1

53 8 0
                                    

Aku mengantuk. Sangat.

Ini karena game yang kumainkan semalam, aku jadi begadang. Sial.

Aku kembali menguap. Mataku susah terbuka. Aku benar-benar ingin tidur. Biarkan saja bel masuk sekolah berbunyi, yang penting kantukku hilang.

Aku mengambil tempat di pojokan sebuah perpustakaan sekolah, dan bersandar di sebuah rak buku besar. Perlahan, mataku tertutup dan aku pun terlelap.

"Hei."

"Hei, bangun."

Aku mengerjapkan kedua mata saat sebuah suara membangunkanku. Cih, ini sangat menggangguku.

"Apa?" balasku.

"Sudah jam pulang. Kau mau menginap disini?" ujar seseorang didepanku. Dia berjongkok, dan wajahnya terlihat jelas di mataku. Dia seorang laki-laki.

"Pergilah, aku masih belum ingin pulang." usirku sambil melanjutkan tidurku.

"Baiklah, tapi satu jam lagi aku akan menutup perpustakaan ini." sahutnya.

Aku tidak mempedulikan kata-katanya. Aku hanya menutup mataku dan langsung kembali tertidur.

—————————————————————

Aku terlonjak kaget saat ada sesuatu menyentil dahiku dengan keras. Kubuka mataku, dan aku melihat laki-laki tadi ada di depanku lagi. Sialan dia.

"Apa lagi, hah?" tanyaku ketus.

"Aku mau pulang." sahutnya.

"Lalu, apa hubungannya denganku?"

"Kau mau kutinggal sendiri disini? Pintunya mau kukunci." serunya datar.

Aku memberengut kesal. "Baiklah, aku juga mau pulang."

"Kau tadi bolos pelajaran, ya?" tanyanya pelan saat aku berada di depan pintu.

Aku menghentikan langkahku, dan kembali berbalik ke arahnya. "Kenapa ingin tahu?"

"Tidak, lupakan."

"Terserah. Orang aneh," gumamku.

"Sikapmu itu bahkan tidak seperti seorang gadis."

Kata-kata yang baru saja keluar dari mulutnya membuat jantungku tertohok sakit. Sebenarnya, siapa orang gila ini?

"Apa maumu?" tanyaku kemudian.

Dia menatap mataku intens. "Ucapan terima kasih,"

"Hah?"

"Aku sudah membangunkanmu, jadi ucapkanlah terima kasih."

Oke, aku rasa dia ini autis. Haruskah aku berterima kasih pada hal kecil seperti itu?

"Ya, terima kasih."

Sial, aku mengatakannya.

Aku melihatnya tersenyum tipis, kemudian ia berjalan lurus mendahuluiku. "Ayo," ajaknya.

"Kau mau membawaku kemana?"

"Kenapa masih bertanya? Aku akan mengantarmu pulang. Sekarang sudah pukul tujuh malam."

Aku terdian mencerna kata-katanya. Tujuh malam? Bukannya aku tadi terbangun saat pulang sekolah? Bukankah dia membangunkanku satu jam kemudian?

"Apa—"

Little Feeling with IntrovertTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang