Nayla

203 31 80
                                    

Terbitnya mentari tak membuat Domi bangun, masih saja bergelung selimut dengan mimpi carut-marut. Mungkin luka di hatilah penyebab mimpi buruk di tidur paginya itu. Teriak-teriak marah, sesenggukan menangis di atas kasur seperti orang gila saja.

"Nayla!!! Hhhh ...." sekonyong-konyong pemuda itu terbangun, mata melotot. Mimpi itu seperti nyata, dan memang nyata kalau kekasih pergi ke alam lain.

"Ah!" Domi menjambak rambut kuat. "Sialan!"

Tok, tok, tok! ketukan di pintu membuat sadar. "Mi, udah bangun lu? Kita kan mau hiking nih?"

"Ah, iya." Domi baru ingat ada jadwal hiking. "Woke, Yan. Masuk aja, gue mau mandi."

Selepas kurang lebih dua puluh menitan mandi, makan, dan mempersiapkan perlengkapan, Domi dan Royan segera berkumpul dengan kawan-kawan di sebuah warung pinggir jalan.

"Jadi, rencana kita kemana, nih Bro?"

"Lu enggak dengerin, Dom? Kemarin kan kita mau ke Palanglarang."

"Aish ... maaf Bri, gue lagi ... ya, lu tahulah. Hehe," cengengesan menutupi ketidak fokusan. "Jadi bagaimana itu gambaran tempatnya?"

"Lu enggak dengerin lagi, kemarin? Ck, ck, ck ...." Briana menggeleng tidak percaya. Domi yang terkenal cerdas entah kemana sekarang otaknya. "Pokoknya Palanglarang itu angker, tidak terjamah manusia, banyak bukit. Emhh ... ada danau juga."

"Ehm, gue suka yang enggak terjamah, apalagi bukitnya mulus. Hehehe."

Buk! Briana menimpuk kepala Domi.

"Aw! Kenapa, sih?"

"Mesum, luuu ...!"

Tingkah kedua orang itu membuat keempat lainnya tertawa. Ada-ada saja. Setelah pertemuan dirasa cukup, perlengkapan tidak ada yang tertinggal. Domi dan kawan-kawannya pun langsung bersegera.

"Meskipun kami anak-anak nakal. Tapi kami pun berhak memohon pertolongan-Mu ya Tuhan. Selamatkan kami, dan jadikanlah manfaat perjalanan ini. Aamiin."

"Aamiin," koor teman-temannya menandai keberangkatan.

Palanglarang adalah hutan yang menurut warga Gobiy tempat mitos, tidak ada, dan hanya menjadi buah bibir turun temurun saja. Baru satu bulan ada kabar menggemparkan, bahwa telah ditemukan sebuah hutan belantara di sisi timur negara Gobiy. Uniknya entah kebetulan apa bukan, ciri-ciri hutan itu sama persis dengan cerita masyarakat selama ini. Itulah yang menjadikan Domi dan kawan-kawannya penasaran, jiwa petualang mereka tertantang.

Matahari sudah di tengah langit, bayang-bayang menyatu dengan objek yang dibayanginya ketika mereka baru seperempat perjalanan. Dengan bercucuran peluh Domi menyuruh berhenti.

"Kita istirahat dulu di sana." Domi membawa regu ke sebuah pohon besar. "Yang mau sholat, sholat aja. Gue juga mau sholat."

"Tumben lu." Briana menyindir.

"Lah, malulah sama Tuhan. Masa kita minta mulu sedang hak-Nya sering kita tinggalin."

"Amazing ...!" Briana memandang Domi tersenyum, sesungguhnya bukan kata-kata yang membuat Briana terpukau, tapi senyuman pemuda konyol itu.

PalanglarangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang