FIRST LOVE (part.1)

25 4 7
                                    

S.R

Akhirnya hari ini datang juga, hari yang kutunggu-tunggu, setelah empat tahun bergulat dengan tugas-tugas dan aktivitas lain di kampus. Hari ini aku diwisuda sebagai seorang sarjana pendidikan dari salah satu universitas negeri di kota Makassar.

Suasana hari ini sangat ramai dengan ratusan mahasiswa yang akan diwisuda beserta kerabat yang mereka datangkan dari kampung. Tampak keceriaan muncul dari raut wajah mereka, ada yang tertawa terkekeh, ada pula yang sumringah. Tak berlebihan rasanya jika melihat ekspresi tersebut. Hal ini mungkin saja dikarenakan kebanggaan yang mereka rasakan bisa mencapai tahap ini. Ya, sama sepertiku.

“Di, melamun saja.”

“Eh, Doni,” seketika aku sadar dan balik memandangnya, dia salah seorang peserta wisuda hari ini.

“Ayo kita bersiap-siap, sebentar lagi prosesi wisuda akan dimulai.”

“Baiklah.”

Kami pun segera bergegas menuju aula kampus tempat prosesi wisuda dilaksanakan. Prosesi wisuda berlangsung khidmat dan selang dua jam kemudian, prosesi tersebut selesai.

“Selamat ya Kak atas wisudanya,” tutur Ira sambil menjabat tanganku. Dia adalah salah satu juniorku di kampus.

“Selamat Bro atas wisudanya,” tegur Iwan sambil menepuk pundakku. Dia juga salah satu temanku di kampus, tepatnya teman kelas.

“Iya Wan, terima kasih atas ucapanmu. Oh iya, cepat nyusul ya!” kataku pada Iwan sambil mencoleknya. Iwan hanya terkekeh melihat tingkahku.

“Oh iya, terima kasih karena kalian telah meluangkan waktu untuk datang ke acara wisuda hari ini. Bahagia rasanya bisa ditemani oleh kalian di tengah orang tuaku yang tidak bisa hadir karena sibuk dengan urusan bisnis mereka.”

Iya, sama-sama”, seru Iwan, Ira, Ima, Dani, dan Intan.

“Inilah gunanya teman Di, ada di setiap saat, terlebih pada saat kau membutuhkannya,” tutur Ima.

“Ya, sepakat! Lagian kita kan punya prinsip bahwa persahabatan kita adalah persahabatan yang abadi, tak lekang oleh waktu, dan tak terkikis oleh zaman,” seru Dani dengan nada yang menggebu-gebu.

“Hahahaha,” sontak kami tertawa mendengar perkataan Dani.

“Loh, kok kalian tertawa? Apa ada yang lucu?” tanya Dani keheranan.

“Ya iyalah lucu. Perkataanmu itu sok puitis, ditambah dengan pengungkapan yang menggebu-gebu, kayak orasi saja,” jawab Intan dengan mencoba meredakan tawanya.

“Oh gitu ya? Hehehehe,” jawab Dani dengan menundukkan wajah yang memerah malu.  

“Sudah... Sudah. Ayo kita foto-foto saja!” ajak Ima sambil mengeluarkan kamera SLR dari dalam tasnya.

“Ayo!” serentak semuanya mengiyakan. Kami pun mengambil beberapa foto dalam situasi tersebut.

Ya, begitulah teman-temanku. Mereka kocak, tetapi dibalik itu mereka baik, selalu ada buatku, dan selalu menghadirkan hal-hal yang istimewa, pokoknya mereka the best lah. Hehehehe...

“Hei Di, kok melamun lagi?” tegur Iwan.

“Eh, Iwan, hehehe. Tidak tahu nih, kayaknya hari ini aku lagi doyan melamun.”

“Oh iya, hari ini dia tidak datang ya?”

“Siapa?”

“Si mantanmu itu loh.”

“Mantan yang mana?”

“Eh, memangnya kamu punya berapa mantan sih?”

“Oh, maksud kamu si Ria. Hahahaha. Mana mau dia datang, dia kan sekarang sudah dengan laki-laki lain. Gimana sih?” jawabku dengan terkekeh.

***

Ada banyak hal yang kami perbincangkan di acara wisuda tersebut mulai dari kehidupan di kampus, kehidupan sebagai anak kos-kosan, dan yang lain. Tapi aku terhenti ketika mereka mulai membahas masalah hubungan asmara. Aku langsung teringat dengan Ria. Iya, dia sosok yang menjadi pelabuhan hatiku saat masih aktif menjadi mahasiswa. Dia yang mengajariku tentang cinta kepada lawan jenis. Dia pula yang mengajariku tentang perasaan sakit hati ketika putus cinta. Mungkin kalian bertanya-tanya, kok diajari? Memangnya baru pertama kali pacaran ya? Iya, itulah jawabanku.

To be continue

MOMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang