Pagi ini terasa dingin. Jalanan, pepohonan dan segala sesuatu yang ada di luar sana tampak basah oleh hujan yang turun semalaman. Aktivitas orang-orang seperti sedikit terhambat karena rintik-rintik hujan pun sampai pagi ini masih terasa. Jalanan terasa lengang tanpa lalu lalang kendaraan sebanyak biasanya. Kicauan burung tak semeriah biasanya juga, mungkin burung-burung itu pun merasa enggan berkicau dengan merdu di bawah rintikan hujan.
Aku masih berada di kamarku, hanya menyaksikan kelengangan itu dari balik jendela kamar. Mukena yang kukenakan untuk menunaikan sholat shubuh belum terlepas dari tubuhku dan tanganku pun masih memegang Alquran yang baru saja selesai ku baca. Surat Ar Rahman menemaniku menyambut pagi yang basah dan dingin ini.
Sudah hampir 2 minggu sejak kudengar cerita tentang bidadari masa lalu Izzam. Sejak saat itu pula aku belum bertemu dengannya atau sekedar sms dan mendengar suaranya. Aku bukan enggan menghubunginya, hanya saja aku masih ingin menenangkan fikiranku sejenak. Aku benar-benar ingin mampu mencerna situasi ini dengan bijak. Dan satu hal lagi yang kufikirkan, benarkah Izzam memang tak memiliki perasaan apapun untukku karena bahkan dia tak mencoba menghubungiku selama 2 minggu ketika aku pun tak menghubunginya. Air mataku menetes lagi teringat hal itu. Sekali lagi aku merasa jatuh cinta padanya begitu sulit sekali. Tiba-tiba fikiranku terbuyarkan oleh suara deringan ponselku. Mas Fahmi menelepon.
“Hallo, Assalamu’alaikum”, sapaku.
“Wa’alaikumsalam. Hari ini acara kemana, Qi?”
“Ehmm…sepertinya di rumah saja, Mas. Ada apa?”
“Bagus, aku boleh datang kerumahmu? Ada undangan penting yang harus kusampaikan langsung untukmu.” Jawabnya.
“Boleh, silahkan saja. Jam berapa mau datang?”, tanyaku lagi.
“Sekitar jam 09.00”, jawabnya singkat.
“Iya, aku tunggu.”
“Oke, selamat beraktivitas ya. Wassalamu’alaikum!”
“Baiklah, selamat beraktivitas juga. Wa’alaikumsalam.”
Tak terasa aku telah mengenal Mas Fahmi sudah hampir 6 bulan ini. Aku pun mulai menyadari sesuatu, meski Mas Fahmi itu sering bersikap keras padaku tapi kalau difikir-fikir itu semua adalah untuk kebaikanku juga. Hanya saja karena aku tak terbiasa dikerasi oleh orang lain, aku merasa sedikit tertekan dengan cara Mas Fahmi mengajariku tentang ORII. Mas Fahmi pernah sangat baik hingga membuatku tersenyum kegirangan dan pernah pula dia membuatku menangis tersedu karena sikapnya.
Waktu itu ada acara ORII pusat yang diikuti oleh seluruh pengurus ORII daerah, karena tempat acaranya cukup jauh dan harus menginap, aku dan Mas Fahmi sepakat akan berangkat bersama dengan teman-teman yang lain menggunakan mobilnya. Kami berangkat berlima, Mas Fahmi dengan Ardhan mewakili ORII putra sedangkan aku dengan Milla dan Mbak Mirza mewakili ORII putri.
Hari itu kami sepakat bertemu di rumah Mbak Mirza pukul 16.00 WIB. Tapi sayang sekali, sekitar pukul 15.30 hujan turun begitu derasnya sehingga tak mungkin jika kami harus berangkat di tengah hujan sederas itu. Akhirnya Mas Fahmi meneleponku, dia mengajak berangkat setelah hujan reda saja dan aku pun setuju.
Sekitar satu setengah jam kemudian hujan sudah mulai reda namun belum seutuhnya. Karena kufikir sudah cukup sore akhirnya aku mengirim sms ke Mas Fahmi mengabari bahwa aku akan berangkat sekarang meski hujan belum reda total dan menunggunya di rumah Mbak Mirza sesuai kesepakatan. Namun tak juga ada balasan darinya. Akhirnya aku tetap berangkat meski dia belum membalas sms ku. Sesampainya di rumah Mbak Mirza ternyata Mas Fahmi belum sampai di sana. Kubuka ponselku, tidak ada sms masuk darinya. Selang beberapa menit kemudian ada sms masuk, ternyata dari Milla. Aku sedikit kaget membaca pesan darinya. Dia memberitahuku bahwa sekarang dia sudah diperjalanan bersama Mas Fahmi dan Ardhan menuju kantor ORII. Mereka akan menunggu Mbak Mirza dan aku disana. Dari awal, Milla memang akan menunggu dirumahnya karena dia tidak ada kendaraan untuk ke rumah Mbak Mirza lagi pula rumah Milla terlewati oleh jalan kami menuju tempat kegiatan ORII. Jadi kami sepakat akan menjemput Milla bersama-sama setelah dari rumah Mbak Mirza.
KAMU SEDANG MEMBACA
Istikharah Cinta
Short StoryKita tidak pernah tahu siapa jodoh kita yang sesungguhnya paling tidak sampai terucap akad di depan saksi dan penghulu. Itulah yang terjadi di hidup Auqi. Perempuan yang berusaha selalu memperbaiki diri karena jatuh cinta dengan seorang laki-laki ba...