Waktu sudah tengah malam, keadaan Palanglarang di luar bukit semakin hening ditambah gonggongan serigala, suara elang malam, dan desisan binatang melata di balik semak dekat rawa membuat kesan angker semakin menjadi.
Sesosok tubuh telentang di sebuah ruang temaram, suara-suara di luar itu membuatnya siuman. Jari-jari bergerak perlahan, lalu mencoba membuka kelopak yang terasa berat.
Di mana aku? pikir Royan sambil bangun perlahan, memegang belakang kepala yang masih terasa sakit. Ia mencoba mengingat yang terjadi tadi.
Di kepung prajurit di lorong gelap, seseorang mendorongnya hingga menempel ke dinding. Tangan Royan berusaha menopang badan, tapi tiba-tiba telapak tangan menyentuh suatu benda seperti batu halus. Namun telapak tangan tiba-tiba terasa panas, dan sekonyong-konyong dinding lorong itu menyedot tubuh kuat.
Seketika badan terlempar masuk ke dalam sebuah pipa besar, licin, bergerak sampai akhirnya jatuh di tempat ini. Kepala membentur keras ke tanah hingga Royan pinsan. Selain itu dia tidak ingat apa-apa lagi.
"Briana!? Di mana mereka?" kesadaran menyentak benak, Royan mencoba berjalan mengawasi sekeliling.
Sepi. Ruangan ini dipenuhi jaring laba-laba, tumpukan kayu, meja dan kursi usang. Meski tidak ada lampu tapi ada sinar yang membuat ruangan sedikit terang.
Royan bergerak menuju sumber sinar dengan hati-hati, mencoba melihat teliti setiap ruangan yang dilalui.
"Ah!" kagetnya begitu mencapai ruangan besar dan ads enam lukisan usang di dinding. "Tempat apa ini?"
Penasaran, tangan Royan meraba lukisan satu-satu, ada yang abstrak, seorang wanita, lelaki yang tengah membelai kucing, pria sedang menulis, pemuda lagi tertawa, dan ... deg!
Wajah orang di lukisan terakhir hampir mirip dengannya, sedang menggenggam benda bulat bersinar. Hati-hati ia membelai gambar wajah, turun ke pundak, lengan, dan berakhir di benda bundar. Tiba-tiba telapak tangan terasa panas, Royan hendak menariknya tapi tidak bisa.
"Akh!" Royan kaget bukan kepalang. Dalam kulit telapak tangannya tanpa diduga seperti ada benda pipih bulat hendak keluar menyerupai uang logam tapi sangat tipis. Benda itulah yang membikin tangannya panas.
Krek! Lukisan itu berputar 180 derajat seiring tangan Royan terlepas. Kaget, ia mundur ke belakang. Kuda-kuda siap sedia menghadapi segala kemungkinan yang bisa saja datang tiba-tiba. Namun setelah menunggu lama tidak berlangsung apa-apa kecuali dinding di hadapan terbuka.
Dari balik dinding terlihat ada cercahan sinar serta harum parfum menguar. Pelan-pelan Royan berjalan, bola mata tidak henti bergulir wasapada. Semakin dalam ruangan itu semakin mengecil menyerupai lubang goa. Adrenalin Royan benar-benar dibuat berpacu.
"Masya Alloh!" Royan melongo begitu keluar dari lorong sempit tersebut. Sebuah kamar besar, rapi, seperti baru ditinggalkan pemiliknya.
Royan berkelililing, tidak henti ia berdecak kagum. Kamar ini benar-benar mewah, lupalah akan keanehan yang baru terjadi di tangannya.
Slap! Sekonyong-konyong telapak tangan Royan menyala, benda pipih di dalamnya bersinar. Royan kaget, tangan kanan pemuda itu tiba-tiba terangkat begitu saja. Ada sebuah gelombang seakan menuntun kuat hingga ia terpaksa berjalan mengikuti.
"Selamat datang, Tuan. Bertepuklah! Debu 'kan terbang menjadi awan."
***
Lagi drop, semangat down.
Ada yang nanya?
#Plok 😁

KAMU SEDANG MEMBACA
Palanglarang
AdventureDomi, Briana, Royan, Iki, Rama, dan Sandi hendak berpetualang ke sebuah tempat mitos yang baru ditemukan. Tapi ternyata kedatangan mereka memang dinantikan oleh penghuni Palanglarang. Bagaimana kelanjutannya? Fiksi Slow update