Aku terbangun dari tidurku yang lelap semalaman. Mataku mengerjap, kemudian melihat ke samping.
Kosong.
Pandanganku tertumbuk pada nampan berisi semangkuk bubur oats, sebutir apel, dan segelas susu di atas meja. Di sampingnya tertulis rapi: habiskan sarapannya.
Aku tersenyum kecil. Bian manis juga, ya. Walaupun pergi tanpa pamit, setidaknya dia masih peduli padaku. Itu membuatku merasa jauh lebih baik pagi ini. Aku mulai mengunyah makananku perlahan sambil memikirkan sesuatu.
"Sudah berapa lama aku tidak bertemu Lay???" gumamku bermonolog.
Aku jadi merindukan pemuda itu. Serius, aku benar-benar ingin bertemu dengannya setelah berbulan-bulan menghilang begitu saja. Lagipula, bertemu dengan Lay sebentar saja bukanlah sebuah dosa dan kesalahan besar, asal tidak ketahuan Bian atau Minah.
Jariku mengetik sebuah pesan dengan cepat.
To : Lay
Message :
Sibuk? Mau main? Pukul sepuluh di supermarket Sunmart, ya.
SendTidak berselang lama, balasan dari Lay muncul. Aku tersenyum simpul membaca isi pesan sahabatku itu.
From : Lay
Message :
Eh? Mendadak sekali. Oke. Aku dan Risa kesana. Kau tahu? Kami sudah dating.
ReplyAh, aku tidak terkejut mendengar kabar dating itu. Aku pun meletakkan ponsel dan segera bersiap. Pukul delapan menuju pukul sepuluh bukan waktu yang lama. Kalau diakumulasikan antara waktu yang aku butuhkan untuk mandi, memilih baju, berdandan, hingga menuju tempat pertemuan, itu saja sudah menghabiskan waktu hampir dua jam. Lama memang. Tapi sepadan dengan hasilnya. Aku sangat cantik.
Lima menit telah berlalu, dan aku masih menunggu di depan supermarket. Aku melirik jam tangan. Masih tujuh menit lagi, tapi aku melihat Lay dan Risa melambaikan tangannya dari kejauhan sambil berjalan menghampiriku.
Senyumku merekah saat mereka semakin dekat. Lama tidak bertemu, rupanya gadis bernama Risa itu bertambah cantik saja. Aura orang yang sedang jatuh cinta memang berbeda, ya.
"Aku mencium ada aroma cinta yang baru saja bersemi. Apa aku benar?"
Aku sengaja sok puitis yang sebenarnya terdengar sangat picisan.
"Heh! Kenapa kau menghilang?! Kau tidak menghubungiku atau Lay sama sekali! Kau bahkan tidak memberikan alamatmu yang baru! Teman macam apa kau ini?!" balas Risa menonjok lenganku untuk menumpahkan kekesalannya.
"Aww! Siapa bilang? Aku sudah menghubungi kalian!" elakku polos.
Bibir Lay membulat.
"Oh ya? Kapan?" tanyanya heran.
"Tadi pagi," jawabku sok lugu yang membuat keduanya kompak menoyor kepalaku.
"Kau belum pernah dibelai gerobak takoyaki, ya?!" gerutu Risa yang merasa aku permainkan.
"Belum. Dibelai pria tampan sih, sering," ucapku tersenyum nakal sambil mengibaskan rambutku.
Seketika Risa dan Lay berlagak muntah. Mereka betulan mual mendengar perkataan recehku barusan.
"Heh! Tidak sopan! Kalian pasti iri padaku, kan?" tanyaku dengan gaya sok marah.
"Otakmu tercecer di mana, huh? Untuk apa aku iri padamu? Aku bukan homo yang berharap dibelai pria tampan," balas Lay sambil menggamit lengan Risa. Maksudnya melakukan itu adalah untuk menunjukkan kalau dia adalah pemuda normal yang mustahil akan melenceng kodratnya untuk menyukai teman sejenis.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANOMALY
General FictionJika hidupku dijadikan drama Korea, mereka pasti akan mengumpat hingga lidah mereka nyaris encok. Kemudian bingung, siapa yang jadi tokoh antagonis di sini? Aku tidak mengkhayalkan kisah seindah negeri dongeng. Tapi demi Tuhan, aku pun tidak berhara...