"Ivy!". Aku berdehem pelan lalu menoleh kearah Stevan. Senyuman dibibirnya mengembang. Iyah! Itu adalah hal yang paling aku sukai dari sahabatku itu.
"Lo masih ingat gak?" aku terdiam dan mulai kelihatan bingung mendengar pertanyaannya. Sambil mengernyitkan dahi kulihat raut wajah Stevan yang tadi antusias kini berubah menjadi masam.
"Lo lupa yah?" ujarnya sambil membuang pandangannya jauh. Tapi aku masih saja belum mengerti apa yang dimaksud olehnya . "Lo lupa janji kita!" kini nada suaranya menjadi datar. DEG! rasanya aku adalah manusia bodoh yang kurang peka terhadap sahabatku sendiri.
Tangan mungilku bergerak refleks dan menyentuh permukaan pipinya yang halus . Entah mengapa timbul rasa bersalah dalam diriku saat itu. "Dengar gue Stev" kini mataku dan Stevan beradu pandang. "sampai kapan pun gue bakal selalu ingat sama janji kita" lanjutku. Mata hazelku terus menatap wajah nya yang begitu mempesona. Yah, Stevan memang memiliki wajah yang diidamkan oleh semua gadis. Perfect! . Hanya itu kalimat yang mampu mendeskripsikan ciptaan Tuhan yang satu ini. Orang bilang gak ada manusia yang sempurna didunia ini, tapi menurutku dia berbeda bahkan sangat berbeda.
Aku terdiam dan menghela nafas seketika. Rasanya tiba-tiba dadaku sesak, ketika hati dan pikiranku kembali mengingat sosok papa dan mama atau bahkan orang-orang yang pernah singgah dihatiku. Mereka semua pergi. Sedangkan Stevan? Selalu mengingatku, mengapa mereka semua tidak bisa sepertinya? Apa aku layak dicintai atau disayangi? Itu adalah pertanyaan yang selalu hadir dipikiranku. "Apa lo juga bakal ninggalin gue Stev?" tanyaku secara spontan. Pemuda yang daritadi fokus dengan gadget nya kini menatapku tajam . "Maksud lo?" tanyanya dengan sangat antusias.
Aku menghela nafas kasar . Menatap sekelilingku dengan pandangan kosong. Entah apa yang kupikirkan . "Lo dengerin gue gak sih vy?" suaranya kini bergema memenuhi telingaku bahkan menembus alam bawah sadarku dan aku terbangun dari lamunanku.
"Semuanya pergi! Semuanya pergi! Karna semuanya pergi ninggalin gue. Dulu gue sering dengar orang yang frustasi bilang "aku ingin mati! Aku ingin mati!" dan sekarang gue ngerti arti dari semua itu". Aku berbicara secara spontan dan segera menghentikan kalimatku . Mataku mulai berkaca-kaca. Aku menghela nafas dan mencoba menahan semua. "Pleasee, jangan jatuh! Gue gak lemah!" batinku.
Stevan mengernyitkan dahi dan mengacak rambut frustasi "Menurut lo artinya apa? Gue makin gak ngerti deh"
"Artinya kenapa gue dilahirkan didunia ini? Kalau semuanya bakal datang dan pergi sesuka hati mereka. Mulai dari mama, papa, bang Sam, atau mungkin selanjutnya elo stev?" kini mataku menatap tajam kearahnya, seolah menyelidiki.
Stevan menunjuk dirinya sendiri. "Gu.. Gue ? Vy dengerin gue --!" Aku segera meletakkan jari telunjukku dibibir tipis stevan. Aku benar-benar tidak ingin mendengarkannya, aku benar-benar tidak ingin memberi kesempatan baginya untuk bicara sepatah katapun.
Setelah yakin Stevan diam, aku segera membuang pandanganku jauh. "Gue sendiri Stev. Sekarang gue cuma punya elo! Orang-orang yang benar-benar gue butuhkan hilang satu persatu . Mereka lebih mentingin pekerjaan daripada gue. Gue benci kehidupan gue and i hate my self stev! Gue takut kalau suatu hari lo juga bakal ngelakuin hal yang sama" Aku setengah berteriak, nada bicaraku berubah jadi tinggi. Dua bening jatuh tanpa permisi. Aku membiarkannya jatuh, aku membiarkannya mengalir deras! Aku benar-benar ingin melampiaskan semua.
Stevan menarik lenganku dan membiarkanku jatuh ke pelukannya. Aku menangis terisak di dada bidangnya. Nyaman. Rasanya sangat nyaman. "Menangis sepuasnya vy!" ujarnya dengan nada lembut. Tangan kekarnya mengelus rambutku dengan penuh Kasih sayang . Dia mencium pucuk kepalaku. Hangat. Aku tenang sejenak.
Dia semakin memelukku erat, sangat erat. Aku membalas pelukannya dan menangis sejadi-jadinya . "Andaikan yang memelukku mama atau papa atau mungkin bang sam. Mungkin aku sangat bahagia!" batinku. MIMPI. Aku tersenyum kecut mengingat khayalanku.
"Dengarin gue vy --" ujarnya dengan nada lembut. Perlahan ia melepaskan pelukannya dan memegang daguku. Menatap mataku . "Gue bakal selalu ada buat lo. Kalau lo ada masalah, Kasih tau ke gue. Kita hadapi bareng-bareng!" seketika ia mengecup pelan keningku. Mataku terpejam , sejenak merasakan kehangatan yang diberikannya.
Aku melemparkan senyum. "Thank you upill!" Kini suaraku parau, mungkin karena kebanyakan nangis. Lalu aku mengacak pelan rambutnya dengan sangat antusias.
"You're welcome kutu!" ujarnya dengan nada mengejek. Kedua tangan jahilnya mulai mencubit pipiku pelan. "Gue senang deh ngeliat elo senyum". Ujarnya sambil mengacak rambutku.
"Eh, tapi elo tetap cantik yah kalau nangis kayak tadi!" Tawa stevan meledak seketika . Dia beranjak dari bangku dan segera berlari.
Aku beranjak dan mengejarnya . "Stevan upill!! Sini lo --" teriakku .
"Gak mau!" ujarnya sambil menjulurkan lidahnya .
"Upillllll --" teriakanku menggema keseluruh sisi Taman. Orang-orang yang lewat memperhatikan kami. Ada yang ikut tersenyum bahkan ada juga yang mencemohkan.
I dont care lah . Yang penting aku bahagia. Mungkin semua orang berpikiran kalau kami adalah dua insan yang sedang dimabuk Cinta . Haha tapi itu hanya ekspetasi. Realitanya adalah kami sahabatan dan mungkin selamanya sahabatan. Dia orang terbaik yang aku punya.
Agama bilang dalam keadaan apapun baik itu bahagia, sedih atau hal tersulit sekalipun kita harus tetap bersyukur . Dan sekarang aku mengerti bahwa aku masih layak bahagia karena aku masih punya sahabat yang selalu ada buat ku.
--------------------------------------------------------
Jangan lupa tinggalin jejak dengan cara vote dan coment.
Vote dari kalian sangat berarti buat semangat menulisku.
Ini bukan cerita pertama, tapi bahkan cerita yang kesekian. Tapi selalu dihapus, karena pengen buat yang baik. Hehe
Makasih makasih makasih, happy reading yahh ❤❤❤❤❤❤
KAMU SEDANG MEMBACA
LONELINESS
FanfictionLuka itu ada bahkan sangat nyata dan membekas. Dimulai ketika aku harus merasa kehilangan dan terpuruk dalam kesendirian saat harus menerima kenyataan bahwa perlahan semuanya akan pergi . Dan aku hanya sendiri dalam kegelapan ini.