Sepucuk Surat (2)

44 4 0
                                    

Aku kemarin menunggu kamu di Kafe Tory, tapi kamu nggak datang. Boleh nggak hari ini kutunggu kamu lagi di waktu dan tempat yang sama?
Temui aku ya..

Ttd
Pangeranmu

Ini pagi kedua aku menemukan hal yang sama. Surat ini terselip begitu saja di lokerku.

Aku heran. Apa ini benar-benar sengaja ditujukan untukku? Lalu siapa pangeran yang mengirimnya?
Ups, kenapa aku kini ikut menyebutnya pangeran?
Padahal aku sangat yakin kalau dia hanya mengerjaiku.

Aku takkan terkecoh dengan guyonan kaleng macam ini.

Eh, tunggu.

Kalau nggak salah, Kafe Tory itu yang ada di belakang kantorku kan?

Ah, kudengar disana cokelat panasnya nikmat sekali. Hmm...

Apa aku iseng aja ke kafe itu? Jam dua ya? Kayaknya besok bisa nih. Hitung-hitung mencoba kafe baru.
Yah, seenggaknya kalau hanya dikerjai aku masih bisa menikmati coklat panas kan...

Aduh. Vany, apa sih yang kamu pikirkan? Dasar bodoh! Itu kan sama saja aku ikut dalam permainan gila ini. Nanti kalau aku ternyata diculik gimana? Bisa jadi kan, ini strategi orang jahat untuk nyulik dan menjual organ dalam aku.

Aku bergidik. Ih serem!

Eh,
Tapi kenapa dia hanya menungguku di kafe Tory? Disana kan ramai. Kalau mau nyulik ntar ketauan dong?

Atau.
Jangan-jangan dia pelayan disana? atau barista? Atau jangan-jangan justru dia pemiliknya? Kalau pemiliknya, lumayan juga ya hehe.

Eh. Mikir apa sih aku? Nggak sadar apa lagi dikerjai?

Tapi kan dia selalu menyelipkan di lokerku, artinya kita pasti satu kantor kan? Mana mungkin orang lain bisa masuk ke ruang loker seenaknya sendiri..

Ah, pikiran-pikiran ini membuatku kacau. Lebih baik ku lanjutkan perluku saja. Toh aku kan cuma ingin mengambil blazer hitamku di loker.

Sepintas, beberapa tumpuk buku kulihat ada di dalam plastik yang kutaruh begitu saja di dalam lokerku. Aku ingat, kemarin aku sempat mampir ke toko buku karena ada novel baru karangan penulis favoritku yang sudah beredar. Sisanya aku beli beberapa buku resep untuk praktek dirumah. Sepertinya belum kubaca semua, mungkin menarik kalau nanti siang kubawa pulang. 

"Vany!" Aku tersentak. Seseorang baru saja menepuk bahuku.

Surat pemberian 'sang pangeran' itu buru-buru kuselipkan didalam yang kantung plastik. Perlahan kututup lokernya.

"Yaampun Ca, ada apaan sih ngagetin aja?"

Yang ditegur malah tertawa tanpa bersuara, "buruan. Abis gue daritadi liat elo bengong aja sih. Udah absen belom? Absen dulu sana. Nanti gaji lo kepotong loh"

"Eeh, iya.. untung lo ingetin Ca," jam ditanganku menunjukkan pukul 7.25. "Gue isi absen dulu ya"

***

Marry Me ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang