30

472 60 23
                                    

Masih di hari yang sama. Mereka berenam keluar dari pintu ruang bioskop, tempat mereka menonton. Vira nampak lebih lesu dari biasanya. Tentu saja, itu pasti karena masalah Zayn yang mungkin saja berselingkuh. Tapi apa benar Zayn sejahat itu?

"Vir, mending lo telfon Zayn, deh. Coba tanya tadi pas sekitar jam tiga dia ada di mana. Kalo dia boong, tandanya ada sesuatu yang serius. Kalo dia jujur, berarti itu tadi bukan apa-apa." Jihan memegang pundak Vira. Ia mencoba memberi saran kepada sahabatnya itu.

Yang lain pun berpikiran sama. Vira mengangguk lalu merogoh handphone dari sakunya. Ia mencari kontak Zayn, lalu mencoba menghubunginya.

Namun ternyata, handphonenya tidak aktif. Atau jangan-jangan Zayn sengaja mematikannya? Vira sudah tidak dapat berpikir jernih.

"Nomornya gak aktif. Gue harus gimana?" Vira menangis lagi.

Kalau sudah seperti ini, teman-temannya pun ikut bingung. Mereka tidak tahu bagaimana caranya menenangkan Vira. Vira itu susah untuk ditenangi.

"Haduh, gimana ya?" tanya Lisya bingung.

"Mending kita jalan-jalan dulu, yuk! Gak usah mikirin itu dulu, oke?" ajak Yaya, niatnya agar Vira dapat mengalihkan pikiran itu sementara. Setidaknya sampai semua itu sudah pasti, dan ketika ia sudah tenang.

"Iya, biar lo gak mengambil putusan yang salah, biar lo tenang dulu." Hanif mengelus-elus punggung Vira.

Vira hanya mengangguk lesu. Teman-temannya hanya menatap Vira dengan sedih.

Handphone Jihan berbunyi. "Yah, gue udah di suruh pulang, gimana dong?"

"Yah ...." Semua mengeluh. Terutama Vira, ia sangat butuh teman-temannya saat ini.

"Gue pulang duluan ya ... bye!"

"Ya udah, bye!" Lalu Jihan pun menghilang di kerumunan banyak orang.

"Kita ke mana nih?" tanya Zura sambil mengecek handphonenya.

Hanif menaruh dompetnya di tas kecil miliknya. "Kita ke KFC aja, gue laper, hehe."

"Oh, ya udah, kuy!" sahut Lisya dengan tangan kirinya yang merangkul Vira.

Mereka semua pun berjalan ke arah KFC. Salah satu restoran andalan mereka semua.

Setelah mereka selesai makan, ternyata Yaya dan Hanif harus segera pulang. Supirnya Yaya sudah datang untuk menjemputnya, sementara Hanif pulang bersama Yaya, karena rumah mereka satu arah.

Dan sekarang hanya ada Lisya dan Zura yang menemani Vira.

"Pulang ke rumah gue aja, yuk?" ajak Zura yang kebetulan rumahnya paling dekat dengan Mall ini.

"Boleh," ucap Lisya mengiyakan ajakan Zura. Sementara Vira hanya mengangguk sambil tersenyum. Hari ini Vira tidak banyak bicara setelah melihat kejadian tadi. Ia hanya bicara ketika itu adalah hal penting saja.

Sekarang pukul tujuh malam. Rumah Zura sangat tidak jauh dari Mall ini, jadi menurutnya mereka berjalan kaki saja. Iti tidak masalah bukan? Dari pada harus mengeluarkan uang hanya untuk biaya kendaraan yang padahal bisa dilakukan dengan berjalan kaki, pikir Zura, Lisya, dan Vira bersamaan.

Mereka berjalan sampai akhirnya mereka bertemu dengan taman. Taman itu sangat indah, namun sayang pencahayaan di sana kurang.

"Ke taman dulu, yuk! Tuh ada es krim, gue mau beli." Lisya mengajak kedua temannya untuk membeli es krim sekaligus duduk-duduk di taman untuk menenangkan pikiran. Terutama untuk Vira.

"Anjir, serem, Lisy! Gue takut!" Zura bergidik ngeri.

"Ya elah, sans aja sih, gak bakal ada apa-apa kali." Lisya menarik tangan Zura dan Vira. Zura hanya bisa pasrah dan melawan ketakutannya, sementara Vira ... ia tidak berkata apa-apa.

Fake Chat | z.mTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang