Kim Seokjin : Eat

6.5K 422 22
                                    

Jika ditanya siapakah Jimin, maka Seokjin akan menjawab,

"Anak babi. "

Adik jarak usia tiga tahun ini memang bertubuh gempal sejak pertama kali mereka berjumpa. Kala itu Jimin nampak seperti bayi dengan pipi bulat, mata sipit, dan rambut hitam mangkoknya. Hampir saja Seokjin berteriak konyol dan menerjangnya sebab ia sungguh gemas dengan visual Jimin.
Sampai sekarang, Jimin tetap menggemaskan sih. Terlebih dengan hobi mereka yang sama, yaitu doyan makan apa saja.

Seokjin sangat mencintai makan, sebagaimana ia mencintai wajahnya sendiri.

Ia tidak begitu peduli tentang diet untuk persiapan debutnya. Ia tidak mau repot mengurangi porsi makannya hanya untuk tampil di panggung dan menari serta menyanyi dengan porsi secuil.

Sejak dulu Seokjin memasang dua wajah. Menurut dan berlagak makan seadanya, semua menu sayur tanpa nasi dan daging sapi atau ayam goreng kesukaannya. Tak ada kue atau puding di pagi hari, atau coklat dan susu manis di waktu senggang.

Namun ia akan berubah menjadi Kim Seokjin yang gila terhadap makanan di malam hari. Ketika semua adik-adiknya tidur, maka saat itulah Seokjin bereksperimen dengan semua makanan di dapur dan memanjakan perutnya. Tidak peduli apakah itu jam dua belas malam atau tiga pagi, Seokjin tetap menelan semuanya. Dengan perasaan senang.

Diantara anggota yang lain, hanya Seokjin yang memiliki kemampuan masak yang baik. Seringkali diledek adik termudanya sendiri dengan panggilan 'ibu' . Namun Seokjin hanya mendengus tertawa kala Jungkook mengejeknya demikian. Siapa juga yang tahan marah dengan wajah sepolos itu, yang jelas bukan Seokjin orangnya.

Dan yang membuatnya semangat memasak tak lain sebab adik-adiknya menyukai masakannya. Mereka tulus menelan masakannya, dan tak lupa untuk selalu mengatakan betapa lezat hasil karyanya itu. Mereka selalu berdecak kagum, dan memberikan acungan jempol tatkala mengecap kesedapan masakan Seokjin. Dan ia selalu terharu.

"Jimin, kau sakit?"

Seokjin yang pertama menyadari. Dan Jimin tersentak di bangkunya.

"Oh? Tidak, hyung."

"Kau hanya mengaduk makananmu," Seokjin mengerutkan dahinya. "Kau harus banyak makan sebab jadwal kita ke depan benar-benar padat. Tubuhmu bisa mudah sakit jika kekurangan asupan nutrisi, walaupun masakanku tidak sesehat itu, sih. Tapi paling tidak, makanlah dengan baik. Lagipula, jika kita sibuk aku tidak akan sering-sering masak untukmu, loh."

"Chim, makanlah yang banyak! Kau semakin kurus, tahu?"

Semua yang ada di meja makan mengiyakan pernyataan Taehyung barusan. Entah mengapa mereka baru sadar kalau Jimin semakin kurus.

Tubuhnya yang paling pendek di grup, dan memang nampak berisi dibanding yang lain. Pipinya yang paling kelihatan, jelas begitu bulat. Sedangkan yang dibicarakan menautkan alisnya setengah heran, meski hati terdalamnya merasa canggung dan tak enak hati. Selalu merasa tidak enak ketika sahabatnya mengkhawatirkannya, sebab menurutnya Jimin tidaklah sebegitu penting.

Dia hanya tersenyum, lembut sekali. "Aku oke, kok. Kalian saja yang berlebihan."

Untaian kata yang Jimin katakan selalu sama, dan reaksi sahabatnya selalu sama. Tersenyum penuh gurat khawatir yang menghantui setiap detik. Jimin memang mengatakan bahwa ia baik-baik saja, entah memang merasa begitu atau hanya menutupinya.

Dia akan kembali mengaduk makanannya tidak minat kemudian makan pelan sekali, bukan tipikal seorang Park Jimin. kemudian menjadi yang pertama bangkit dan mencuci piringnya, lalu pergi ke ruang latihan.

Jika ditanya, maka ia akan beralasan bahwa Guru Song menunggunya. Hari ini pun sama, Jimin selesai paling awal, mencuci piringnya kemudian melangkah ke kamarnya. Keluar dengan pakaian yang sudah diganti, lebih rapi dibanding sebelumnya.

My Dearest, JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang