Kabut malam masih setia menghantam jalanan dengan ganasnya. Angin sepoi-sepoi menggerakkan hati yang selama ini penuh nestapa. Kerlap-kerlip cahaya bulan masih indah menerawang di cakrawala, umpama cinta yang tak pernah berhenti sekalipun kabut-kabut derita menghantuinya. Dalam segumpal daging itu mempunyai kepercayaan yang teramat kuat. Kesetiaan lebih penting daripada menjauhkan diri dari segumpal daging yang seketika akan hancur berkeping-keping.
Gemuruh ombak tiada henti mengajak bercanda bibir-bibir pantai, menghempaskan segala kepenatannya pada tepian yang sesekali terluka parah sebab hantamannya begitu menggila. Ia tidak pernah berpikir sedikitpun berapa banyak bibir-bibir dan tepian pantai terluka parah akibat ulahnya itu. Ia bercanda dan bermain tidak sesuai aturan yang berlalu. Biarlah, mungkin dia tidak punya rasa atau mungkin rasa yang diberikan Tuhan-nya telah dihancurkannya bersama gulungan-gulungan yang tiada henti ia tepiskan.
Angin sepoi-sepoi membuat jantungku berdegup kencang, hatiku tiada henti menelusuri jalan-jalan yang lembab. Sejenak aku berpikir dalam penantian yang tiada berkesudahan. Menapakkan kaki di tanah desa Sitiris-tiris, sungguh menyenangkan. Meski tidak begitu ramai penduduknya, tapi pantai yang indahnya menggugah pesona bagi siapapun yang melihatnya. Semua orang akan jatuh cinta pandangan pertama bila mendekat menikmati aroma cakrawala yang dihiasi pulau hijau. Sitiris-tiris, itulah nama kampungku. Desa terpencil dan tidak akan pernah kau dapati diperkotaan mana pun. Aku lelaki yang selalu merindukan kampung halamanku, sebulan sekali aku bertekad pulang ke desa ini hanya demi-demi. Ya tentu demi segalanya, terutama demi kepusan bathinku sebab rindu.
Rindu, saat ini kita bicara rindu sejenak. Ingin kuluangkan sedikit waktuku hanya untuk bicara tentang rindu, tentang rasa yang selama ini mencambuki batinku yang tiada henti. Sesekali aku meringis kesakitan sebab rindu telah mengkoyak-koyak hati yang selama ini kurawat. Meski sesekali yang kurawat itu dihancurluluhkan yang namanya cinta. Sejenak kita bicara rindu. Mengukir sajak-sajak di atas batu dan di bawah langit merah yang memuntahkan warna orangenya.
Memang, aku bukanlah lelaki terbaik. Tanpa kau sadari wahai wanita, aku hanyalah lelaki yang bodoh, dan tidak luput dari kesalahan. Aku memang bukan manusia sempurna, oleh sebab itu aku diberikan Allah roh untuk aku hidup, makanya aku manusia. Ya, hanya manusia yang selalu melakukan kesalahan dalam setiap detik, menit, jam, dan hari yang berlalu-lalu.
*** ***
" Bila aku bukan manusia yang sempurna, apakah engkau terlalu enggan berteman denganku? Atau kamu selalu menutup muka dan melarikan diri bila aku mendekat?" pertanyaan itu entah kenapa nenusuk hati nuraniku.
Cinta, kasih sayang, itu selalu kudapati dari orang-orang tercinta. Tapi aku tidak tahu cinta yang mana akan kuberi pada mereka. Banyak wanita yang kucinta tapi tidak cinta, banyak wanita yang kupuja tapi tidak terpuja hatinya, banyak wanita yang kuinginkan tapi hanya satu yang terindah, dan banyak wanita yang kupilih tapi belum ada yang melekat di hati.
Seseorang pencinta wanita, sungguh sangat menyenangkan, hidup indah selalu dipenuhi warna-warni cinta. "Aduhai wanita kau membuat aku setengah gila. Jantungku selalu bertanya tentangmu. Bila kau tidak di sampingku wahai wanita, Jadi apalah aku. Andai saja saat ini kalian ada di sini mungkin hidupku terasa bagai di surga. Duhai wanita aku sangat mencintaimu." ucap Azzar, seseorang yang mabuk wanita. Sementara Wendi sahabat dekatnya masih saja garuk-garuk kepalanya yang tidak gatal melihat tingkah sahabatnya yang sok tampan itu. Ingin rasanya Wendi menumbuk Azzar agar bisa kapok bermain wanita. Tapi sesekali ia berpikir itu tidak akan bisa menyelesaikan masalah. Masalah akan selalu datang silih berganti menapaki waktu.
"Woy, kawan. Kamu kalau mainin hati cewek itu ngak pakai mikir ya, itu otakmu tarok di kepala atau di dengkul? Kamu anggap aja adekmu si Shinta gua jadin boneka, gimana perasaanmu? " ucap sahabatnya memuntahkan kekesalannya melihat Azzar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Izinkan Aku Memilih
Short StoryKabut malam masih setia menghantam jalanan dengan ganasnya. Angin sepoi-sepoi menggerakkan hati yang selama ini penuh nestapa. Kerlap-kerlip cahaya bulan masih indah menerawang di cakrawala, umpama cinta yang tak pernah berhenti sekalipu kabut-kabut...