Aku berjalan di sepanjang koridor kampus. Kudengar Aei akan memulai latihannya hari ini di aula. Musikalisasi puisi.
Aku mengulas senyum. Tidak bisa kubayangkan bagaimana pesona Aei begitu bersinar di atas panggung.
"Jebal, Aei-ya! Johahae!"
Langkahku terhenti tepat ketika akan berbelok. Aei?
Aku beringsut. Perlahan mulai mencuri dengar pembicaraan yang sebenarnya bukan untuk kukonsumsi.
"Mianhae, Sandeul-sshi! Aku tidak bisa!"
Sandeul? Cassanova kampus itu?
"Wae?"
"Tidak ada alasan khusus. Aku hanya tidak ingin."
Syukurlah! Setidaknya, aku bisa tenang. Aei bukan salah satu yeoja yang memuja cassanova itu.
"Kau sudah punya namjachingu?"
Aku menahan nafas. Jawaban yang juga ingin kuketahui dari dulu. Kami saling mengenal, kami pun saling bertegur sapa. Tapi, tak pernah lebih dari itu.
"Ani!"
Singkat, tapi mengguncang seluruh duniaku. Seandainya aku melupakan posisiku saat ini, mungkin aku akan berlonjak girang.
"Lalu? Kau tahu begitu banyak yeoja yang mengejarku? Aku memilihmu. Kenapa?"
***
Aku menatap diriku yang satu lagi. Di dalam cermin.
Kau benar-benar menyedihkan, JinYoung!
Selain pintar, tidak ada lagi yang bisa dibanggakan. Kau bahkan tidak keren. Apapun yang kau pakai tidak akan bisa menubah kenyataan. Kau bukanlah apa-apa!
Aku meringis.
Kembali mengingat kejadian sebelumnya. Saat di mana seorang Sandeul yang notabene adalah pangeran kampus menyatakan ketertarikannya pada seorang yeoja yang juga bisa dikatakan putri kampus.
Tapi kenapa harus Aei?
Meski Aei menolaknya, ini jelas menjadi pikiranku.
Bahkan seorang cassanova tak mampu meraih hatinya, bagaimana aku bisa?
Aku mengacak rambutku!
Frustasi.
Mungkin itu kata yang tepat.
Kulepas jaket jeans yang tadi kukenakan. Kulempr sembarang ke atas ranjang.
Klik!
Secarik kertas menggelinding keluar dari sakunya.
Aku berjongkok meraih gulungan itu dan membukanya.
Puisi itu!
Puisi yang kusalin minggu lalu. Aku kembali membaca puisi tersebut.
Dunia...
Benarkah aku hanya sebongkah batu di antara jutaan mutiara di lautan?
Lalu
Bagaimana aku bisa bersinar dan bercahaya?
Perasaanku, atau isi puisi itu memang menggambarkan isi hatiku saat ini?
***
"Hei!"
Aku menoleh. Tersenyum mendapati pemilik suara.
"Hai."
Aei mengambil posisi di sampingku.
"Apa yang kau lakukan di sini?" tanyanya lembut.
Aku hampir ingin tertawa. "Yaa! Menurutmu apa yang dilakukan seseorang di perpustakaan?"
"Ah, mianhe! Aku lupa! Kau jelas sedang membaca. Hehehe...."
Aku tersenyum simpul.
"Kau tidak latihan?" tanyaku. Dan lagi-lagi, mengubah ekspresi lembut yang sebelumnya kau sajikan.
"Ani! Aku libur hari ini."
"Hindeulji?"
"Paboo! Tentu saja. Apalagi tekanan bahwa aku salah satu dari 10 wakil Korea. Bisa kau bayangkan beratnya?"
Aku hanya mengulam senyum. Lagi-lagi. Hanya itu yang sering kuberikan padanya. Tidak pernah bisa kuberikan hal istimewa lainnya.
"Eo? Mwoya igae?" Aku memandangnya. Mencari tahu apa maksud ucapannya. Ia tampak memegang secarik kertas yang agak kusut. Aku mengernyit. Sepertinya aku mengenalnya.
Tentu saja!
Itu adalah salinan puisi itu!
"Milikmu?" tanyanya sambil menatapku.
"Anya! Milikku, tapi bukan karyaku." tegasku.
"Maksudmu?"
"Aku menyalinnya seminggu yang lalu. Dari mading kampus."
"Wae? Kau menyukai pengarangnya?"
"Yaa! Aku hanya tergugah saja dengan isinya. Lagipula aku tidak tahu siapa penulisnya. Puisi ini juga tidak diberi judul."
Aei manggut-manggut. Matanya kembali menatap kertas lusuh itu. Kemudian ia kembali menatapku, "Karena kemisteriusannyakah kau menyukai puisi ini?"
Aku kembali mengumbar senyum sebagai jawaban.
Mungkin, Aei-ya. Mungkin saja! Sama seperti aku menyukaimu dalam kemisteriusan.
**THE SECRET FIN**
KAMU SEDANG MEMBACA
Feeling (Complete)
FanfictionKetika seseorang yang kamu pikir sempurna, justru mempertanyakan artinya.. Ketika berbagai pertanyaan tentang ketidaksempurnaan si sempurna secara tak sengaja membuatmu lebih dekat.. Ketika isi hatinya seperti terbaca olehmu..