13. Konferensi Pers

315 48 13
                                    

Seo Joo membenamkan kedua tangannya di saku celana. Matanya memandang nanar tiga angka yang tersemat pada papan alumunium di pintu bercat hitam di hadapannya. Lama ia berdiri di sana. Pilihannya dua, membunyikan bel di sisi pintu tersebut atau melangkah pergi.

Ia memejamkan mata, mengembuskan napas panjang. Ia melihat bayangan seorang gadis memasuki pintu hitam di hadapannya dalam kegelapan matanya.

Mendadak, rangkaian kejadian pada hari ketika ia tiba di Paris beberapa hari lalu berputar kembali dalam ingatan. Ia masih ingat, setibanya di bandara Charles de Gaulle, ia ingin langsung menemui ibunya. Karena itu dia datang ke La Proche. Menurut informasi yang ia dengar, kelab kecil itu belum lama dibeli oleh ibunya. Sudah lama ia tak bertemu sang ibu. Sayangnya, setibanya di La Proche, ibunya tak ada di sana. Dan memang tak pernah ada di sana. Menurut penjaga kelab, ibunya membeli kelab kecil itu hanya untuk membantu seseorang, sementara tentang kepengurusan kelab, sang ibu sama sekali tak menyentuhnya.

Karena sudah terlanjur mampir, Seo Joo menitipkan kopor bawaannya pada penjaga kelab, lantas masuk, memperkenalkan diri sebagai putra Michelle Kim, dan dengan cuma-cuma diizinkan meracik sendiri minumannya. Seo Joo pandai dalam hal ini. Karena itu, ia mengambil seragam tak terpakai seorang bartender dan membantu melayani tamu. Kesibukan itu menghibur dirinya, membuatnya sejenak lupa pada masalah.

Sepulang dari kelab, Seo Joo langsung ke apartemen lamanya--tempat dulu ia dan ibunya tinggal. Namun, tak disangka, ia bertemu dengan gadis bermata setajam elang yang sebelumnya ia temui di kelab. Mereka naik elevator yang sama. Seo Joo merapat di sisi kanan, sementara gadis itu di sisi sebaliknya.

Seo Joo diam memerhatikan gadis mabuk itu sampai denting elevator berbunyi dan pintu terbuka. Gadis itu berjalan terhuyung-huyung. Seo Joo melangkah pelan sambil menyeret kopornya tanpa suara, bibirnya tersenyum melihat pemandangan itu.

Seo Joo berjalan sepelan mungkin. Bukan maksud ingin menguntit, kebetulan apartemennya memang satu arah dengan si gadis.

Seo Joo menghentikan langkah di depan pintu 602. Bersamaan dengan itu, si gadis menempelkan telunjuk pada lensa kode pada pintu nomor 601 di belakang Seo Joo. Seperti tak yakin, Seo Joo memandang sampai gadis itu membuka pintu dan melangkah masuk. Ia terpaku di sana sambil tertawa heran. Apartemen mereka hanya dipisahkan oleh lorong, berhadapan.

Seo Joo membuka mata dan mengembuskan napas halus. Ia mengeluarkan tangannya dari saku celana, menyakinkan diri, kemudian menekan bel di sisi pintu 601. Tak ada jawaban. Dua kali. Pintu itu masih bergeming. Tiga kali, Seo Joo menyerah dan bersandar di daun pintu.

"Untuk apa aku menemuinya jika pada akhirnya aku justru akan menipu?"

Matanya sedang tertumbuk pada pintu apartemennya saat pintu itu terayun dan seorang pria akhir tiga puluhan dengan kaca mata lensa kotak melangkah keluar. Wajahnya serius, tetapi senyum tenang di bibirnya membuat kesan ramah tercipta. Tubuhnya yang tak begitu tinggi dibalut setelan jas hitam yang rapi. Dia berdecak halus sambil menggelengkan kepala begitu melihat Seo Joo.

"Apa yang kaulakukan di situ, Choi Seo Joo?" tegurnya heran. "Aku datang jauh-jauh secepat ini agar bisa segera mengurus segalanya. Sekarang kau masih diam saja begini?!"

Seo Joo tersenyum menanggapi. "Kubilang beri aku waktu, Hyeong. Kau datang terlalu cepat."

"Tak ada waktu," pria itu--Park Hyun Jae--manajernya menggerakkan tangan berlebihan. "Kita harus bergerak cepat sebelum pihak dari desainer itu melakukan konferensi pers lebih dulu. Kita harus membuat publik beropini bahwa skandal itu benar sebelum mereka mengonfirmasi bahwa skandal itu tidak benar."

"Bagaimana jika mereka membuat pernyataan berbeda?" Seo Joo melipat tangan.

"Tak masalah," Manajer Park mengangguk yakin. "Yang kita perlukan adalah pengalihan skandal dan membuat Shin Ji Young tak berkutik. Jadi, kita hanya perlu membuat kebohongan."

PariseouloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang