Dua gadis itu masih saling bertatapan.
"Aku... Aku tunangannya Dio." Nina tertunduk tak sanggup menatap wajah gadis di sampingnya.Rara menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Lagi-lagi petir menyambar hatinya.
"Ayahku dan ayah Dio sudah bersahabat sejak mereka masih bersekolah. Kemudian kita dijodohkan, kita sudah dijodohkan oleh orang tua kita sejak kita berumur 17 tahun. Namun Dio selalu menolak perjodohan ini, sampe akhirnya dia menemukanmu dan mencintaimu. Dia, hanya dia yang menolak perjodohan ini, tapi tidak denganku. Aku mencintai Dio."
Rara menggenggam erat pinggiran sofa, hatinya merasakan sesak lagi. Ia terus terdiam mendengar kenyataan itu.
"Sampai dengan usia kita yang sudah 25 tahun, Dio masih belum bisa mencintaiku." Nina mulai terisak lagi.
"Ayah Dio jatuh sakit, entahlah ini seperti di sinetron saja. Hingga ibunyapun tak sanggup melihat sang suami terus menerus sakit. Ibu Dio memaksa agar Dio bersedia menikah denganku. Perlu kamu ketahui, Dio sangat menyayangi ibunya maka dari itu dengan terpaksa dia menerima perjodohan ini. Aku tau, dia tidak akan bisa mencintaiku, dia hanya bisa mencintaimu. Sakit Ra, sakit. Orang yang aku sayang terang-terangan mengatakan bahwa dia mencintai wanita lain. Aku pikir ini hanya masalah waktu saja, ternyata tidak. Cinta Dio ke kamu benar-benar dia jaga.""Kita bertunangan 6 bulan yang lalu, Dio selalu mengundur pernikahan kita dengan alasan penyakitnya. Padahal aku tau, bukan itu alasan sebenarnya. Dio masih menjaga hati seseorang dan seseorang itu kamu. Sampai akhirnya kondisi Dio semakin lemah, aku yang merawatnya selama ini, tentu saja dengan harapan suatu saat Dio bisa membuka hatinya untukku selama aku merawatnya. Aku selalu menemani saat dia cuci darah, control, bahkan hampir setiap hari aku mendatangi rumahnya, tapi sayang, bukan aku orang yang berada disampingnya saat dia menutup mata untuk selamanya. Sampai dengan tadi, saat-saat terakhir Dio disitu aku sadar cinta gak bisa dipaksa sekalipun aku telah melakukan yang terbaik, sekalipun aku telah mengorbankan hari-hariku untuk merawatnya, tetap saja Dio tidak bisa mencintaiku."
"Mas Dio gak pernah cerita sama aku mbak, mas Dio gak pernah bilang kalo dia dijodohkan, dia gak pernah bilang kalo udah tunangan.""Jangankan hal seperti itu, Dio sakit aja kamu gak tau." Nina acuh menanggapi Rara yang masih terus menangis.
"Aku, mungkin aku emang kurang perhatian sama mas Dio, sampe aku gak tau tentang penyakitnya."
"Kamu kurang peka, bahkan sama orang yang katanya sangat kamu sayangi. Dari awal pertemuan kita, kamu juga gak peka sama kehadiranku." Nina semakin memojokkan Rara, Rara hanya bisa tertunduk, menangis.
"Kita merasakan hal yang sama, kita sama-sama kehilangan orang yang kita sayang. Kamu tau? Aku sempat membencimu!" Sontak Rara mengangkat wajahnya
"Maafin aku mbak, aku emang gak pantes buat mas Dio, maafin aku mas maafin aku."
"Dengan kamu nangis dan minta maaf kaya gini, kamu bisa bikin Dio hidup lagi?"
"Tapi kematian mas Dio bukan karena aku." Kini, giliran Nina yang tertunduk. Iya, semua itu sudah takdirNya. Kematian Dio bukan karena Rara.
"Aku sempat mengintai kalian, bahkan saat kalian berada di kedai es teler itu. Ngeliat kalian ketawa, becanda, bahagia, nyeri hati aku Ra, nyeri." Nina terus terisak
Hening, seketika hening. Keduanya menunduk. Rara mulai mengangkat wajahnya meraih kedua tangan Nina.
"Mbak, terimakasih selama ini mbak Nina berkenan merawat mas Dio. Gak ada kata lain yang bisa aku sampein ke mbak Nina selain kata terimakasih dan kata maaf. Maaf, maafin aku, aku udah ngerebut orang yang mbak sayang." Nina mengangkat wajahnya, menatap lekat Rara.
"Kamu gak pernah merebut Dio, dari awal perjodohan kita, Dio gak cinta dan gak sayang sama aku. Jadi, yang seharusnya minta maaf itu aku. Aku udah menghalangi cinta kalian." Rara menggeleng.
"Gak ada yang salah disini, gak ada mbak! Semua ini udah jadi garis cerita kita, kita harus ikhlas." Mereka saling memeluk, saling menguatkan.
***
Rara masih terisak memeluk boneka yang ia ambil dari lemari itu. Seorang bocah perempuan berusia 5 tahun menghampiri ibunya."Mama kok nangis? Mama sakit? Mama jangan nangis, nanti Dira ikut sedih." Bocah cantik itu menggenggam kedua tangan Rara.
Kedatangan bocah itu menyadarkan Rara dari lamunan dan bayang-bayang masa lalu yang sedari tadi memenuhi pikirannya. Terngiang dengan jelas kisahnya bersama Dio.
"Sini sayang," Rara meletakkan boneka besar berwarna coklat itu disampingnya. Kemudian memangku putrinya.
"Mama gak sakit, mama kangen sama orang yang ngasih boneka ini ke mama."
"Bonekanya bagus ya ma," Dira mengusap bulu-bulu halus boneka itu.
"Kamu suka?"
"Suka banget ma." Dira tersenyum girang.
"Ini buat kamu, kamu jaga dan rawat boneka ini ya." Seulas senyum menghiasi bibir Rara.
"Makasih ma, Dira janji Dira bakal rawat boneka cantik ini. Yaudah Dira mau ke kamar ya ma, mau bobo sama boneka ini." Dira kegirangan menerima boneka pemberian mamanya.
Dira berlalu meninggalkan ibunya, Rara tersenyum memandang kepergian putrinya. Ia berdiri dari dipan yang sedari tadi menjadi tempat duduknya. Ia melangkahkan kakinya menuju jendela, membuka gorden berwarna gold dengan hati-hati. Kini wajahnya menerima pancaran remang sinar rembulan malam itu.
"Kamu lagi ngapain disana? Semoga kamu berada di tempat terbaiknya, aku merindukanmu." Rara memandang jauh ke langit biru. Dirasakannya butiran basah membasahi kedua pipinya.
"Kamu gak marah kan kalo boneka itu aku kasih ke anak aku mas? Kayaknya dia seneng banget tadi." Rara tersenyum pahit. Ia membuka jendela itu.
"Sudah 7 tahun kamu ninggalin orang-orang yang menyayangimu, dari orang tua kamu, Mbak Nina, sampe aku. Tapi percayalah Mas selama 7 tahun ini aku masih menyimpan hatiku untukmu meski aku sudah menikah dengan adik mbak Nina. Dan, oh ya mas tadi itu anak aku, umurnya 5 tahun, namanya Dira. Kamu tau apa artinya? Dira itu Dio Rara. Lihat mas, bahkan aku menyimpan namamu lewat anakku." Rara memejamkan matanya. Menenangkan hatinya. Ia masih sangat mencintai pria yang sudah tiada sejak 7 tahun yang lalu.
"Mas Dio yang tenang ya disana, kita selalu berdoa buat Mas Dio. Kita udah bahagia kok. Iya, kita. Aku dan mbak Nina. Mbak Nina juga udah menemukan pria sebagai pendamping hidupnya." Rara menghembuskan nafas pelan.
"I miss you, and i love you dear." Rara menutup kembali jendelanya rapat-rapat, menarik gorden yang tadi ia sibakkan.
Kemudian berlalu menjauhi jendela tadi, mematikan kembali lampu ruangan sebelum akhirnya Rara menutup rapat-rapat pintu ruangan itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
When You're Gone
RomanceRara, seorang gadis cantik yang telah menjatuhkan hatinya pada pria sederhana. Namun sampai dengan detik ini kedekatan mereka belum mendapat kepastian. Dengan terpaut usia 5 tahun, Dio terlihat seperti seorang kakak yang baik bagi Rara. Dio selalu m...