"Apa maksud mereka sebenarnya?" Dengan dongkol Iki bersandar di dinding goa, mengusap muka gelisah.
Semua terdiam. Brianna melamun memikirkan nasib Royan, bagaimana mungkin Sang Kakak bisa-bisanya lolos dari kepungan. Ketidakhadiran Royan bukan membuat senang, malah bimbang semakin meradang. Sandi memeluk lutut, sesekali mengaruk tenguk, gugup begitu tegap menekuk. Domi apa tah lagi, meringis pilu merasai perih hati dan luka badan. Hening, cericit tikus saja terdengar nyaring disertai dengusan napas lima pemuda naas itu, menimbulkan ritme yang membuat ketegangan mengaduk-aduk tanpa welas.
Hanya Rama tetap berjuang, meraba semua dinding mencari kejanggalan.
"Aww ...." Tiba-tiba seseorang berjerit, Rama berjingkat kaget begitu pun yang lain, bahkan Domi pun terbangun. Jeritan itu bukan dari kerongkongan mereka.
"Hoam ... siapa yang mengganggu tidurku?" Orang misterius itu menguap. "Apakah ada penghuni baru? Haha, selamat datang ... selamat datang."
Empat pemuda bergedik ngeri, apalagi suara besar itu mengingatkan akan panglima di Palanglarang. Bergetar Rama bertanya, "S ... siapa anda?"
"Haha, harusnya aku yang bertanya. Tapi tak apalah. Haha." Sungguh pun tidak ada yang lucu, orang misterius itu tertawa saja, dan ini sangat menakutkan.
"Bila mau mengenaliku, sebaiknya tadi sebelum kesini kau memakai sepatu kanan Si Rustum, heheh." Pernyataan itu sedikit membuat pertanyaan di benak Rama terjawab. Rupanya lorong-lorong menggunakan sensor.
"Aku Adicita." Orang itu memperkenalkan diri. "Saudara kandung Si Rustum keparat. Dia benar-benar durhaka! Mengkhinati saudara bahkan rela membunuh orang tua demi tahta. Setan raja tua itu harus mati, dia musuh bumi dan langit, anjing keparat!" Seperti bendungan bobol, Adicita mengumpat lantang membeludakkan beban yang sudah lama dipendam.
"Ah! Kalau saja aku tidak memberikan peta pusaka Raja Gobiy kepada Sutarman sedeng itu, tentu Palanglarang ini tetap aman tanpa kelaliman. Kukira dia orang baik-baik, ternyata iblis bermulut dewa. Kupret! Sialan!"
Empat pemuda terdiam mendengarkan luap kekesalan dari Orang yang baru dikenal. Ketegangan sedikit berkurang.
"Bagaimana kalian bisa ke sini?" Setelah merasa puas mengumpat, Adicita bertanya juga.
"Kk ... ami sebenarnya hanya mahasiswa yang suka berpetualang saja, Pak, eh Om." Briana dengan hati-hati menjawab.
"Haha. Om. Panggil aku Om. Heheh," mendengar kegugupan lawan bicara, Adicita terkekeh akrab melenturkan keadaan. "Kau wanita?"
"Iyya, Om. Saya Briana, kami berenam. Tapi, Kakak saya, Royan terpisah saat dikepung, tinggal Rama, Sandi, Iki, dan Domi terluka setelah bertarung dengan panglima Rustum."
"Oke, oke ... yang nyolok lubang hidung saya tadi siapa?"
"Say ... saya, Om." Rama menjawab.
"Hahah, kau mencari jalan keluar goa ini bukan? Heheh. Goa ini luas, banyak lorong, bahkan ada terowongan ke pusat kota Gobiy. Tapi sesudah Sutarman Si Raja tua menguasai Palanglarang, dia melalukan banyak perubahan. Termasuk menutup lorong-lorang goa. Darimana kalian tahu tempat ini?"
"Palanglarang sekarang bukan mitos lagi, Om. Meski tidak banyak yang mempercayai, tapi di kota sudah tersebar berita tentang nyatanya tempat ini. Khususnya di kalangan arkeolog. Kami mendapat peta dan panduan jalan dari profesor." Iki yang sudah bisa menguasai diri menjawab.
"Siapa?"
"Tarkan. Profesor Tarkan."
"Tarkan?" teriak Adicita membuat keempat pemuda itu kaget. "Bajingan Sutarman benar-benar berambisi menguasai Gobiy. Kita harus berusaha me ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Palanglarang
AdventureDomi, Briana, Royan, Iki, Rama, dan Sandi hendak berpetualang ke sebuah tempat mitos yang baru ditemukan. Tapi ternyata kedatangan mereka memang dinantikan oleh penghuni Palanglarang. Bagaimana kelanjutannya? Fiksi Slow update