17 Detik Pertama

62 4 6
                                    

Hari pertama masuk sekolah.

Hari ini adalah hari yang paling dinanti, bukan karena sudah terlalu bosan liburan dan bukan juga karena sudah rindu membaca buku pelajaran, hanya karena rasa penasaran yang telah dibuat memuncak pada saat libur panjang akhir semester. Hanya sejenis perasaan yang penting namun tak pula penting, penasaran tentang akan ditempatkan dimana kita dan dengan siapa akan duduk selama satu tahun kedepan.

Hari itu aku bangun saat ayam bahkan belum ada keinginan untuk berkokok, saat burung masih enggan meninggalkan sarang nya yang hangat, dan bulan masih belum ingin pergi dan berhenti sejenak menatap bumi. Sangat pagi. Rasa penasaran itu begitu penuh sampai rasanya mandi pun harus terburu buru agar memicu jantung membunyikan genderang perang. Sampai se-begitu-nya.

Sekolahku masih dalam wujud yang sama, dalam lokasi yang sama dan dengan suasana pagi yang masih sejuk. Semakin jauh aku menyusuri ruang kelas rasanya hatiku semakin berdegup kencang seakan ingin keluar dari sangkarnya. Dan pada suatu ruangan aku terhenyap, diam, bisu seribu bahasa. Hanya satu orang teman dekat yang aku benar benar kenal, Raditya. Untungnya ada nama Radit diantara puluhan nama yang asing itu. Aku hanya langsung masuk ke kelas dan mengontak Radit secepatnya untuk duduk bersamaku.

Sampai akhirnya bel penanda masuk pun berbunyi dan kelas juga sudah terisi. Hanya tersisa 2 bangku kosong di meja terdepan, persis didepan meja guru, terletak berdempetan dengan mejaku dan Radit.

"Itu kayanya buat anak OSIS yang lagi pada nge-MOS anak baru deh ni" kata Radit pelan.

Aku hanya mengabaikan nya. Aku juga tak begitu perduli dengan siapa yang akan duduk didepanku.

Satu per satu guru mulai silih berganti untuk masuk. Terik matahari juga sudah seakan memeluk tubuh. Namun 2 kursi didepanku masih kosong, hanya bergeming tanpa tahu siapa pemiliknya.

Sampai akhirnya 2 orang dengan rompi berlambang OSIS datang. Aku masih belum tahu siapa mereka, walau sebenarnya ingin tahu tapi entah mengapa seisi kelas yang masih tetap terdiam membuat aku turut terdiam. Mereka berdua juga langsung duduk ke tempat kosong itu.

Tak lama berselang pelajaran pun dimulai dan seisi kelas mulai menulis. Hari ini baru hari pertama, tentu saja masih terisi penuh tenaga dan semangat untuk belajar, dan tentu saja seisi kelas masih rajin untuk mencatat. Tak terkecuali seorang lelaki si anak OSIS yang baru saja masuk tadi siang, entah siapa namanya pun aku belum tahu.

Aku masih fokus mencatat, begitu juga dengan Radit yang tulisan nya masih sangat amat rapih diawal semester seperti ini. Lalu tiba tiba saja lelaki berrompi osis itu membalikkan badan nya. Awalnya ia menatap tulisanku, lalu ia menatapku. Aku tahu ia menatapku. Dan sebuah kalimat akhirnya keluar dari mulut nya.

"Eh, boleh pinjem tip-ex ga?"

10 detik pertama.

Ada sebuah jeda beberapa detik hingga aku memberikan nya tip-ex milikku. Beberapa detik kemudian ada sebuah kalimat lagi yang terlontar darinya.

"Makasih ya"

Tujuh belas detik. Persis.

Hanya sebatas itu pertemuan pertama kami. Hanya tujuh belas detik. Tanpa nama. Tanpa tau siapa aku dan siapa dia.

Hari itu selesai tanpa ada pembicaraan apapun lagi diantara lelaki itu dan aku. Tanpa aku membalas dua buah kalimat yang ia lontarkan. Namun, itu tetap menjadi cerita pertama dalam lembaran cerita "cinta" antara aku dan lelaki itu. Cerita yang akan selalu menjadi kenangan, mungkin kini lelaki itu bahkan sudah tak mengingatnya lagi. Atau bahkan ia memang tak pernah menyimpan memori tujuh belas detik pertamanya denganku, karena aku bukan siapa siapa.

Karena aku sesungguhnya hanya mengenang memori ini sendiri.

ChandraTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang