Koalisi.

15 1 0
                                    

Aku masih mengingat hari itu, hari dimana aku pertama kali bicara dengan dia.

Selagi aku di mobil menuju kelas MC di Gatot Subroto (Gatsu), yang ada di pikiranku benar - benar hanya satu hal, yaitu apakah aku lolos ke babak selanjutnya atau tidak.

Aku sudah benar - benar bekerja keras untuk lomba itu. Hampir setiap hari aku tidur jam 2 subuh untuk latihan piano dan menyempurnakan aransemen - aransemen yang masi belum sempurna sambil ditemani Michael. Jadi, wajarlah buat aku untuk berharap untuk lolos. Belum lagi, guru pianoku tidak berharap banyak denganku lolos ke babak selanjutnya, karena aku masih anak baru.

Aku sebenarnya sudah memikirkan apa yang aku lakukan selanjutnya jika aku lolos seleksi. Nanti di babak kedua, kami harus memainkan lagu kami sendiri, orisinil, dan genrenya tidak ditentukan sama sekali.

Sebenarnya, aku berharap bisa untung karena kategori babak kedua itu, karena sudah ada banyak lagu yang aku buat. Hanya tinggal memperbaiki lagu - lagu itu sampai siap ditampilkan.

Saat aku sampai di MCku, jujur aku gugup. Luar biasa gugup. Aku takut kalau aku tidak lolos, dan semua orang itu benar, bahwa aku cuma anak baru yang menghayal bisa lolos dan pergi ke Jepang menampilkan laguku itu. Aku terlalu 'ambisius', jika ingin dikatakan dengan sopan.

Aku sudah bekerja sangat keras supaya bisa lolos, untuk membuktikan ke semua orang kalau mereka itu salah. Kalau aku itu bisa lolos, meskipun aku anak baru. Aku tidak mau diremehkan lagi.

Tapi, aku takut untuk masuk ke dalam dan melihat hasilnya. Aku hanya berdiri disana, memegang gagang pintu. Aku tidak berani menghadapi kenyataan kalau aku tidak lolos.

Disaat itu, aku adalah gedung.

Lalu tiba - tiba, pintunya terbuka dari dalam.

Sabina.

Dia keluar dari dalam kelas dan dia menatapku untuk sesaat, lalu dia langsung jalan melewatiku.

Sabina adalah teman audisiku saat aku mau masuk ke MC. Tapi, sekarang kita dimasukan ke kelas yang berbeda. Kemarin aku melihat dia tampil.

Aku terkejut melihatnya pergi melewatiku begitu saja. Meskipun cuma sesaat dia melewatiku, itu cukup buatku untuk melihat matanya yang sembab dan berkaca - kaca, serta pipinya yang merah.

Aku rasa, dia tidak lolos ke babak selanjutnya. Mungkin menurut kamu, seseorang yang nangis hanya karena tidak lolos ke babak selanjutnya itu berlebihan. Tapi kamu perlu tahu, kalau di sini, semuanya seperti itu.

Semua orang disini rela mengorbankan waktu tidurnya, bahkan sudah tidak mengutamakan sekolah lagi, hanya untuk pergi ke MC hingga larut malam, untuk menyempurnakan sebuah lagu ciptaan, atau mengaransemen lagu. Lalu, saat ada lomba, mereka semua akan mati - matian latihan dan lembur di MC. Makanya, kalau kamu tidak lolos, banyak yang reaksinya.. gimana ya... "agak berlebihan"

Bahkan ada yang menangis, cutting, tidak mau makan, dan lainnya.

Aku tau, kamu pasti pikir kalau itu semua berlebihan. Tapi bayangkan saja, kadang kalau kamu lolos ke babak selanjutnya, kamu bisa pergi ke Jepang, Australia, Jerman, dan negara - negara lainnya untuk menampilkan lagumu. Kamu bisa mendapatkan beasiswa, atau bahkan rekaman.

Kalau kamu lolos dari sebuah seleksi, hal itu bisa mengubah hidupmu, seperti hal itu mengubah hidupku.

Aku akhirnya memberanikan diri untuk membuka pintu MC dan masuk ke lobby, menuju papan pengumuman. Di situ aku melihat hasil dari lomba kemarin.

-------------------------------------------------------
THE RESULTS OF THE ORIGINAL MUSIC CREATIONS COMPETITION (PHASE 1)

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: Jan 17, 2017 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

The Brightest NightsWhere stories live. Discover now