Kau tahu seperti apa jika kau menjadi kaca? tentu saja kau tidak tahu, karena kau seorang manusia. Lalu? bagaimana jika kau umpamakan dirimu atau di dalam dirimu, merupakan sebuah kaca yang masih utuh? bayangkan saja jika kaca itu pecah berkeping-keping. Bagaimana rasanya? Sakit? Perih? atau rasanya seperti ada seekor lebah yang menusuk lidahmu? Dan itulah yang aku rasakan sekarang. Atau pernah kau rasakan juga?
***
Angin merontokkan dedaunan yang kering di sekitar jalan yang kutempuh, aku melewatinya sambil lalu. Dan terpikir olehku sebuah pepatah "Suatu saat kau memiliki jalan sendiri untuk di jalani dan jika menyerah, kau akan terjatuh seperti dedaunan kering yang terhembus oleh angin yang bersenandung." Aku berjalan dalam diam tanpa memedulikan orang-orang yang berlalu lalang di sekitarku. Bukannya tak peduli, tapi aku tahu mereka memiliki kepentingan pribadi masing-masing.
Hari yang melelahkan ini sangat membosankan. Di sekolah tak ada hal yang bisa kulakukan selain hanya mendengarkan lagu, mengerjakan tugas dan membaca novel favoritku. Aku sedang melihat sekumpulan burung-burung gereja yang bertengger di pohon, saat sebuah notif handphone yang kupegang sedari tadi menunjukkan pesan yang membuatku terhenti untuk melanjutkan langkah. "1 Message from Allen." Dia. Mantan pacar. Sekaligus, orang yang membuat gagal Move On.
'Stef?'
Jariku mengetik di layar 'Iya?'
'Boleh minta tolong nggak?'
'Minta tolong apa?' Sejujurnya aku benci jika membalas pesan singkatnya. Namun hati nuraniku menolak.
'Kamu kenal sama anak namanya Christy di sekolahmu?'
Ku kira dia ingin meminta tolong untuk sekedar bertegur sapa. Realita pun kadang tak seperti yang kau pikirkan bukan? Sekali lagi aku benci pada diriku sendiri untuk tetap membalas pesan itu.
'Oh kenal. Kenapa?'
'Punya id linenya? kalo ada, boleh minta?'
Kurasa ini terakhir kalinya aku membalas pesan yang membuat hariku semakin buruk.
'Oh maaf. Nggak punya'
'Oke thanks ya'
Aku tak membalas pesan itu lagi. Seharusnya aku membiarkan saja pesan itu, harusnya aku tak mempedulikannya lagi, harusnya aku bahagia karena tahu seperti apa wanita idamannya, harusnya aku tak merasakan sakit hati ataupun kecemburuan. Oh Shit! Why you always thinking about him Stef? Stupid!.
Oke, semua orang pasti pernah merasakan sakit? Right? Bedanya kau, aku ataupun orang lain, memiliki rasa sakit dan penyebab yang berbeda. Allen memang bukan satu-satunya mantan pacarku. But he's the only one who made a return to the surface. In the light. And make me leave the darkness.
Namun nyatanya, sekarang hal itu tak berlaku lagi. Ia meninggalkanku tanpa rasa bersalah, bahkan tak peduli. Dengan mudahnya Allen mengirimkan pesan pada bulan kelahiranku. Tepat saat ulang tahun yang ke-17.Dan berkata "Maaf aku rasa kita udah gabisa lanjut lagi."
Aku kira kalimat tersebut hanyalah gurauan untuk menggodaku saat ulang tahun, namun semudah membalikkan telapak tangan, di pesan selanjutnya ia menambahkan "Aku udah kelas tiga, aku mau fokus sama ujian dan bakal jarang ada waktu sama kamu. I hope you're understand. Please. I'm Sorry. I love you."
Dan sekarang aku tahu itu semua hanya omong kosong selama ini. Iya. Bullshit.Pernah suatu ketika saat aku sedang termenung di bawah rindangnya pepohonan dan terduduk di salah satu kursi taman, seseorang menghampiriku. Seorang lelaki dengan tubuh proporsional dan wajah tampan dengan alis tebal serta sedikit kumis tipis menghiasi wajahnya. Lensa mata berwarna coklat itu memandang, menatap tajam mengingatkanku akan Allen. Aku melamun melihatnya dan sebulir air mata jatuh menetes di pipiku. Aku tersadar saat ia melambaikan tangannya di depan mata dan bertanya,
KAMU SEDANG MEMBACA
Maintenance
Romancecerita yang mana kau tidak akan tahu menjadi arah arus seperti apa. Akankah menjadi yang tenang dan berjalan seperti adanya? atau menjadi yang terhalang? atau bahkan menjadi penghalang arus? Inilah sebuah kisah perempuan yang memilih disakiti pria a...