1

18 2 0
                                    

        Abimanyu menghentikan sepeda motornya tepat didepan gerbang rumahku. Sebenarnya ini bukan kali pertama Abimanyu mengantarkanku pulang kerumah, aku bahkan sudah lupa kali keberapa ini. Dan setiap Abimanyu mengantarkanku pulang sudah dipastikan sedang terjadi tawuran antara sekolahku dengan Bakti Luhur.

"Terimakasih..."

"Hm... Amba enggak nyuruh mampir dulu nih ?" Abimanyu tersenyum menggoda. Aku memutar bola mata bosan kemudian melirik keadaan rumah yang sepi.

"Ibu sama ayah belum pulang, lain kali aku ajak mampir."

Abimanyu berdeham kecil. "Oke, gue anggap ini sebagai sebuah utang. Jadi lo harus bayar ini ke gue."

"Ya, terserah kamu Bim. " kataku sambil melangkah masuk kedalam pekarangan rumah, Sudah biasa aku meninggalkan Abimanyu begitu saja masuk ke dalam rumah, kalau saja aku meladeni omongan Abimanyu terus bisa-bisa aku berdiri sampai sore didepan sana.

"Amba, jangan lupa makan terus mandi ya !" teriak Abimanyu. Aku bahkan tidak menoleh kearahnya sampai aku mendengar suara deru motornya semakin menjauh.

Rumah masih dalam keadaan sepi. Seperti biasa, ibu belum pulang dari toko sedangkan ayah, beliau hanya pulang seminggu sekali kerumah. Itupun jika ia mendaptkan jatah libur. Sedangkan adik laki-lakiku, mungkin dia sedang sibuk dengan game dikamarnya.

Setelah mengucap salam aku langsung masuk kedalam kamar. Aku merebahkan diri begitu saja ke tempat tidur tanpa repot-repot mengganti seragam sekolahku. Jariku kini sibuk mengetik sebuah pesan singkat kepada Raina, sahabatku.

Rain, pulang sama siapa ?

TING...

Jangankan pulang, keluar kelas aja belum. Depan sekolah dikepung !

Dikepung ? coba kutebak...tawuran lagi ?

TING...

Yap, lo bener banget. Dan lagi-lagi sama sekolah lo...

Aku udah tau, yang sabar aja nanti kalau udah pulang langsung kerumahku. Aku bikini sup buah, anggap saja permintaan maaf...

TING...

Okey siap ! terimakasih cintaaaa...

Aku tersenyum membaca balasan Raina. Pasti saat ini dia sedang uring-uringan dikelasnya karena terpaksa terlambat pulang kerumah. Sama seperti rumahku, jam-jam segini pasti rumah Raina juga dalam keadaan sepi. Orangtua Raina bahkan lebih sibuk dibanding orang tuaku ditambah lagi Raina adalah anak tunggal. Beruntung Raina memiliki tetangga dan sahabat sejak kecil sebaik aku sehingga dia tidak terlalu begitu kesepian...ehm kurasa aku terlalu percaya diri.

----

Raina datang kerumahku sudah cukup sore, namun cuaca masih sangat panas jadi tidak salah kalau aku memang membuatkanya sup buah ditambah lagi kondisi Raina yang memang butuh pendingin. Sesekali aku tertawa mendengar ceritanya, bagaimana ia harus susah payah hanya untuk keluar dari sekolahnya sendiri.

"Bayangin aja, lagi-lagi gue kudu lompat pager belakang sekolah biar ngga ketangkep sama anak-anak sekolah lo Amba..." ia menghela nafas sejenak, memakan beberapa potongan buah kemudian kembali bicara." Tapi, ada satu hal yang paling gue syukuri setiap ada tawuran sama sekolah elo."

Aku mengernyit sambil memandangnya heran. "Menurutku ngga ada sesuatupun yang bisa disyukuri dari sebuah kegiatan baku hantam yang sering kita sebut sebagai tawuran, kecuali anak-anak setan yang lagi ngebet pengen nunjukin eksistensi mereka." Kataku dengan nada datar.

"Duh... lo itu sadar enggak sih ?" Raina menepuk dahinya frustasi. " sekolah lo itu penuh dengan cowok cowok ganteng Amba dan mereka itu keren-keren."

Kini giliran aku yang menepuk dahi mendengar kalimat Raina. Ganteng ? Keren ? yang benar saja ! Dilihat dari mana coba cowok tawuran bisa kelihatan keren, yang ada mereka terlihat seperti anak-anak kurang kerjaan dan... sudahlah lupakan saja.

"Apalagi yang mimpin anak-anak sekolah lo itu, cakep banget deh... coba aja sekolah lo itu ngga identik sama sekolah buangan, gue udah pindah ke sekolah elo deh yakin !" Raina berkata dengan penuh semangat. Aku mendengus sebal, pasti yang ia maksud tidak lain adalah Banyu. Keren, keren dari mana !

"Terserah kamu deh Rain, menurutku stok cowok ganteng disekolahmu juga tidak kurang... in kenapa kamu harus ngelihat ke aak-anak sekolahku ?" aku menatap Raina yang sibuk dengan sup buahnya.

Raina terbahak. "Amba... lo pernah denger istilah kalau rumput tetangga lebih hijau daripada rumut didepan rumah ?"

Aku mengangguk tanda mnegetahui istilah tersebut, namun aku belum paham maksud Raina menggunakan istilah tersebut dan bukan menjelaskan ia malah kembali sibuk degan sup buahnya.

"Lo belum cukup umur buat paham tentang hal kaya gini, coba besok lo Tanya aja sama salah satu temen lo deh." Raina tiba-tiba meletakan sendoknya dan balik menatap Amba. "Tunggu... tadi lo pulang sama siapa ? jangan bilang lo dianter Aa..Abimanyu ?"

Ambara mengangguk santai. "Iya, seperti biasa. Pasti kalau sekolah kita ada tawuran Abimanyu bakalan nganter aku pulang."

"Wah... wah... putri Amba diantar pulang Abimanyu." Raina berkata hiperbolis. "Tapi, gue rasa dia suka deh sama lo. Kalau engga, mana sudi sih seorang Abimanyu mau repot-repot nganter cewek... gue tau Abi itu orang kaya gimana, gue tiga tahun dulu sekelas sama dia."

Kalimat Raina mau tak mau membuat Amba memikirkan Abimanyu. Jika diingat lagi menurutnya Abimanyu memang selalu bersikap baik padanya. Bahkan Abimanyu juga selalu memberikan perhatian padanya walaupun Amba sendiri sering bersikap acuh padanya.

"Aku juga heran sebenernya, padahal aku juga ngga ngerasa dekat sama dia." Amba memandang ponselnya ia ingat pertama kali berkenalan dengan Abimanyu, siang itu adalah jadwal piket kelasnya dan sialnya teman-teman Amba pulang begitu saja dan praktis ia sendiri yang harus membersihkan kelas.

Tiba-tiba Abimanyu datang memperkenalkan diri sebagai teman satu angkatanya. Amba menatap Abimanyu tanpa minat berkenalan sedikitpun saat itu, tapi Abimanyu malah membantunya bahkan menemaninya sampai ibu Amba menjemputnya.

Dan Amba juga ingat saat Abimanyu memasukan nomor ponsel Amba ke ponselnya. Saat itu Abimanyu bilang ponselnya mati dan dia harus menghubungi seseorang. Ternyata itu sekedar alasan Abmanyu agar ia mendaatkan nomor ponsel Amba.

"Terimakasih, sekarang gue udah dapet nomor lo." Abimanyu tersenyum sambil menunjukan panggilan masuk ke ponselnya. Dan tentu saja ponsel mati itu hanya alasan.

Amba ternseyum sendiri mengingat kejadian itu. Ternyata ia memiliki banyak kenangan-kenangan kecil bersama Abimanyu. "Aku salah, waktu yang bikin aku sama Abimanyu deket Rain bukan perasaanku."

"Ya emang,perasaanmu emang ngerasa kamu sama Abimanyu ngga deket tapi kenyataanya kalian itu deket. Apa salahnya sih ?" Raina tersenyum sekilas pada Amba. "Gak semua anak cowok itu brengsek, nakal sama brengsek itu beda sayang. Jadi tolong mulai buka pertemanan sama Abimanyu."


Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 14, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

School PlaylistTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang