Lima

380 24 3
                                    

"Cha, beri aku satu alasan kenapa harus menjauhi kamu."

Tadinya aku pikir Vano berhenti meminta hal itu. Rasanya aku tidak sanggup untuk mengatakan yang sesungguhnya. Karena aku akan menyakitinya.

Udara yang berhembus kencang di atas rooftop ini seakan menemani. Kami berdiri berdampingan dengan tatapan lurus ke depan. Bukan hanya sekali atau dua kali aku memikirkan hari ini. Jauh seminggu sebelumnya aku sudah memikirkannya. Tentang bagaimana caranya menjauh secara perlahan. Sesekali aku menelan ludahku dengan rasa getir. Menyakiti Vano yang seakan tidak tahu dengan pikiranku.

"Cha, kamu nggak nyaman karena pacaran sama artis? Kalo gitu aku akan lebih sering ngabarin kamu deh. Atau kamu cemburu kalo ada fans yang dateng?  Kalo gitu aku akan menjaga jarak dengan mereka."Kata Vano kembali dengan lirih.

Aku harus bagaimana untuk mengatakannya. "Bu-bukan itu, Van."

Vano yang masih berpakaian rapi sehabis menampilkan lagu nya di salah satu stasiun TV mendadak menoleh kearahku. Bersamaan dengan itu, aku memperhatikan segala atribut yang ia gunakan. Selalu rapi dan terlihat tampan. Vano selalu terlihat sempurna.

"Aku mikirin hari ini bukan kemarin atau kemarinnya lagi. Seminggu yang lalu, aku udah mikirin hal ini. Kayaknya kita harus saling mikirin ke depannya gimana."

Vano mengerutkan keningnya tidak mengerti. "Mikirin gimana?"

"Van, kalo kata kamu kita ini udah gede. Udah bisa nentuin mana yang baik mana yang enggak. Mana yang bener ataupun yang salah. Kamu sadar nggak kalau hubungan ini itu udah salah."

"Jadi karena perbedaan kita?"

Aku mengangguk singkat. Rasanya tidak tega mengatakan hal ini kepada Vano. Apalagi secara langsung. "Kita berbeda Vano. Banyak yang bilang kalau hubungan ini nggak bisa bertahan lama. Dan juga keluarga kamu selalu menentang ini kan? Jadi kalau aku pikirkan-----"

"Aku nggak mau putus, Cha. Aku sayang sama kamu. Bertahun-tahun kita jalanin ini semua tapi kenapa sekarang jadi berbeda? Rasa takut kamu saat in I persis ketika dulu."

Aku menoleh kearahnya dengan tersenyum singkat. "Lihat, Van. Aku sama kamu itu bagaimana bulan dan matahari. Mereka nggak bisa bersama secara langsung. Hanya saja ada orang yang beranggapan mereka pantas bersama. Hal itu sama saja salah, Van."

"Tapi matahari dan bulan bisa bersama kalau ada seseorang yang melukisnya menjadi satu. Mereka bisa bersama meskipun latar dan suasana yang berbeda."

Aku menghela napas sejenak. "Meskipun begitu ada sesuatu yang memisahkan mereka. Sama halnya dengan kita. Tasbih ku dan salib mu sulit untuk diterima banyak orang untuk bersatu. Kita beda."

Vano hanya terdiam menunduk. Aku begitu tau sikapnya. Jauh didalam sana ia begitu marah karena aku mengatakan ini.

"Lihat aksesoris ditelinga kamu, Van. Aku nggak marah kalau kamu pakai benda itu. Tapi itu juga sebagai tanda serta peringatan terhadap diri aku sendiri kalau kita berbeda. Dan hal itu yang membuat aku berpikir kedua kalinya."kataku dengan pelan.

Vano langsung melepaskan anting hitam itu dari telinganya. Kemudian tangan Vano menggenggam tanganku dengan erat dan begitu hangat. "Jangan berakhir seperti ini, Cha."

"Semua ini udah salah, Vano. Aku nggak mau nyakitin kamu ataupun orang-orang yang sayang sama kamu lebih jauh. Ini udah jalan terbaik."

Vano tertawa dengan keras. "Lima hari lagi kita anniversary yang ke lima tahun. Ini pasti kejutan kan? Kamu mau ngerjain aku kan?"

Aku menggeleng cepat. "Vano, ada banyak wanita yang bisa bersamamu tanpa ada yang membedakannya. Dan terlebih lagi kamu tampan. Jadi mereka akan datang sendiri tanpa kamu memohonnya. "

"Cha, kita ini nggak beda. Kita ini sama cha."

Aku tersenyum singkat. Sebagai ucapan perpisahan, aku menepuk-nepuk pundak Vano dengan pelan. "Jadilah leader yang baik hati. Jangan marah-marah terus. Pimpin anggota kamu dengan baik. Dan lupakanlah aku, Van."

Vano menahan tanganku agar tidak berjalan lebih jauh lagi. "Cha, kamu lagi emosi makanya kayak begini  "

Aku menjatuhkan air mata ini tanpa sengaja. "Van, tau satu hal? Setiap kali kita berdoa sebelum makan, aku selalu menutup mata. Itu karena aku merasa bersalah, aku merasa bersalah karena melanjutkan hubungan ini."

"Kamu bilang kamu akan selalu ada disamping aku. Sekarang, kamu pergi gitu aja."

Aku menangis dengan terisak-isak. "Maafin aku, Van. Tapi emang kenyatannya harus berpisah . Maafin aku, Van."

Vano memelukku dengan erat. Aku terus saja menangisi pertemuan serta perpisahan yang terjadi. Aku sudah menyakitinya. "Jangan nangis, Cha. Aku nggak mau lihat kamu nangis kayak begini."

"A-aku udah nyakitin kamu, Van."kataku dengan lirih.

"Aku belum sepenuhnya bisa menerima perpisahan ini, Cha. Tapi kalau aku lihat kamu benar-benar merasa paling bersalah dengan hubungan ini. Bagi masalah itu dengan aku, Cha. Jangan menjauh meski kita nggak bisa bersama dalam sebuah pernikahan nantinya "

Aku semakin menangis. Seharusnya dari awal aku sudah menolak hal ini terjadi semakin menjauh. "Maafin aku, Vano. Aku tetap dengan pendirianku. Karena bagaimanapun kita saling mempertahankan, akan berakhir juga."

Vano menghapus air mataku  dengan lembut. "Kita bisa jadi teman kan,  Cha? "

Aku tersenyum singkat lalu menggangguk.

Vano yang melihat itu kemudian mengacak-acak poniku dengan usil. "Anak kecil jangan nangis."

"VANO! "

Vano terkekeh dengan pelan. Matanya tidak bersinar seperti sebelumnya. Lelaki itu merasakan patah hati malam ini karena diriku. "Sori, Cha. Kalo kamu lihat sikap bedaku hari ini. Aku cumn berusaha menerima segalanya. "

"Oppa, jangan nangis dong."kataku dengan terkekeh dengan pelan.

Vano mendengus kesal. "Ini gara-gara kamu! "

Lalu Vano mengejarku. Kami berdua saling tertawa bersama malam ini dengan status yang berbeda. Perbedaan yang memisahkan kita. Malam ini, kami berdua membuktikan kalau sebuah perbedaan memang bisa diterima dengan ikhlas. Tapi tidak akan bisa bersatu dalam sebuah ikatan sakral.

Karena itu kami mmutuskan untuk menjadi sahabat.
















Selesai

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 02, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Can't See The End   [5/5 selesai ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang