Chapter 2

4 0 0
                                    

Mungkin orang-orang akan salah paham kalau aku mengatakannya seperti ini. Setelah menjadi terkenal, aku sudah terbiasa dengan hari yang baik.

Dalam acara perjalanan yang kuikuti, beberapa pria disatukan dalam satu ruangan sempit dan tidur bersama dengan berantakan. Sejauh yang kupahami, aku juga dapat tidur di tempat seperti ini.

Pada saat seperti itu, aku juga bertanya-tanya apakah aku orang yang tak bisa beradaptasi terhadap perubahan mendadak.

Bagaimana pun, dalam acara ‘2 Days and 1 Night’, selama waktu yang singkat itu, aku bisa mengalami hari-hari yang keras itu.

Aku pernah duduk di kapal pancing yang bergoyang kuat, menaiki gunung salju, melompat ke kolam beku dan terlebih lagi, semua kulakukan dalam kondisi kurang tidur.

Seperti ini lah, aku tetap harus pergi  ke lokasi drama esok harinya, sungguh berat, bila aku bilang aku tidak pernah berpikir ingin menyerah, itu bohong belaka.

Namun berada di antara beberapa pria, tertawa sesuai isi hati bersama, aku akan dapat melupakan masalahku sendiri.

Aku yang sekarang, percaya itu adalah masa-masa yang menyelamatkanku.

Juga, yang lebih penting dibanding yang lain, mereka, melihatku perlahan-lahan menjadi terkenal, tak ada kecemburuan. Meskipun ada sedikit kecemburuan dalam hati mereka, tapi mereka bisa mengatasinya.

Mereka telah memperlakukanku seperti mereka kakak laki-lakiku. Bagiku yang tak mempunyai kakak lelaki, hari-hari saat bersama mereka sangatlah penting.

Di Korea Selatan, di depan pintu masuk konser, akan banyak terlihat karung beras di sana kan?

Semua berasal dari donasi fanclub ku, dan nantinya akan disumbangkan ke orang yang membutuhkan.

Tentu saja, bukan benar-benar beras yang ada di sana, itu hanya menunjukkan berapa banyak beras yang disumbangkan.

Sungguh banyak beras yang harus dialokasikan.

Selama syuting, ketika aku melewati daerah yang sangat miskin, aku ingin beras itu dikirimkan ke sana, seperti di acara televisi.

Berada dalam posisi dimana aku bisa melakukannya, aku sangat bersyukur.

Mendengar kata itu, nampak seperti sombong. Tapi inilah yang kurasakan.

Di Seoul di mana kaya dan miskin berbaur bersama, saat melihat langit yang cerah, rasanya pasti ingin menangis.

Jika aku dapat membuat lebih banya orang yang bahagia, tentu akan menyenangkan. Saat berpikir seperti ini, aku akan sangat bersemangat.

Terkadang, aku juga berpikir, pasti banyak juga orang yang membenciku.

Aku yang mengambil peran drama dari orang lain dengan acuh, ada yang selalu ingin bersaing dengan ku, orang yang tak pernah kutemui pun juga akan membenciku.

Karena cinta yang luar biasa, pasti banyak juga penggemar yang tadinya cinta lalu berubah menjadi benci.

Umumnya, aku tak terlalu mempedulikannya. Karena ini tak adil bagi para staf yang sudah bekerja keras untuk ku sepanjang waktu.

Oleh karena itu, aku harus berpikir tentang mereka, yang energinya akan berlipat saat melihatku, yang telah terdorong olehku, orang-orang yang memiliki mimpi.

Namun demikian, ada saat-saat di mana aku juga akan merenungkan, bagaimana jika aku meninggal karena kecelakaan, apakah keluarga dan teman-teman akan menyampaikan catatan ini padamu?

Akankah kau menangis ketika melihat ini?

Memikirkannya, hatiku merasa senang, seperti orang bodoh. Sudah cukup lama sejak pertemuan terakhir kita, terlalu lama sampai aku tak bisa mengingat bagaimana kita bertemu satu sama lain.

Alismu yang tegang ketika mengalami masalah, mata yang berbinar, tangan yang ramping, senyum yang mampu mengusir semua masalah, betis yang cantik (sebenarnya, ini bagian favoritku darimu). Siapapun yang bertemu denganmu akan membuka hatinya untukmu, ini mengingatkanku akan masa paling rentan di masa mudaku, kau selalu bagaikan dewi, membawa suasana yang terhormat.

Tapi aku semakin tidak mengerti.

Berbicara denganmu seperti ini, apa yang kupikirkan bukan kau yang sesungguhnya, melainkan sebagai wanita ideal dari bayangan pikiranku. Hal ini telah menjadi perasaan seperti ini.

Karenanya, kutulis ini untuk orang lain yang akan hidup bersamaku menghabiskan sisa usiaku. Aku hanya memikirkannya seperti itu.

Aku percaya pada apa yang kutulis saat ini.

Aku hanya berjalan di jalanku, akan ada harinya, dalam waktu yang tak terduga, terhubung denganmu.

Bahkan jika tak seperti ini, aku tak akan menyesali kerinduanku padamu.

Hidup manusia ke depan, tak ada yang tahu, dari sudut pandang seperti ini, dapat dikatakan hidup itu brutal.

Biarpun begitu, aku hanya ingin bergerak ke depan.

shall we love Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang