4

417 69 13
                                    

"Aya," panggil Bagas sambil menepuk punda Aya.

Merasa ada yang menepuk pundaknya, perempuan itu melepaskan headsetnya. Athaya tersenyum kearah Bagas.

"Eh, Bagas. Sini duduk," jawab Athaya sambil menepuk bangku panjang di sebelahnya.

"Nggak ganggu, kan?"

"Nggak sama sekali."

"Gue mau minta maaf soal di kantin waktu itu."

"Oh yang itu, udah lupain aja. Gue juga minta maaf."

Bagas menghela napas lega. "Tumben nggak naik motor sama Elang?"

"Dia ada urusan sama Manda."

"Manda?"

"Gebetan barunya Elang."

Bagas menatap mata Athaya. Entah respon apa yang harus ia berikan. Perempuan itu sudah lama menjadi sang Penunggu Elang. Dan entah sampai kapan Athaya harus menunggu.

"Jangan ngeliatin gue kaya gitu deh, kesannya tuh gue perempuan yang malang gitu," kata Athaya sambil tertawa hambar.

"Emang kenyataannya kaya gitu."

"Dasar, nyebelin," sindir Athaya. "Lo juga tumben nggak naik motor sama Fatih?"

"Sengaja. Mau naik angkot bareng sama lo."

Athaya mengerutkan dahinya. Mengingat sesuatu tentang Bagas. "Tunggu deh, bukannya elo mabok angkot?"

Bagas mengeluarkan kantong plastik dari dalam tasnya. "Nih. Gue udah bawa ini. Terus tadi udah minum antimo. Semoga aja mempan."

Athaya tertawa geli dan Bagas suka tawa Athaya. Tawa yang lepas tanpa ada beban.

"Lo masih sama kaya dulu. Nekat," kata Athaya sambil memegang perutnya. "aduh. Perut gue sakit ketawa terus."

"Gue nggak senekat itu juga kali. Kalau misalnya gue disuruh jatuh dari atas gedung, gue nggak berani. Nanti kalau gue mati, yang jadian sama elo siapa?"

Athaya mencubit lengan Bagas. "Jangan mulai lagi deh, Gas. Kita udah akur nih. Nanti berantem lagi. Minta maaf lagi. Akur lagi."

"Ngomong-ngomong, kok belum ada angkot yang lewat?"

Athaya melirik jam tangan Bagas. "Udah jam lima lewat. Angkot emang jarang lewat kalau udah segini. Jalan kaki aja yuk!"

"Nggak capek?"

Athaya menggelengkan kepalanya. "Udah biasa. Rumah gue juga nggak jauh banget."

Bagas mengikuti langkah Athaya. Mereka berjalan berdampingan. Bertukar cerita dan canda.

"Bagas."

"Iya?"

"Makasih udah sayang sama gue."

---------

"Manda," panggil Athaya.

"Eh, kamu. Tumben ke florist. Ada apa?"

"Nih." Athaya memberikan sebuket bunga anggrek pada Manda. "Dari Elang."

Amanda mengambil bunga anggrek tersebut dengan senyum yang mengembang. Kemudian ia menaruhnya di meja.

"Coba aja, Elang ngasih bunga itu buat gue," batin Athaya.

"Yaudah. Aku pulang dulu ya, Man," pamit Athaya.

"Tunggu dulu. Aku mau nanya sesuatu sama kamu."

Sang Penunggu [5/5]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang