Hari mulai gelap. Udara pun mulai terasa sejuk karena sang raja siang sedikit demi sedikit mulai menyembunyikan dirinya. Rembulan pun mulai menampakkan sinarnya. Dan bintang bertebaran di langit menandakan hari beranjak malam.
Aku masih sendiri di sini. Oh akan aku ralat. Aku sekarang hanya berdua dengan adikku yang masih kecil itu. Kedua orang tuaku masih belum menampakkan batang hidungnya.
Tidak lama terdengar ketukan di pintu rumahku.
“Mbak, aku buka pintu dulu ya,” ucap adikku. Aku hanya menganggukkan kepalaku dan ia pun beranjak meninggalkanku.
Aku merupakan seorang anak dari keluarga sederhana. Tidak memiliki rumah di perumahan mewah yang berada di Ibukota. Tidak pula berangkat sekolah diantar oleh sopir dan mobil mewahnya.
Namun, aku sangat bersyukur atas apa yang Tuhan berikan padaku. Karena aku tahu, masih ada orang yang tidak seberuntung diriku.
Setiap hari, aku berangkat sekolah berjalan kaki karena letak sekolahku yang tidak begitu jauh dari rumah.
Di pagi hari, keadaan rumah akan kosong. Seperti yang aku bilang sebelumnya. Kedua orang tuaku bekerja, adikku pun berangkat sekolah diantar ayah menggunakan sepeda motor miliknya.
“Sya, kamu makan dulu ya abis itu tidur. Ibu mau mandi,” ujar ibu saat masuk ke kamarku. Lalu keluar begitu saja.
Aku ingin seperti teman-temanku yang lain. Memiliki banyak waktu bersama keluarganya. Liburan bersama.
Ah tidak usah muluk-muluk deh. Cukup kumpul dan makan bersama sudah cukup untukku. Tidak perlu liburan ke tempat-tempat yang bagus. Walaupun aku memiliki keinginan itu.
Mengenai ayah, aku memang jarang berbicara dengannya. Beliau langsung masuk ke kamarnya karena lelah bekerja.
Aku pun tidak bisa memaksanya untuk tidak seperti itu lagi. Namun, aku tahu beliau melakukan semua ini untukku. Untuk kami.
“Sya, udah belum makannya?” tanya ibuku yang tiba-tiba berada di kamarku dengan tubuh yang terlihat lebih segar di usianya yang sudah kepala tiga.
“Belum, Bu,” jawabku pelan.
“Gimana mau sembuh kalau kerjaanmu cuma melamun aja,” balas ibu. Aku hanya menghela napas lelah.
“Aku melamun karena tidak memiliki teman mengobrol. Jika Ibu bersedia di dekatku, mendengarkan apapun yang akan aku katakan walau tidak penting. Aku tidak akan melamun.” Ingin aku berbicara seperti itu dengan ibu.
Tetapi aku hanya bisa memendamnya. Karena aku tahu jawabannya sama.
“Ibu seperti ini untuk kamu dan adikmu. Ibu mau kebutuhanmu selalu tercukupi. Apapun yang kamu mau akan selalu Ibu usahakan. Ibu tidak mau kamu mendapatkan hidup yang tidak layak.” Begitu jawaban ibu setiap kali aku meminta agar ibu di rumah saja.
Sebut saja aku egois. Memang beginilah adanya. Aku menginginkan hal yang sama seperti teman-temanku. Menginginkan ketika sampai di rumah saat pulang sekolah ada yang menyambutku. Menunggu kedatanganku.
Namun, hampa yang kurasa. Hanya keheningan yang kudapat. Kekosongan yang kulihat. Mungkin orang lain berpikir aku selalu bahagia.
Tidak pernah mengalami masalah yang sangat rumit. Tidak pernah merasa kesepian. Nyatanya aku mengalami itu semua. Tidak ada yang tidak pernah mengalami masalah. Tidak mungkin seseorang memiliki hidup mulus tanpa hambatan.
Begitu juga diriku, atau temanku, orang tuaku, siapapun itu. Aku hanya memendam semuanya. Aku tidak ingin ada yang mengetahui kesedihanku. Aku hanya ingin mereka ikut tersenyum saat melihatku tersenyum.
Aku hanya ingin orang yang berada di sekitarku bahagia. Senang rasanya melihat mereka tertawa lepas. Tanpa hambatan. Tetapi aku bukanlah Tuhan yang bisa mengatur semua. Aku hanya bisa berdoa dan melakukan sebisaku.
Entah mengapa sedih jika melihat orang di sekitarku sedih, terlebih orang terdekatku. Mungkin terkesan berlebihan tapi seperti itulah aku.
Aku sering menuliskan keluh kesahku di buku diary berwarna biru laut kesayanganku. Semua perasaan kucurahkan pada buku itu.
Kantuk mulai mendatangiku. Lebih baik aku tidur lebih awal. Semoga aku mendapatkan mimpi yang sangat indah dan terbangun dengan senyuman seperti biasanya.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Bestfri(END)
Teen FictionCerita tentang aku, kamu, dan dia. Cerita tentang meninggalkan dan ditinggalkan. Cover by rozeusz