Undangan peluncuran mini album grup Vano sengaja dikirimkan untukku. Artinya, aku harus datang ke acara launching album dan menyaksikan pacarku sendiri tampil secara langsung. Acaranya akan dimulai pada malam ini, lokasi acara itu tidak begitu jauh dari pusat kota. Kemungkinan, aku akan berangkat mulai petang ini.
Vano semalam memberitahuku kalau akan ada kejutan. Aku tidak ingin membayangkan hal yang terlalu jauh. Seperti yang pernah ia katakan, kalau ia kan menampilkan lagu ciptaannya sendiri. Aku tidak akan menganggu nya saat ini. Kemungkinan saja ia masih berlatih keras untuk mempersiapkan launching albumnya itu.
"Cha, yakin dateng ke acara itu? Banyak kamera yang akan menyorot kalau nantinya lo akan ditarik ke panggung."Protes Manda ketika melihat undangan yang aku pegang.
Aku terkekeh pelan. "Man, nggak usah khawatir. Gue dateng sebagai fans kok. Bukan pacar. Gue akan bergabung berdiri sama penggemar Vano yang lainnya."
"Cha, jangan maksain diri sendiri. Acara itu nggak berlangsung cepat. Akan lama juga. Dan lo akan berdiri selama itu? Itu namanya maksain diri sendiri."
Aku sukses membeku sejenak. "Ya kalo gue nggak kuat, gue akan duduk."
"Kalo gitu caranya kenapa juga Vano ngirim undangan beginian? Satu lagi yang gue khawatir. Gue takut nyokapnya Vano ketemu lo dan akhirnya akan----"
Aku menggeleng dengan cepat. "Kejadian itu kan udah lama, nggak usah diinget lagi. Lo mau kan temenin gue malem ini?"
Manda langsung menggeleng. "Gue ada urusan yang lebih penting."
"Man, gue mohon ikut. Temenin gue dong, lagian kan disana banyak temennya Vano. Nah lo bisa kenalan sama mereka deh. Buat seru-seruan aja kok.'
Manda menghela napas malas. "Karena lo sering beresin rumah, jadi gue mau. Tapi gue nggak mau berdiri desak-desakan kayak fans alay. Cariin gue tempat duduk."
"Gue kan nggak kenal sama penyelenggaraan nya."
Manda berdrcak dengan singkat. Ditatapnya mataku dengan penuh kekesalan. "Lo kan pacarnya Vano, leader boyband VTC. Pasti diprioritaskan kok."
"Nggak janji. "
***
Tempat launching mini album VTC lumayan begitu besar. Ditambah lagi hiasan dan lampu-lampu yang menambah nuansa semakin terlihat megah dan keren. Banyak orang yang berbaris mengantri untuk masuk ke dalam. Di depan sini juga terdapat paper stand yang besar menampilkan personil anggota VTC yang terdiri dari 13 orang itu. Disana juga ada Paper Stand berbentuk Vano yang tersenyum dengan begitu manisnya.
Aku menarik tangan Manda agar mau diajak kesana. Aku berdiri di sebelah benda yang itu. Persis sekali seperti tingginya Vano asli. Aku menyuruh Manda untuk memotret momen ini. Jarang sekali kan berfoto dengan Vano.
"Cha, jangan jadi orang aneh deh. Kalo sering ketemu sama orangnya yang asli kenapa harus foto sama yang boongannya?'gerutu Manda yang enggan membantuku berfoto.
Aku memutar bola mataku dengan malas. "Sekali potret."
"Buruan sini, "
Aku mulai bergaya. Sementara itu, Manda berdiri disana untuk memotret diriku. Jelas sekali wajahnya terlihat tidak suka dan merasa risih karena aku suruh memotret diriku. Setelah selesai, Manda menyerahkan telepon genggam itu kepadaku. Aku memuji hasil jepretan Manda itu.
Disaat aku tengah bercanda dengan Manda. Seseorang menarik tanganku dengan sengaja. Seseorang lelaki yang memakai hoodie hitam dengan topi serta kacamata yang menutupi wajahnya.
"Ini Vano."bisiknya dengan pelan.
Dahiku berkerut. "Van, kamu kenapa ada diluar? Bukannya kalo itu---"
KAMU SEDANG MEMBACA
Can't See The End [5/5 selesai ]
Literatura Feminina"Sejauh apapun kita mempertahankan akan hancur juga. Aku menjauh bukan karena keadaan kamu saat ini, tapi atas dasar tidak mampu menjalani hal yang salah. Tasbihku dan salibmu tidak bisa bersatu menjadi kita."