Tiga

49.2K 1.1K 10
                                    


"Aku?"

"Maksudku, di mobil ini banyak kenangan pahit juga untuk kamu?"

Andra tersenyum pada diri sendiri. "Sesungguhnya, mobil ini memiliki banyak kenangan manis bagiku."

Martin memutuskan ia menyukai wajah Andra yang sedang tersenyum. "Ceritakan padaku, kalau kamu tak keberatan."

"Pertama kali aku belajar menyetir tentunya dengan mobil ini. Waktu itu aku kelas 3 SMA. Aku menabrak pagar rumah dan membuat Mama dan Papa marah-marah. Mereka memotong uang jajanku untuk memperbaiki bodi mobil yang lecet dan pagar yang bengkok."

"Terdengar seperti pengalaman yang tidak menyenangkan."

"Dulu memang rasanya seperti itu, tetapi setelah aku semakin pandai menyetir, aku merasa aku yang dulu bodoh sekali. Terkadang adikku menertawakanku saat mengingat kejadian itu. Sialnya, adikku tak melakukan kesalahan sedikitpun saat tiba baginya untuk belajar menyetir."

Martin tertawa, merasa mengerti posisi adiknya. Ia juga dulu suka mengolok-olok kakaknya yang sampai saat ini, meskipun sudah menikah dan punya anak, masih juga belum bisa menyetir.

Sementara itu Andra baru menyadari bahwa tawa Martin menghasilkan sebuah lesung pipit yang membuatnya terlihat manis. Andra sedikit terpana, tetapi cepat mengendalikan dirinya sendiri mengingat ia saja belum mengetahui nama pria tersebut.

"Bagaimana dengan kamu? Punya masa lalu suram juga, seperti aku?" tanya Andra iseng.

Martin tersenyum. "Untungnya tidak. Orangtuaku merupakan pasangan yang harmonis. Mereka sudah berumur 50an tahun, ayahku hampir 60, tapi sampai saat ini mereka masih saja suka menggoda satu sama lain. As in flirting, gitu. Aku suka mengolok-olok mereka, menyebut mereka genit, berpura-pura malu kalau mereka bergaya seperti anak muda yang baru saja pacaran. Tetapi sesungguhnya aku bahagia untuk mereka. Hanya sedikit kesal kalau mereka sudah memaksaku untuk menikah."

"Berapa umurmu?" tanya Andra.

"26," jawab Martin.

"Tidak terlalu tua, tetapi juga tidak terlalu muda. Kenapa kamu tak menikah?" tanya Andra penasaran.

"Aku masih punya kekurangan," jawab Martin malu-malu.

Andra sedikit terkejut mendengarnya. "Lho, kenapa? Kamu sudah bisa beli mobil sendiri, pastinya juga sudah punya pekerjaan yang tetap. Kekurangan apa lagi?"

"Kurang.. calonnya saja," jawab Martin bercanda.

Andra tertawa terbahak-bahak hingga matanya berair, "tentu saja!"

Martin refleks menghapus airmata yang mengalir akibat tawa Andra tersebut. Tangannya menyentuh pipi Andra dan menghapus cairan bening yang bergulir dengan ibu jarinya. Andra merasakan tawanya mereda merasakan sentuhan tangan lelaki yang tak dikenalnya itu. Sebenarnya itu merupakan gestur yang baik, namun terlalu intim untuk dilakukan antara pria dan wanita yang belum saling mengenal.

"Maaf, refleks," sahut Martin.

"Tidak apa-apa," jawab Andra, merasa pipinya memanas setelah tangan Martin melepaskannya.

"Kamu juga kenapa tidak menikah?" tanya Martin memecah kecanggungan di antara mereka.

"Sepertinya tidak dalam waktu dekat. Sama seperti kamu, tidak punya calon. Tapi yang lebih utama, sejujurnya aku masih takut dengan pernikahan. Takut berakhir sama seperti orangtuaku."

Martin bisa merasakan keraguan Andra.

"Lagipula," sambung Andra, "aku masih muda. Baru 24 tahun. Jaman sekarang normal saja bagi perempuan untuk menikah di umur yang lebih matang."

Backseat MemoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang