Krek!!
Aku meringis mendengar gesekan kaki kursi yang beradu dengan lantai. Tatapanku tertuju ke penjuru perpustakaan, takut mahasiswa lain terganggu dengan suara yang aku timbulkan.
"Huh."
Helaan napas keluar dari bibirku saat mendapati tak ada mahasiswa yang menoleh ke arahku, mungkin karena mereka sibuk dengan bacaan mereka.
Aku meletakkan buku perencanaan yang tadi kuambil di rak lalu duduk dan mulai membuka buku itu. Sore ini aku ke perpustakaan untuk merangkum teori perencanaan, tugas dari dosenku.
Oh ya aku kuliah di tempat kak Scarla dan kak Avram dulu. Aku bisa kuliah karena bantuan dari kak Scarla, kak Avram dan tentu saja mama Verny. Karena bantuan mereka aku harus lebih giat agar tak mengecewakan mereka.
Suatu saat nanti aku dan kak Scarla ingin berbisnis kuliner. Kami ingin mendapat penghasilan sendiri, meski kak Scarla telah dibiayai kak Avram. Sejak kak Scarla hamil, dia berhenti bekerja. Saat itulah kak Scarla kursus memasak dan nyatanya masakan kakakku sangat enak, membuatku berinisiatif membuka rumah makan.
Selain itu aku juga ingin hidup mandiri. Sudah cukup aku merepotkan mama Verny, kak Avram dan tentu saja kak Scarla. Kalian tahu perjuangan kak Scarla menyembuhkanku? Aku banyak menyusahkan dan aku punya cita-cita untuk membahagiakan kak Scarla, biarkan bahagiaku urusan belakangan.
"Hai, lama ya kita nggak ketemu."
Fokusku terpecah mendengar suara yang sepertinya ditujukan untukku. Aku meletakkan bulpoint di atas meja lantas mendongak menatap gadis yang mendekatiku. Tubuhku tersentak melihat gadis yang empat tahun ini tak pernah muncul.
"Lo kaget ketemu gue?"
Aku mengangguk, tak menutupi kekagetanku ke Flo. Aku memajukan tubuhku dan mengulurkan tanganku.
"Hai. Gimana kabarmu?"
Flo menatap tanganku lalu mengalihkan tatapannya. Refleks aku menjauhkan tanganku dari arah Flo. Aku sadar, dia tak mau menjabat tanganku. Siapalah aku yang dulu hanya siswa biasa sedangkan Flo siswa hits dan kaya.
"Berani muncul juga lo setelah bunuh Ahmar."
Mataku membulat mendengar tuduhan. Membunuh Ahmar? Aku menggeleng tegas. "Aku nggak bunuh Ahmar, Flo," protesku.
"Tapi gara-gara lo Ahmar pulang terus kecelakaan."
Seketika aku menunduk. Memang aku meminta Ahmar agar mengantarkan pulang hingga kecelakaan itu terjadi. Berarti aku pembunuh? Mataku berkaca-kaca terkadang aku juga menganggap diriku seperti itu.
"Kenapa diem? Bener kan apa yang gue omongin? Kalau Ahmar nggak pacaran sama lo pasti Ahmar masih hidup," bisik Flo tajam.
Aku menghapus air mata yang lolos dari sudut mataku. Tatapanku tertuju ke Flo, raut wajahnya terlihat memerah. "Maaf."
"Maaf lo nggak bikin Ahmar balik lagi."
Setelah mengucapkan itu Flo beranjak dan pergi begitu saja. Tatapanku tertuju ke kepergian gadis itu. Masih jelas dalam ingatan saat Flo mendekati Ahmar. Aku mengira Ahmar akan berpacaran dengan Flo. Nyatanya Ahmar memilihku, gadis biasa saja. Hal itu membuat Flo membenciku, hingga saat ini.
Aku menarik napas panjang dan mengembuskan napas pelan. Aku tak marah Flo membenciku. Itu haknya dan aku tak bisa melarang.
Setelah diriku sedikit tenang, aku kembali melanjutkan mencatat. Namun, belum satu kalimat aku mencatat, ucapan Flo terngiang di telingaku.
Lo bunuh Ahmar.
Lo bunuh Ahmar.
Aku menggeleng, mencoba melupakan ucapan Flo. Sebelumnya aku berhasil melupakan pikiran itu. Namun, sekarang perasaan bersalah itu muncul lagi setelah ucapan Flo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterglow
Художественная проза[TERSEDIA DI DREAME] Rutinitas Zahya setiap sore adalah duduk di taman komplek di sebuah bangku kayu yang telah usang sambil mendengarkan musik. Usai mengenang pujaan hatinya dengan sebuah lagu, Zahya akan menatap cahaya kemerahan di langit senja. D...