The Game of My Fate (part 1)

41K 1.6K 65
                                    



Haerim pov

Aku menatap ngeri lelaki paruh baya yang kini tengah berdiri di ambang pintu, ia tidak sendiri melainkan bersama dua orang lelaki berbadan besar lainnya dengan wajah yang tak kalah sangar. Aku masih memakai pakaian putih pucat khas upacara kematian yang biasa orang-orang pakai saat salah satu anggota keluarganya meninggal dunia. Yah... pamanku, satu-satunya orang yang aku miliki di dunia ini, meninggal dunia setelah mengalami kecelakaan karena mengendara dalam keadaan mabuk. Aku dan paman tidak saling berkomunikasi dengan baik karena aku lebih senang menghabiskan waktuku di luar untuk bekerja dan aku juga tidak tahu apa yang dia lakukan untuk melanjutkan hidupnya, kami seperti dua orang asing yang hidup di bawah atap yang sama. Orang tuaku sudah meninggal saat aku duduk di bangku SMA, keduanya meninggal tenggelam di laut saat berkunjung ke rumah paman. Aku masih di bawah umur saat itu, karenanya pamanlah yang memiliki hak asuh atas diriku, satu-satunya anggota keluarga yang masih tersisa.

"Jadi kau gadis manis yang Sangcul bicarakan?"

"Kalian siapa?"

Aku memegang erat tongkat baseball milikku yang mungkin bisa melindungiku.

"Gadis manis, pamanmu memiliki banyak sekali hutang pada kami dan dia mati sebelum melunasi semua hutang itu"

"Aku akan membayarnya"

Tapi kemudian namja itu menyebutkan jumlah hutang yang tidak wajar, bagaimana mungkin paman bisa berhutang sebanyak itu?

"Meskipun kau menjual semua yang kau punya, masih akan belum cukup untuk membayarnya"

"Memangnya apa yang membuat pamanku berhutang sebegitu banyak padamu?"

"Dia menikmati ini..."

Kemudian lelaki itu memperlihatkan sebuah benda berbungkus plastic kecil berisi bubuk berwarna putih. Shit! Aku tidak tahu pamanku menkonsumsi hal semacam itu.

"Kami datang untuk menjemput sesuatu yang bisa setimpal dengan uang sebanyak itu"

Kemudian ia menatapku seolah ia siap menelanku hidup-hidup. Dengan segala kekuatanku, aku menghayunkan tongkat baseball itu padanya dan berhasil mengenai kepalanya. Darah segar mengalir dari dahinya dan aku bersiap untuk lari. Langkahku di hambat oleh dua orang temannya yang berdiri di depan pintu, memegangiku sangat erat.

****

Aku tidak bisa melihat apapun karena penutup mata masih terpasang di kedua mataku. Aku hanya bisa mengumpulkan informasi dari indra pendengaranku. Kedua tanganku diikat dengan sangat kuat dan mulutku tertutup lakban besar memaksa untuk tetap diam. Aku tidak tahu kemana mereka membawaku. Salah satu dari mereka mengangkat tubuhku, aku meronta sangat keras berharap ia akan melepaskan cengkramannya ditubuhku, tapi yang ada ia memukulku memaksa untuk tenang. Aku hanya bisa menangis dalam diam, tidak tahu kemana nasib akan membawaku.

Tubuhku terhempas pada lantai keras yang dingin, badanku terasa remuk saat seluruh tulangku bertemu lantai dan dinding ubin sedingin es. Kemudia seseorang membuka mataku dan aku mulai merangkai situasi yang tengah aku hadapi. Aku tidak tahu pasti aku berada di mana, tapi tempat ini tidak terlalu terang, hanya cahaya remang-remang dari lampu-lampu berwarna kuning tua. Aku bisa melihat beberapa gadis dengan tangan terikat duduk sejajar denganku. Wajah mereka terlihat sangat ketakutan dan sebagian besar mengalami memar. Aku melihat beberapa lelaki sibuk bercengkrama kemudian suara aneh terdengar di kupingku saat suara memekak dari speaker besar di sisi ruangan berhenti bekerja. Aku mencoba mencari tahu sumber suara itu dan mataku membulat sempurna melihat apa yang tengah terjadi di sana.

Lost in a Lust Love [M]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang