BIDADARI MASA LALU

70 3 0
                                    

Waktu berlalu dengan sedikit berbeda setelah aku menjadi ketua ORII putri. Posisiku sebagai ketua membuatku harus aktif di organisasi itu sesibuk apapun waktuku untuk kuliah dengan tugas dari beberapa dosen yang begitu banyak. Di ORII aku menemukan banyak sahabat baru, salah satunya yang terdekat denganku adalah Nazatul Milladiyah atau sering disapa dengan Milla yang dulu menjadi rivalku ketika pemilihan ketua di tahap terakhir. Aku dan dia memiliki banyak kesamaan dan ternyata dia pun masih orang baru di ORII. Benar kata Mas Fahmi waktu itu, bahwa tak semua orang yang hadir disitu aktif di ORII. Bebarapa orang memang aktif namun beberapa orang diantaranya hanya aktif ketika ada kegiatan saja dan beberapa yang lain masih orang baru yang belum banyak tahu tentang ORII sama seperti aku dan Milla. Dan kuakui ORII ini memang organisasi yang dapat memberikan banyak manfaat, namun hatiku belum 100% masuk di sini.

Aku belum menceritakan perihalku menjadi ketua ORII kepada Izzam. Aku belum siap menceritakannya dan aku pun masih bingung bagaimana aku harus menjelaskan ini padanya. Waktu-waktuku berikutnya banyak tersita untuk ORII dan yang paling sering menemaniku adalah Milla. Kami mulai akrab dan dia sahabat yang baik untukku. Dia lulusan pesantren sehingga tak heran jika dia terlihat begitu alim dan kalem. Aku banyak belajar kesabaran darinya dan Mas Fahmi pun banyak membantuku untuk mengenal ORII serta atmosfir yang ada di dalamnya.

Aku mulai mengenal karakter Mas Fahmi. Dia benar-benar organisatoris sejati. Cara berfikirnya dan semua apa yang dilakukannya penuh dengan pertimbangan organisasi. Aku pun baru tahu ternyata dia aktif di Organisasi Mahasiswa Islam dan bahkan menjadi salah satu pengurus inti di organisasi itu. Pantas saja cara berfikirnya keras dan tegas, organisasi itu memang terkenal begitu kritis menanggapi permasalahan yang tengah berkembang di masyarakat khususnya terkait masalah pemerintahan dan keagamaan. Dia berbeda dengan kesan pertamaku dulu ketika pertama kali melihatnya di pergantian pengurus ORII. Aku melihat dia sebagai seseorang yang cukup berambisi mewujudkan sesuatu. Awalnya aku sulit menyesuaikan diri dengan cara berpikir dan cara pandangnya di organisasi sehingga aku selalu mencoba mengalah dan mengikuti apa yang menjadi keputusannya. Kuposisikan diriku hanya sebagai pendampingnya menjalankan organisasi bukan patner kerja yang selalu mengisi kekosongan satu sama lain. Mas Fahmi sudah cukup pandai mengatur ORII, biarlah aku hanya ikut menjalankan ORII di bawah pimpinannya sambil aku belajar tentang ORII lebih dalam lagi. Itu yang kufikirkan.

Hanya Milla yang selalu menjadi pendengar dan pemberi solusi dalam setiap kesah yang kuceritakan. Aku benar-benar bersyukur setidaknya di ORII ada dia yang selalu satu fikiran denganku. Jika aku dan Mas Fahmi sering bentrok, maka aku dan Milla makin hari malah semakin akrab bak saudara. Dia mulai menceritakan alasan dia tertarik ikut ORII. Dia yang sedang patah hati karena kekasih hatinya, orang yang sudah 6 bulan bertaarufan dengannya tiba-tiba saja memutuskan hubungan. Laki-laki itu menikah dengan perempuan lain tepat setelah taaruf mereka berakhir.

“Awalnya memang aku hanya iseng ikut ORII, Qi. Aku ingin mencari banyak kesibukan agar aku lupa dengan kesedihanku. Kesibukanku di madrasah mengajar anak-anak kecil mengaji belum cukup menjadi pelipurku. Aku masih sering teringat dia di waktu senggang. Untuk itu aku ingin terus bersosialisasi dengan banyak orang agar hatiku terhibur.” Aku melihat kesedihan terpancar dari matanya saat menceritakan itu.

“ Laki-laki seperti apa dia? beraninya meninggalkan perempuan sebaik dirimu.” Ucapku dengan jengkel melihat sahabatku ini dipermainkan hatinya.

“Dia laki-laki yang baik kok, Qi. Dia hanya sempat keliru mengenali tulang rusuknya. Ternyata bukan aku yang dia cari. Aku hanyalah satu kekeliruan dalam hidupnya.”

“Masih bisa kau membelanya?”

“Biarkan sajalah, Qi. Kami memang belum berjodoh. Lagi pula aku tak menyesal meski hanya sebentar dia masuk dihidupku. Paling tidak kini aku sadari, itulah cara Allah mengirimku masuk di ORII. Mungkin jika saja aku tak mengalami hal itu, aku tak kan pernah masuk ORII dan tentu saja kita tak akan pernah bersahabat seperti sekarang ini, bukan?”  Ucapnya dengan bijak.

Istikharah CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang