Vote, Baca, Komen... ^^
"Choi Seo Joo dan Yong Ji Hoon adalah rekan satu grup. Kau ingat grup penyanyi STAR yang dulu pernah kuceritakan?"
Penjelasan berikut pertanyaan itu keluar dari mulut Carrisa. Narsha duduk di hadapan meja makan apartemennya, menggenggam botol ketiga air mineral yang sudah hampir kosong. Berharap banyak air yang masuk ke tubuhnya bisa meredakan keterkejutan dan kebingungannya. Ia mengatur napas berulang kali, memikirkan kemungkinan paling masuk akal.
Carrisa kembali mengoceh, "Jadi, kau mengerti kan mengapa aku seheboh ini? Skandalmu dengan Seo Joo akan bertambah parah seandainya publik mengetahui hubunganmu dengan Ji Hoon. Bayangkan! Mereka rekan satu grup dan memperebutkan satu gadis. Kau dalam bahaya, Narsha. Ada banyak wartawan yang menunggu di lobi. Hanya tinggal menunggu waktu sampai mereka diizinkan naik ke sini. Bukan hanya serangan media. Aku tak bisa membayangkan bagaimana reaksi fans STAR menghadapi skandal ini. Banyak publik figur hancur kariernya karena skandal-skandal, Narsha. Kita tak akan mampu menyumpal satu persatu mulut wartawan-wartawan jahat dan fans yang menggila!"
Asistennya itu mengembuskan napas berkali-kali, menggigiti kuku sambil mondar-mandir di lantai dapur. Narsha sama sekali tak mendengarkan ocehan Carrisa. Otaknya berputar ke arah lain. Sekarang yang ia khawatirkan bukan skandal itu, melainkan cincin biru yang tersemat di jarinya.
Mata elang Narsha bergetar memandang cincin tersebut beserta kertas alamat yang semalam menuntunnya ke La Proche. Bagaimanapun ia memikirkan, tak ada alasan masuk akal mengapa tulisan di kertas itu bisa berubah, mengapa bisa ada tulisan La Proche di kertas itu, dan mengapa pagi ini alamat lain yang tertera di sana.
Carrisa tiba-tiba menjentikkan jari, beringsut duduk di kursi makan dekat Narsha, lalu berkata dengan antusias, "Aku tahu bagaimana menyelesaikan skandal ini, Narsha."
Narsha tak mengindahkan kata-kata itu, matanya masih terfokus ke cincin dan kertas.
"Narsha!" Carrisa menggoyangkan lengan bosnya untuk mendapat perhatian.
Narsha memandang asistennya. Matanya membulat tegas. "Aku tahu, Carrisa. Aku tahu bagaimana menyelesaikannya."
Carrisa tersenyum lalu mengangguk. "Kau berpikiran sama denganku?"
Narsha bangkit berdiri. Carrisa masih mencekal lengannya. "Konferensi pers. Bukan begitu? Kau pasti berpikir hal yang sama denganku."
Narsha melepaskan cekalan tangan Carrisa dan langsung berlari ke kamar. Carrisa membuntutinya. "Kau mau ke mana, Narsha? Kau tak bisa ke mana-mana. Di luar banyak wartawan. Publik sedang gempar. Kau tak bisa sembarangan berkeliaran."
Narsha tak mendengarkan, tergesa-gesa mengambil baju pertama yang muncul di hadapannya begitu membuka lemari.
Carrisa melongo heran. "Apa sih yang kaupikirkan?!"
"Aku harus pergi ke suatu tempat," balas Narsha tanpa benar-benar memandang asistennya, sibuk menanggalkan pakaian.
"Aku akan menyiapkan konferensi pers, Narsha," Carrisa tak bisa menahan diri untuk menjelaskan usulnya. "Hanya konferensi pers yang dapat meredakan skandal ini. Kita harus menjelaskan pada publik bahwa rumor yang beredar tidak benar. Sebelum semua terlambat dan berlarut-larut. Kau tak bisa pergi ke mana pun sebelum itu. Kau dengar aku?"
Selesai bersalin, Narsha segera menyambar kunci mobil di nakas. Sebelum meninggalkan kamar, ia berhenti sejenak di hadapan Carrisa. "Aku tahu apa yang kulakukan," gumamnya yakin. Matanya lurus dan begitu teguh, seperti Narsha biasanya.
Seketika Carrisa terdiam, tak mampu membantah mata itu.
"Setidaknya katakan padaku kau ingin ke mana?" tanya asistennya lebih lunak.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pariseoulove
RomancePembunuhan terhadap seorang musisi tak terendus selama belasan tahun. Pihak keluarga menyembunyikannya dari publik lalu pergi melupakan tanpa pernah menengok kisah lalu. Luka yang ditutupi bukan berarti tak ada. Pelan tapi pasti, luka itu menyebabka...