Empat: Nur dan Solihun

94 11 8
                                    

Niall melonjak kaget saat pintu gubuk diketuk. Ternyata Harry.

"Harry!" teriak Niall girang. Dia memeluk Harry erat. Wajah Niall berseri-seri.

"Kenapa sih?" tanya Harry heran dengan tingkah laku Niall. Dia memang baru mengenal Niall, tapi dia sangat hapal maksud dibalik sambutan hangat Niall. Niall bisa saja lapar, atau dia mungkin menginginkan sesuatu darinya.

"Gue bersyukur banget lo pulang dalam keadaan utuh." Niall meraba-raba wajah Harry bersemangat.

"Lo lapar?" tanya Harry spontan. Dia lelah dan tidak ingin terlibat percakapan yang bertele-tele dengan Niall.

Niall menggeleng cepat. "Lo dukung siapa? Weni, Rani, atau Irsya?"

Gubrak. Harry seperti diguyur ketombe Katy Perry. Dia memandang Niall tak percaya.

"Kenapa?"

"Lo harus dukung Irsya, Her!" Niall memandang Harry tanpa kedip. Kedua telapak tangannya disatukan selayaknya orang memohon ampunan kepada Yang Maha Kuasa.

"Kalau lo lapar, ada onde-onde, klepon, getuk, lemper, sama cucur tuh di kresek warna hijau 'unyu', asli buatan Amak gue. Kalau itu beras kencur." jelas Harry sambil menunjuk satu-persatu kantong kresek yang dia letakkan diatas meja ruang keluarga. Niall menelan ludahnya berkali-kali. Tapi Niall sadar, tujuan utamanya adalah menghasut Harry untuk mendukung Irsya.

"Lo dukung Irsya nggak?" Niall menatap Harry tepat ke manik matanya. Harry tersipu malu. Ea.
Harry bergeming.

Akhirnya Niall memilih mencicipi terlebih dahulu oleh-oleh dari Harry. Tapi tiba-tiba pikiran tentang Irsya kembali bergelayut diotaknya.

"Dukung Irsya dong!" rengek Niall sambil mengguncang-guncang lengan Harry.

"Gue udah cinta mati sama Rizki Ridho, Ni." Harry menepis tangan Niall dramatis. Persis seperti di sinetron-sinetron.

"Mana bisa, mereka kan bukan peserta Dangdut Academy Asia sekarang!" Niall ngotot. Harry hendak beranjak pergi, namun Niall menahannya. Mantap jiwa.

"Har, kali ini aja!" Harry nampak berpikir lalu menggeleng pelan.

"Cinta itu nggak bisa dibagi-bagi, Ni."

"Emang coklat chunky bar." Niall menghentakkan kakinya keras. Dia hendak masuk ke dalam kamar namun urung. Dia lupa jika Zayn sedang marah kepadanya.

"Kok ngga jadi?" tanya Harry susah payah menahan tawanya. Niall tersenyum getir.

"Gue lagi marahan sama Zayn."

"Wuih.. marahan ya?" goda Harry.

"Harry, syukurlah kamu sudah pulang." Siomay tersenyum simpul. "Sore ini kita ada pertemuan penting dengan Modus." Harry mengangguk. "Bersiaplah, atau beristirahatlah terlebih dahulu." Ucap Siomay bersemangat sambil menepuk-nepuk bahu Harry.

"Her, gue numpang kamar lo dulu dong!"

"Mana bisa!"

"Jahat banget sih!" Harry menimbang-nimbang sebentar lalu mengangguk.

"Her, lo pulang?" tanya Liam kaget. Harry mengangguk.

"Gue ikut mobil sayur, Li, kan gratis." Harry terkikik.

Sedangkan Niall sibuk memperhatikan foto-foto Rizki dan Ridho yang ditempel di kamar mandi. "Loh, ini kok ditempel disini?" tanya Niall heran.

"Liam nggak ngebolehin ditempel didinding kamar soalnya takut kebawa mimpi buruk katanya." balas Harry lesu. Wajahnya menyiratkan kekecewaan.

"Kok ditempel disini? Kan lo bisa tempel ditempat lain, kayak lemari atau apa gitu, Her." Harry menggeleng.

"Disini kesannya lebih hidup."

Niall melongo kebingungan. "Hidup?"

"Gue betah aja kalau boker sambil liatin mereka." balas Harry seadanya.

Niall menepuk dahinya keras. Harry positif gangguan mental. "Lo nggak gay kan?"

"Gay?" Harry memandang Niall tak percaya.

"Gue pacaran dari pas PAUD, dan semuanya berjenis kelamin perempuan."

"Santai aja, upil Charlie Puth!"

"Udah sana, gue mau boker!" Harry mengusir Niall.

Niall mencoba mendekati Liam yang sedang memejamkan matanya dan bersantai-santai ria diatas kasur. Seharusnya dia bisa bersantai manja dikamarnya seperti yang lain. Tapi Zayn terlalu terbawa perasaan, dan semua menjadi semakin rumit.

Karena tidak ingin menganggu Liam, Niall memilih pergi. Dia sepakat akan duduk-duduk aduhai diteras gubuk sambil sesekali memperhatikan orang-orang yang berlalu lalang.

"NUR!!" Niall tersentak kaget. Seorang laki-laki berjalan menghampirinya. Niall mencoba memperhatikan bentuk wajahnya mengingat-ngingat masa lalu. Siapa ya?

"Nur Hidayanto?" tebak seorang laki-laki dengan rambut gondrong awut-awutan. Wajahnya bulat tapi badannya tegap. Bahkan lebih tinggi dari Niall.

"Solihun?" Niall mencoba menebak balik.

"Iya, konco SMA!" Solihun menepuk-nepuk bahu Niall gemas. "Piye kabare?"

"Menuju kesejahteraan, Hun, do'akan saja!"

"Aku selalu kirim do'a buat kamu, Nur, tapi kamu kayaknya gak pernah." tandas Solihun.

"Kamu masih jualan batagor?" tanya Niall.

"Masih, tapi statusnya beda."

"Status apa? Facebook?" Niall meledak tertawa. "Kamu suka alay dulu, Hun. Lapar update status, mau mandi update status, mau tidur update status, mau berangkat jualan batagor update status. Dasar kutu Brad Pitt!"

"Bukan, Nur."

"Oh, kita pernah video call-an di WC kan?" Solihun mengangguk malu-malu.

"Statusku sekarang menikah, Nur."

Niall terperanjat. "Nikah?"

"Bahkan istriku udah hamil tua." balasnya santai. "Dia katanya mencintaiku apa adanya."

"Iyalah apa adanya, kalau ada apanya kamu nggak bakal jualan batagor lagi." Niall meninju lengan Solihun. "Kok nggak ngundang?"

"Kita kan udah pindah tugas, kamu jualan di SD dan aku jualan di SMP."

"Waduh, pindah tugas segala bahasanya. Kita kan kena razia Satpol PP!" Niall menggeleng-gelengkan kepalanya gemas. Dia masih ingat perjuangannya dulu dengan Solihun.

"Ni, ayo siap-siap!" teriak Harry secara tidak langsung menyuruhnya masuk ke dalam gubuk. Niall berat hati meninggalkan Solihun. "Beberapa menit lagi kita ke Modus!"

"Dadah, Nur sahabatku yang paling unyu sedunia." Solihun melambai-lambaikan tangannya diudara.

"Dadah, Solihun sahabatku yang paling munafik ciyau-ciyau." Niall membalas lambaian tangan Solihun. Harry bergidik geli memandang keduanya.

"Kok munafik?" Solihun memberengut sebal.

"Nama bapakmu kan Munawarah dan Taufik."

"Nggak adil!"

"Ni, ayo!" Harry menarik paksa tangan Niall. Akhirnya Niall dan Solihun berpisah.

Bersambung...

***
Penasaran kan? :v
Btw do'ain aku keterima SNMPTN Sastra Indonesia Unair ya, guys. Please.
Please.
Please.
Aku nggak mau ngerasain kerasnya SBMPTN. Please.
Please.
Please.

Gubuk WandiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang