FIRST LOVE (part.2)

19 2 0
                                    

S.R

Percaya tidak percaya di saat dunia perkuliahanlah aku pertama kali mengenal dunia asmara. Boleh dikata dialah cinta pertamaku. Maklumlah, saat SD sampai SMA aku mengabaikan dunia tersebut, bahkan lebih memilih fokus kepada dunia pelajaran dan mengejar ambisiku mendapatkan peringkat terbaik di sekolah.

Ya, ambisi seperti itulah yang sejak kecil ditanamkan oleh kedua orang tuaku. Mereka mengatakan bahwa untuk bertahan di dunia ini, kita harus bisa berkompetisi dan menjadi pemenang, karena pemenanglah yang akan dikenang oleh sejarah dan yang kalah akan tenggelam dan hilang. Prinsip itulah yang kupegang hingga memasuki dunia perkuliahan. Prinsip berkompetisi.

Akan tetapi, semua itu berubah pada saat awal kuliah. Di sanalah aku bertemu dengan beberapa orang yang boleh dikatakan agak aneh. Merekalah teman-temanku yang kocak tadi. Mereka yang awalnya sempat jengkel dengan sikapku yang individualis, pendiam, penyendiri, dan menerapkan sistem kompetisi.

Melihatku seperti itu, mereka lalu mendekatiku dan mencoba untuk menyadarkanku agar tidak bersikap seperti itu. Mereka menganggap bahwa sistem kompetisi memang baik, akan tetapi hal itu bukan satu-satunya cara untuk mencapai sebuah ambisi. Apalagi sampai membuat seseorang menjadi penyendiri, individualis dan tidak menghiraukan orang lain atau bahkan menganggap mereka sebagai saingan yang akan menghalangi.

Akan tetapi, ada hal yang lebih besar dan lebih dahsyat dari semua itu, yaitu persahabatan. Dengan menjalin persahabatan, hidup menjadi lebih berwarna karena persahabatan mengajarkan untuk menjalin hubungan dengan orang lain, mengajarkan untuk bisa merasakan hal-hal yang dirasakan oleh orang lain, dan bahkan mengajarkan untuk bisa menilai pribadi orang lain.

Sejak saat itu, aku pun mulai bersahabat dengan mereka. Kehidupanku pun mulai berubah, jadi lebih berwarna dari sebelumnya. Aku mulai mengikuti kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan dan benar saja, ternyata mereka orang-orang yang aktif. Mereka sering terlibat dalam aktivitas-aktivitas sosial, seperti menjadi relawan pada saat terjadi bencana alam, terlibat dalam komunitas yang berbagi dengan orang-orang jalanan, dan hal-hal lainnya. Aku banyak belajar dari mereka dan rasanya aku sangat bersyukur bisa bertemu dan bersahabat dengan mereka.

Kembali ke persoalan sebelumnya mengenai asmara. Ya, aku bertemu dengan Ria. Pertemuan kami sebenarnya biasa-biasa saja. Dia salah seorang teman kelas. Teman-teman di kampus bilang dia seorang perempuan yang sangat cantik. Dia memiliki wajah yang tirus, berambut panjang dan lebat, berhidung mancung, berkulit putih, berpostur cukup tinggi dan bertubuh langsing. Sangat sesuai dengan karakter cantik yang dikonstruksi oleh media di TV.

Awalnya aku tidak begitu memerhatikannya, karena saat itu aku sedang sibuk dengan aktivitas-aktivitas sosial dengan sahabat-sahabatku tadi. Lagian aku juga tidak terlalu fokus untuk mengenal pergaulan dengan perempuan - dalam hal ini mengenal dunia pacaran.

Akan tetapi, lambat laun semua itu mulai berubah sejak dia memutuskan untuk bergabung dalam lingkaran kami. Sejak itu, aku mulai memerhatikannya. Sikapnya yang baik, peduli, dan bahkan rela bergumul dengan lingkungan kumuh tempat orang-orang jalanan yang kami bantu. Aku sempat berpikir, kok ada ya perempuan cantik, putih dan bertubuh layaknya selebriti mau untuk melakukan hal-hal yang jauh dari kesan yang melekat pada dirinya, seperti nongkrong di mall, hobinya shoping, nongkrong di salon, dan hal-hal hedonis lainnya.

Pada suatu waktu, aku menanyakan hal itu kepadanya. Dia hanya tertawa dan berkata

"Di, kayaknya kamu sudah terkonstruksi ya dengan budaya sekarang yang menganggap perempuan putih, langsing, dan bertubuh selebriti hanya bisanya nongkrong di tempat-tempat yang kamu sebutkan tadi. Hahahaha. Aku tidak seperti itu Di. Aku bahkan suka dengan aktivitas-aktivitas seperti ini yang bisa menjalin hubungan dengan orang lain bahkan dengan orang-orang pinggiran. Dari aktivitas seperti ini aku bisa melihat realitas sosial yag hadir di sekitar dan aku bisa berbagi dengan mereka. Hal yang tidak aku dapatkan di rumah karena sering dibatasi oleh ayah untuk berdiam di rumah,"

mendengar hal itu, tiba-tiba rasa kagum muncul dalam diriku. Aku suka dengan pemikirannya yang beda dengan perempuan-perempuan sejenisnya.

Sejak saat itu, aku mulai merasa tertarik dengannya. Aku mulai sering membuka pembicaraan dengan dia, mulai dari yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas lingkaran kami, sampai pada hal-hal yang bersifat pribadi. Perasaan aneh muncul dari dalam diriku, perasaan yang belum pernah aku rasakan sebelumnya ketika berjumpa dengan perempuan.

To be continue

MOMENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang