Daun yang jatuh tak pernah membenci angin, dia membiarkan dirinya jatuh begitu saja. Tak melawan, mengikhlaskan semuanya.-Tere Liye Mengikhlaskan fakta orang yang kau cintai akan bahagia dengan orang lain. Tanpamu.
***
Tak banyak yang bisa kulakukan, selain hanya melihat kebahagiaan Christy saat tersenyum melihat layar handphonenya dari Allen. Hari ini hidupku seperti biasa, bersekolah,mengikuti ekstrakulikuler yang harus di ikuti, dan satu hal lagi, berusaha melupakan Allen.
Meskipun di sekolah kadang rasa bosan melanda, namun di sini ada suatu hal yang membuatnya berbeda dengan tempat lain yang ku singgahi. Di sini rasanya ada suatu kebahagiaan tertentu, berkumpul dengan teman-teman, bercanda gurau ataupun sekedar menjahili teman satu sama lain. Memang benar kan? 'Nikmati masa sekolahmu sebelum masa tuamu. Saat di universitas nanti, kau belum tentu merasakan hal seperti ini'
Seseorang memanggil, saat aku berjalan menuju Aula yang berada dekat dengan kelasku. Di depan mata, terlihat aula yang berbentuk persegi dengan luas kira-kira sebesar setengah lapangan sepak bola dengan atap yang berbentuk kerucut menaunginya. Karya siswa dari semua kelas berjejer rapi di setiap sisi aula dan bergabung dengan hasil karya guru yang bermacam-macam.
Rambut gadis itu tergerai lurus sebahu dan berkilau saat terkena pantulan sinar matahari. Sheila sedang berlari melambaikan tangan padaku menyuruh untuk menunggunya. "Stef, ngikut dong. Bosen nih di kelas"
"Lah, kan bisa ke kantin?"tanyaku.
Ia menghela napas. "Mager juga, udah di bawain bekal sama mamaku.Lagian ngehemat uang saku hahaha"
"Hemat buat shopping kan. Hayo?" Aku menggodanya dengan tatapan menghakimi.
"Ah nyebelin deh. Mesti tahu yang aku pikirin. Jangan-jangan kamu bisa baca pikiran orang?"
"Aku juga bisa menghilang loh" Aku tertawa. Sheila menghentakkan kaki dengan sebal.
"Dasar, suka banget bikin orang pengen nonjok"
Kami tertawa bersamaan dan menuju ke pameran. Tanpa di komando, Sheila memberondongku dengan pertanyaan-pertanyaan seperti yang biasa ia lakukan padaku. "Jadi, gimana? Udah move on sama si Allen?"
"Aku? Ntahlah. Aku masih memikirkan kata-kata Andre" Pikiranku langsung tertuju saat pertemuanku dengan Andre beberapa hari lalu.
"What? Andre? Who's Andre?" Tanyanya dengan alis terpaut.
"Oh iya. Aku belum cerita tentang Andre" Ujarku seraya menepuk dahi dan melengkungkan bibir bawah.
"Gebetan baru kamu? Gilaaa, cepet banget dapetnya" Mulutnya membentuk huruf 'O' besar. Buah tomat pun bisa masuk kedalam mulut Sheila.
"Nggaklah. Aku aja baru kenal." ungkapku membuang muka.
"Jadi? Gimana kamu bisa kenal Andre. Ceritain dong" Suaranya sedikit memelas.
Akhirnya aku menceritakan pertemuan yang tak sengaja dengan Andre. Dengan detail yang masih kuingat termasuk perkataannya yang mengguruiku agar aku tak selalu terlarut dalam kesedihan yang sama. Sheila mendengarkan ceritaku dengan baik dan raut wajahnya yang membayangkan saat dia ada di sana.
"Jadi, dia satu angkatan diatas kita? Dari SMA Lawrence. Itukan sekolah saingan kita. Kamu nggak di tanyai hal-hal lain kan? kayak tentang sekolah kita?" Di dalam suaranya, Sheila terlihat khawatir.
Aku menggeleng cepat "Nggak kok. dia cuma bilang kata-kata tadi. Terus cabut pulang"
"Okelah. Bagus. Hati-hati ya, kamu jangan langsung percaya sama orang asing. Okay?"
![](https://img.wattpad.com/cover/97532382-288-k149682.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Maintenance
Romancecerita yang mana kau tidak akan tahu menjadi arah arus seperti apa. Akankah menjadi yang tenang dan berjalan seperti adanya? atau menjadi yang terhalang? atau bahkan menjadi penghalang arus? Inilah sebuah kisah perempuan yang memilih disakiti pria a...