4

204 15 4
                                    

"Sudah waktunya aku pergi. Jaga dirimu baik-baik. Maaf."

Semburat jingga menerpa wajah seorang cewek yang meninggalkan Aray seorang diri di tengah-tengah ramainya jalan raya Ibu Kota Jakarta. Yang ditinggal, hanya menatap kepergian cewek itu. Hingga cewek itu menolehkan kepalanya sedikit, lalu berjalan kembali dengan meningalkan satu tetes air mata di pipinya.

"Cut!"

Tepuk tangan meriah tersalurkan dari semua para kru yang ada di lokasi. Akhirnya, Aray selesai menjalankan kontraknya. Ia telah selesai acting film Ketika Matahari Tenggelam. Aray bersyukur kontraknya selesai, karna ia tidak ingin lagi menerima tawaran dari mana pun. Mulai sekarang, Aray ingin fokus pada sekolah dan masa depannya. Bisa dikatakan, Aray berhenti dari dunia artis-nya.

Aray kembali ke tempat duduknya, lalu menegak air minumnya. Lumayan lelah.

"Ray, lo beneran mau berhenti?"

Dava, teman dekatnya selama berada di lokasi syuting. Ia sudah duduk disamping Aray, melontarkan pertanyaan tadi pada Aray. Ya walaupun Dava hanya sebagai pemain pendukung, tetap saja di belakang layar mereka dekat.

"Untuk saat ini iya, tapi gak tau deh ke depannya." Aray mengangkat bahunya singkat.

Dava tau alasan Aray ingin berhenti dari dunia hiburan. Sudah empat tahun yang lalu mereka berdua bersama-sama bekerja sama. Dan sejak itu pula mereka kenal dan dekat hingga sekarang.

"Kalo lo berhenti, nanti gue ama siapa?" Dava melengkungkan bibirnya ke bawah.

Melihat ekspresi Dava yang dramatis, langsung saja Aray menonjok lengan Dava hingga ia meringis.

"Lo laki man, masa gitu aja lemah. Seharusnya lo bersyukur kalo gue berhenti. Lo jadi bisa aktor peran utama bukan? Udahlah, kalo gue berenti lo harus bisa gantiin posisi gue. Tenang aja, nanti sesekali gue dateng ke lokasi syuting kalo sempet."

Aray menepuk bahu Dava, meyakinkan ucapannya.

"Ya, kalo itu mau lo. Gue jalanin."

Aray tersenyum, lalu bangkit dari duduknya. Kemudian menghampiri kru-kru untuk pamit, juga berterima kasih pada managernya dan sutradaranya. Lalu pulang ke rumahnya.

Padahal baru seminggu Aray sekolah di SMA Tunas Bangsa, tapi ia sudah absen empat hari. Dan sekarang, Aray ingin hidup seperti remaja pada umumnya. Tanpa dikejar-kejar oleh awak media.

Entah kapan nantinya, Aray akan kembali lagi ke dunia hiburan. Mungkin nunggu Yara balik dari Paris lalu memaksanya kembali menjadi artis. Hah, mengingat momen Yara memaksanya menjadi geli. Sudah sepuluh kali Aray vakum dan itu harus ngumpet-ngumpet agar Yara tidak tau, tapi tetap saja Yara tau dan langsung terbang ke Indonesia untuk memaksa Aray kembali bekerja.

*****

Di sekolah masih sepi, hanya ada beberapa siswa yang sudah ada di sekolah. Alsha salah satunya yang datang paling pagi. Alsha berjalan melewati koridor menuju lokernya. Sambil berjalan, Alsha mencepol rambutnya asal.

Kalau diperhatikan lebih jelas, Alsha itu cantik. Cantik banget. Dan perfect. Putih, tinggi, bibirnya merah alami tanpa lipstik, rambutnya hitam tebal dan lurus—panjangnya di bawah bahu sejengkal. Dan harus kalian ingat satu hal, Alsha itu cerdas. Ingat, cerdas ya bukan pintar. Tapi sayang, ingatannya ada yang hilang.

Sampai di loker, Alsha membuka lokernya lalu mengambil buku tulis kosong satu. Kalo boleh jujur, selama satu tahun belajar di sini ia tidak pernah menulis apa pun. Alsha hanya mencoret-coretan gak jelas di bukunya, mendengar apa yang dibicarakan gurunya, lalu menyerap pelajaran yang sudah didengarnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 22, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Love For AlshaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang