5. Cheating?

14.8K 3.3K 276
                                    

Ketika hati mulai meragu kepadamu,

ke mana lagi aku akan mengampu?

***

Gue akhirnya jadi jalan dan nonton sama Mas Rillo kemarin, pulangnya kami juga makan bareng dan dia baru antar gue pulang saat larut. Selama gue bersama dia gue benar-benar merasa nyaman dan nggak memikirkan hal lain. Dia pandai membawa suasana yang bikin gue nggak bosan. Dan gue paling suka dengan senyumannya yang meneduhkan.

Melihat dia tersenyum entah kenapa ada yang bergejolak di perut gue. Hal yang gak pernah gue rasakan saat bersama Kak Kavin. Hal itu membuat gue merasa aneh.

"Sendirian aja," tegur Bagas sambil mencomot kentang goreng yang gue makan di kantin kampus. Setelahnya Bagas juga minum minuman gue tanpa tahu malu. Aduh, untung temen.

Gue hanya bisa berdecak pelan dengan kelakuan Bagas yang suka menyerobot makanan dan minuman milik gue tanpa permisi.

"Cowok lo mana? Kok akhir-akhir ini gak nempel lo berdua?"

"Lo lupa kalo gue emang jarang nempel sama Kak Kavin?" ucap gue setengah menyindir. Sementara Bagas cuma cengar-cengir.

"Lurus banget sih lo berdua kayak jalan tol. Mending kayak si Nat sama Fikar, semua udah dilibas abis."

Ya, sepertinya hubungan Fikar dengan Zenata sudah sampai another level as friends with benefits. Dan sepertinya Bagas mengetahui sesuatu. Namun gue memilih untuk tidak mencari tau lebih lanjut, menunggu Zenata yang menceritakan sendiri.

"Lo tau gue gimana Gas," jawab gue.

"Iya Nyai tau banget gue lo gimana," jawab Bagas yang kembali merecoki kentang goreng di piring gue.

Gue mengerti bahwa hubungan gue dengan Kavin sudah sampai ke tahap lanjut dan cukup serius, tapi kami tidak pernah melakukan hal yang melampaui batas. Gue adalah orang yang cukup konservatif untuk mempertahankan kehormatan hingga saatnya tiba. Kelak gue ingin suami gue yang akan menyentuh gue untuk pertama kali. Sedangkan sekarang Kavindra masih berstatus sebagai calon.

"Lo kemaren nonton ya?" tanya Bagas tiba-tiba yang membuat senyum di muka gue hilang seketika.

Mampus gue, ketahuan dong?

"Lo ngeliat gue?" tanya gue salah tingkah.

Bagas tersenyum. Ia lalu menyeruput lemon tea gue sebelum menggeleng dan ngomong, "Gue ngeliat Kavin di depan toilet cewek bioskop kemarin. Pasti sama lo kan? Gue ama Khalil tadinya mau nimbrung. Tapi males kalau lo ngamuk. Jadi nggak jadi kita tegur deh."

Ucapan Bagas membuat gue terpaku. Kavin ada di depan toilet cewek di bioskop kemarin?

Pikiran yang pertama kali terlintas di benak adalah dengan siapa Kavin ke sana. Kenapa ia bisa menonton dengan orang itu sedangkan menghubungi gue saja jarang. Gue mulai memegang cincin yang melingkar di jari manis dengan gelisah.

"Gebetan Khalil pakai ada acara segala sih kemarin, padahal dia udah beli tiket, jadi kayak gay kan gue jalan berdua sama dia. Untung gratis." Bagas melanjutkan ceritanya.

Gue pasti akan merespon dengan berlebihan dan mengatai kejomloan Bagas saat ini kalau saja gue tidak tau fakta bahwa Kak Kavin kemarin nonton bersama orang lain.

"Kok diem?" tanya Bagas kebingungan saat melihat gue yang tidak merespon dia seperti biasanya.

"Lo nonton dimana Gas?"

"Di Puri Git, kenapa emang?" tanya Bagas.

Gue emang nonton juga, tapi bukan di Puri, tapi di Daan Mogot mall. Dan gue sama Mas Rillo, bukan sama Kak Kavin.

Jalan TolTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang