Satu

551 24 0
                                    

"Hari ini terakhir kali kita ketemu untuk bulan ini. Jadwalku padat jadi bisa dipastikan kita akan jarang bertemu."

Kenalkan. Orang yang baru saja berbicara denganku itu adalah pacarku. Namanya Vano. Sudah empat tahun lebih kami menjalin hubungan seperti ini. Dia yang terkadang tidak memberi kabar karena kesibukannya dalam keanggotaan boyband. Semenjak ia debut idol, kami jarang sekali memiliki waktu walau sekedar bertemu dan menyapa secara langsung.

Aku mengangguk mengerti. "Ke luar kota lagi?"

"Kamu sendiri tau kan keadannya lagi gimana? Boyband aku lagi naik daun karena kemarin kita berhasil menangkan penghargaan dan mengalahkan boyband nomor satu se-asia. "Ucapnya dengan penuh antusias.

Ketika ia bercerita tentang perjuangan atau prestasi yang ia dapatkan bersama dengan karirnya itu, mata Vano selalu bersinar. Ya,  dia begitu nyaman tergabung disana.

"Aku lihat kok. Itu artinya grup kamu bisa Go International. Sukses terus, Van."

Dia tersenyum senang ketika aku mengatakan itu. Sekarang matanya benar-benar bersinar. "Tenang aja, aku bakalan kerja keras. Mau aku kasih tau sesuatu?"

"Apa?"

Dia mendekatiku lalu berbisik pelan. "Di mini album kedua boybandku, ada satu lagu yang aku ciptakan untuk kamu. "

Aku mengerutkan keningku. "A-aku?"

"Lagunya pokoknya enak dan seru. Nanti tunggu aja kalo mini album aku udah launching. Jangan lupa dateng."

Aku tersenyum singkat. "Muka kamu merah tuh. "

"Ini kan karena aku malu. Eh tapi jadi nggak spesial deh, kan udah aku Kasih tau langsung ke kamu."

Aku mencubit kesal lengan Vano. "Dasar labil."

Aku menyeruput secangkir cappuccino yang ada di depanku. Aku tau kalau Vano saat ini sedang memperhatikan diriku. Baginya, aku terkesan lucu ketika menyeruput secangkir cappuccino ini. Mataku melirik kearahnya dengan kesal.

"Jangan diliatin gitu. Aku jadi malu tau! "Gerutuku dengan kesal.

Vano mengacak-acak poniku dengan sengaja. "Abisnya selalu lucu. Udah kuliah juga masih pake poni segala, kayak bocah."

Aku mengerucut kan bibirku dengan kesal. "Vano! Tuhkan, dari dulu aku emang suka pake poni. Dari SMA juga kan, dasar."

"Tapi aku tipe cowok yang suka cewek lucu dan polos kayak kamu. Bener-bener belum cocok jadi anak kuliahan."

"Vano! "Pekikku dengan kesal.

Dia terkekeh geli. "Sekali-sekali post foto aku di instagram. Biar orang tau kalo idola nya udah punya pacar."

"Apaan sih, lagian tuh ya muka kamu jelek. Makanya nggak mau aku post."

Vano mendekati wajahnya kearahku. Matanya berkedip yang membuatku ingin tertawa. "Yakin aku jelek?"

Aku mendengus dengan kesal. "Vano! Jangan sok imut kayak gitu."

Tidak begitu lama, ia menerima panggilan. Telepon seluler nya berbunyi . Vano melirik kearahku sekilas sebelum ia mengangkatnya. Aku mengangguk sejenak. Terlihat sekali seakan ada hal penting yang akan ia kerjakan.

"Aku harus latihan, nanti kita sambung via line aja ya."Kata Vano yang berlalu dengan senyuman usilnya itu.

***


Seperti kata Vano sebelumnya, jadwalnya begitu padat. Terbukti dengan tayangan yang saat ini sedang aku tonton. Acara musik yang akan menampilkan Vano bersama dengan teman-temannya. Kadang jika ada waktu luang, aku menunggu Vano tampil dilayar kaca. Lalu, aku foto penampilan nya dan kukirimkan ke chat line. Dia selalu menyukai jika aku melakukan itu.

Vano tergabung dalam boyband yang bernama VTC. Penampilan boyband itu selalu ditunggu oleh remaja. Vano sempat bercerita kalau ada penggemarnya yang setiap hari memberikannya setangkai bunga mawar. Hal itu kadang membuatku cemas. Takut jika nanti Vano akan jatuh hati pada gadis itu . Ya, aku memang masih kekanak-kanakan.

Vano menjadi leader disana. Awalnya aku tidak percaya akan hal itu, namun mendengar berita itu benar.

"Tiap malem nungguin Vano nampil? "Ucap teman satu kost-an ku. Namanya Manda.

Aku mengangguk pelan. "Iya dong. Sekalian ngurangin rasa kangen."

"Chacha  sampai kapan lo mau lanjutin hubungan kayak gini. Lo sama Vano nggak akan bisa bersatu. Dan kalopun bisa itu nggak gampang"

Aku tau Manda khawatir dengan hubunganku dengan Vano. Sejak dulu memang ialah yang paling sering memberitahuku tentang salahnya hubungan ini. "Tau gue. Lagian kita sama-sama jalanin aja semuanya dulu."

"Cha, pacaran beda agama itu nggak berjalan dengan mulus. Ditambah lagi Vano udah terkenal, kemana-mana harus bersembunyi, pesan lo jarang dibaca, terus waktu kalian ketemu itu udah jarang. Udah nggak bener, Cha '

Aku menghela napas sejenak. "Gue tau,  Man. Tapi udah jalan jauh begini kan juga nggak enak."

"Dari dulu gue sering bilang hal ini, lo lupa gimana mama nya Vano nolak lo mentah-mentah untuk diajak makan malem? Itu udah ada halangannya, Cha."

Aku terkekeh pelan. "Gue udah nyaman sama Vano. Dia juga bersikap baik-baik aja kok. Nggak terlalu mengekang gue. Malahan dia sering Kasih nasihat agar gue jadi lebih baik."

Manda mengerutkan keningnya. "Bagaimana bisa berjalan lancar kalau kalian aja berdoa dengan cara berbeda ketika makan. Bukan hanya agama lo yang melarang hal ini, agama nya Vano juga Cha. Karena yang berbeda emang nggak akan bisa bersatu "

"Nggak bisa bersatu kan, tapi bisa berdampingan.".

Manda berdecak kesal. "Cha sekali aja dengerin gue. Jangan bertindak lebih jauh,"

"Gue tau kok, Man. Makasih karena lo selalu ingetin gue. Dari dulu gue juga tau kalau tasbih gue dan salib dia nggak akan bisa bersatu."










Tbc
Cerita baru lagi wkwkwk banyak banget jalan cerita yang ada di otak daripada dibuang mending diketik wkwkw cerita ini bakalan pendek kok nggak. Kira-kira cuma sampai 8 part.

Can't See The End   [5/5 selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang