THE TRUTH

4 0 0
                                    

Aku tak bisa sedikitpun mengalihkan pandangan dari sosok yang tengah berlakon itu.

PLOK! PLOK! PLOK!

Tepuk tangan riuh disuguhkan kepadanya sebagai pujian atas usahanya. Ia tampak tersenyum sumringah memperhatikan khalayak yang mengawasinya.

Pelan, ia turun dari pentas. Berjalan menghampiriku. Mengundang tanya banyak orang. Untuk apa seorang yeoja yang hampir sempurna menghampiri namja yang ”bukan apa-apa”?

”Eotte?” tanyanya setelah dekat.

Aku mengacungkan kedua jempol tanganku.

”Daebak! Sangat keren!” jawabku dengan antusias.

Bukan hanya karena agar ia terkesan padaku, tapi karena ia memang pantas mendapatkannya. Pujian itu wajar diberikan jika kau melihat seorang yeoja yang tak hanya mampu mengucurkan air mata, tapi juga mampu membuat penonton ikut terisak.

”Jinjja? Tapi aku merasa ada bagian-bagian yang kurang pas!”

”Perbaiki! Kalau memang kau merasa seperti itu. Tapi untukku, itu sudah bisa dikatakan spektakuler. Kau tidak bisa disepelekan, Agasshi!”

Aku terkekeh. Dia tertawa kecil.

Tawa yang menawan!

”Aku senang kau melihat latihanku! Aku tidak percaya orang lain.”

Aku mengernyit, lagi.

Akhir-akhir ini, ucapannya meninggalkan tanya di kepalaku.

***

”Mau diapakan puisi itu?”

Yeoja yang tengah melepas tempelan-tempelan yang memenuhi mading itu menatapku heran.

”Igeo? Dibuang tentu saja. Ini sudah dipasang selama dua minggu.”

Aku melongo.

Segitu tidak berartikah sebuah karya?

”Bolehkah untukku?” pintaku.

Yeoja itu kembali memandangku. Mungkin, merasakan keanehan padaku. Untuk apa meminta kertas lusuh yang hanya berisikan tulisan mati?

Aku memberikannya tatapan tegas. Meyakinkannya bahwa aku tidak sedang mencoba mencari perhatiannya. Bahwa aku benar-benar tertarik dengan isi puisi itu.

Yeoja itu mengangkat bahunya. Menyerah.

”Silahkan!”

Ia mengulurkan kertas lusuh itu padaku. Dengan tatapan yang hampa.

Aku justru menyambutnya dengan tatapan penuh semangat.

”Kamsahamnida!” ucapku sambil membungkukkan badan.

***

“Kau yang bernama JinYoung?”

Aku mengangkat kepalaku dari tumpukan buku yang tengah kubaca. Kutemukan sang cassanova kampus di sana. Aku mengangguk pelan. Ia mengisyaratkan agar aku berdiri dengan dagunya. Tak mengerti, tapi aku tetap melakukannya.

Setelah aku berdiri, Sandeul, dan beberapa orang temannya, saling berbisik. Sandeul sendiri mulai memerhatikanku. Intens, dari ujung kaki hingga rambut. Aku jengah, tentu saja. aku masih bisa mengontrol diriku untuk diam, sayangnya.

“Cihh! Kupikir kau seistimewa apa.” cibirnya.

“Ne?” tanyaku heran.

“Aku heran. Hanya namja sepertimu yang menjadi alasan Hyun Aei menolakku. Bagaimana bisa?” Cihh! Kau jelas tak bisa dibandingkan denganku. Kajja!”

Mereka pergi. Meninggalkanku dengan tanya yang membuncah.

Chankamman!

Aei menolaknya karena aku? Apa maksudnya itu? Bolehkah aku sedikit merasa tinggi karena ini?

***

Aku menjatuhkan tubuhku ke ranjang. Benar-benar hari yang melelahkan.

Aku berniat memejamkan mata ketika tanpa sengaja mataku menatap sebuah buku bersampul biru. Aku bangkit dari rebahan. Kucoba untuk meraih buku yang berada di bagian bawah meja belajarku itu. Agak tersudut ke belakang, wajar jika tak disadari.

Aku mulai membuka lembar pertama buku itu.

Sebuah notes!

Milikku ketika SMA.

Aku ingat sekali, dulu sering menjadikan buku ini sebagai salah satu saran komunikasi dengan teman-temanku., terlebih ketika menghadapi pelajaran membosankan dengan guru killer. Buku itu akan berjalan berkeliling kelas sebagai penyampai pesan.

Aku tersenyum mengingat saat-saat itu.

Kubuka kembali lembar-lembarnya. Beberapa kali aku mengurai tawa menemukan tulisan-tulisan yang berhasil membuatku kembali ke masa 4 tahun silam.

Sampai pada lembar ke sekian kalinya yang kubuka, aku tertegun. Tertegun, karena untuk pertama kalinya aku menyadari tulisan itu ada di dalam notes-ku. Tertegun saat rasanya aku mengenal tulisan itu.

Aku beranjak. Merogoh isi tasku. Mencari sesuatu yang kurasakan berhubungan.

Aku menemukannya. Puisi itu. Kuperhatikan kembali bait demi bait.

Dunia…

Apakah aku hanya seonggok rumput liar di antara kumpulan mawar?

Lalu bagaimana aku bisa indah dan berarti?

Sama!

Meski ada beberapa huruf yang berubah, tapi goresan ini tetap sama. Ketebalan dan ketajamannya.

**THE TRUTH FIN**

Feeling (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang