagi sayang. Udah bangun toh"ucap Mama Viny.
"Iya nih hehe. Ada yang bisa Shani bantu ga Ma?"tanya Shani.
"Ada, kamu potongin sayur ya. Sayurnya ada di kulkas"ucap Mama Viny.
"Oke"ucap Shani sambil membuka kulkas kemudian mengambil sayur.
"Viny belum bangun ya?"tanya Mama Viny.
"Belum Ma"jawab Shani.
"Nanti kalau udah selesai kamu bangunin dia terus suruh mandi ya"ucap Mama Viny.
"Mau pergi ya Ma?"tanya Shani.
"Iya mau ke rumah sakit"jawab Mama Viny yang membuat tangan Shani yang ingin memotong sayur berhenti seketika.
"Rumah sakit? Ngapain?"tanya Shani pelan.
"Cek up rutin Shan. Viny ga ngasih tau?"tanya Mama Viny menatap Shani sekilas. Shani masih terdiam, rasa takut langsung menyelimuti hatinya.
"Ma... Viny pulang kesini karna udah sembuhkan?"tanya Shani sangat pelan namun membuat Mama Viny terdiam.
"Ma.. Kok diem? Viny udah sembuhkan?"tanya Shani sedikit bergetar dan menatap Mama Viny yang terdiam. Mama Viny tersadar lalu mendekati Shani.
"Viny udah sembuh kok. Cuman emang masih perlu cek up rutin buat jaga kondisi badannya biar kanker itu ga dateng lagi"ucap Mama Viny menenangkan Shani. Shani memejamkan matanya sambil mengela nafas lega.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay With Me, Vin!
Fanfiction•Sequel Kenapa?• Setelah kepergian Viny yang tiba-tiba, Shani mulai merasa ada yang hilang di kehidupannya. Walaupun didalam surat yang di tinggalkan Viny, ia menyuruh Shani untuk tidak menunggunya buktinya sampai sekarang Shani masih tetap menungg...