FIRST LOVE (final)

11 1 0
                                    

S.R

Ria menenangkan dirinya dan mulai menceritakan semuanya. Alasan dia ingin memutuskan hubungan ini karena dia ingin pindah ke luar kota bersama kedua orang tuanya, tepatnya ke daerah Samarinda. Di sana dia juga telah dijodohkan dengan salah seorang kerabat orang tuanya.

Awalnya dia menolak untuk dijodohkan, tetapi apa daya, dia tidak mampu menentang keputusan ayahnya. Dia tidak ingin membuat ayah yang sangat dicintainya kecewa dengan sikapnya, maka dari itu dia lebih memutuskan mengakhiri hubungan kami ketimbang harus berkonflik dengan ayahnya.

Rasa sakit yang ada dalam hatiku semakin menjadi-jadi mendengarkan penjelasannya. Gelinang air mata bahkan telah berkumpul di kelopak mataku dan siap untuk mengguyur jatuh. Tetapi, aku menahannya. Aku mencoba menenangkan diri dan menarik napas yang panjang.

Awalnya aku sempat marah dan kecewa kepada Ria karena dia lebih memilih ayahnya ketimbang diriku. Akan tetapi, aku sadar bahwa siapa diriku dibanding ayahnya. Seorang lelaki yang telah menyayanginya dengan sepenuh hati, merawat dan menjaganya dari kecil, memberikan kasih sayang yang tiada tara. Sementara aku hanya orang baru yang masuk dalam kehidupannya. Lagian, aku tidak bisa memaksakan perasaanku kepada Ria. Aku tidak memiliki kuasa atas dirinya. Jika ini keputusan yang dia ambil, maka aku harus menghargainya dan membicarakan semuanya agar tidak ada pihak yang merasa terkebiri.

"Baiklah sayang, jika itu keputusanmu. Aku akan menerimanya. Jangan bersedih lagi," tuturku sambil menyeka air mata dari pipinya.

Kami pun berpelukan untuk terakhir kalinya pada hari itu.

***

Semenjak kejadian itu, aku tidak pernah lagi mendengar kabar dari Ria. Seolah dia telah ditelan bumi, apakah sekarang dia telah bahagia dengan orang lain? Entahlah, aku tidak mengetahuinya. Yang kuinginkan hanyalah agar dia tetap hidup bahagia, biarlah aku yang mengalami kesakitan ini.

"Hei Di," tegur Iwan sambil menepuk pundakku yang membuatku kaget.

"Eh Iwan."

"Dari tadi aku perhatikan, kok kamu bengong saja saat kami asik berbicang tentang kehidupan asmara di kampus?"

"Iya nih, kok bengong saja," tambah Intan.

"Hehehehehe, maaf, tadi aku teringat dengan kisah asmaraku semasa di kampus dulu. Aku teringat dengan Ria."

"Oh, gitu ya. Hahahaha.

Cie..cie.. yang teringat mantan," goda Ira.

Aku hanya tertawa mendengar ledekan mereka. Lalu aku berterima kasih kepada Iwan atas nasihatnya dahulu. Berkat itu, aku bisa sedikit mengatasi rasa sakit dalam hatiku. Karena sedari awal, aku selalu menyimpan keraguan dalam menjalani relasi pacaran. Sehingga sampai hari ini, meski rasa sakit itu masih ada, setidaknya tidak mampu menjebakku dalam kesakitan yang absurd.

***

MOMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang