1.

32 0 0
                                    

Februari, 2016.

07:12 am.

Seorang wanita berambut mocha gelap melirik jam digital di layar smartphonenya dengan gelisah. Ia mengambil bungkusan kotak yang tergeletak di dekat wastafel kamar mandi mewah itu. 3 menit. Meskipun ia telah mengetahui fakta itu sebelumnya, ia tetap check tulisan pada kotak kecil itu untuk meyakinkan dirinya. Sesering apapun ia menggunakan alat berbentuk persegi panjang yang berukuran kecil itu, ia tetap merasa gelisah saat harus menunggu hasilnya.

7:15 am.

Baiklah. Waktunya untuk melihat hasil test itu.

Satu garis.

Milena kembali harus merasa kecewa melihat hasil test yang menyatakan dirinya belum juga dapat memberikan keturunan untuk suaminya. Ia segera membuang stick test pack dan kotaknya ke tempat sampah, mencegah suaminya untuk menemukan benda tersebut. Ia tidak sanggup menatap wajah suaminya dan melihat kekecewaan yang coba ia pendam setelah beberapa test sebelumnya yang selalu berhasil sama.

Ia tidak mengerti. Setelah 3 tahun pernikahan dan setahun aktif mengikuti program, mereka belum juga dikaruniai buah hati yang dinantikan. Milena dan suaminya dinyatakan sehat oleh dokter dan spesialis yang mereka datangi.

'Hanya butuh waktu, nyonya, tuan. Bersabarlah.' Itulah kata-kata yang mereka katakan pada pasangan muda ini.

Milena tahu suaminya yang 4 tahun seniornya telah tidak sabar menimang buah hati. Wanita itu dapat melihatnya dari sinar mata suaminya setiap kali ia berinteraksi dengan keponakan atau anak dari teman-teman mereka.

"Mia? Sedang apa kau di dalam? Apa kau sudah siap, sayang?" Suara suaminya memanggil dari luar kamar mandi.

Mia segera menghapus air mata yang tidak sadar telah menetes dari mata coklatnya.

"Iya mas, sebentar lagi aku siap." Jawabnya. Ia harap suaranya tidak terdengar seperti habis menangis.

Mia merapihkan riasan wajahnya dan menggunakan parfum kesayangannya yang merupakan hadiah dari suaminya ketika ia pergi ke Paris bulan lalu. Ia segera keluar dari kamar mandi dan memberi lelaki yang telah menunggu di atas ranjangnya senyuman manis.

"Yuk, mas. Nanti bunda dan Bella nungguin kita kelamaan." Ajaknya sambil mengulurkan tangan pada pria itu.

Pasangan tersebut segera pergi meninggalkan apartment mewah di pertengahan ibu kota menuju ke bandara. Mereka akan menjemput Ibu mertua Mia dan Bella, adik dari suaminya, yang baru sajar tiba dari New York, tempat Bella mengambil gelar masternya. Awal bulan lalu, Mia dan suaminya pun hadir dalam wisuda Bella. Gadis itu adalah sahabat Mia. Saat SMA dulu, keduanya selalu berharap dapat menjadi 'sisters' dan permintaan tersebut terkabut saat Mia menikahi kakak Bella.

"Pesawatnya landing jam berapa, Mia?" Tanya suaminya.

"Jam 9:15 mas, kemarin sebelum take off Bella sudah mengingatkan." Jawab Mia sambil mengecheck chat dari sahabatnya itu.

Hening. Memang suami Mia bukan orang yang banyak berbicara. Ia cenderung pendiam dan kalem. Itulah salah satu hal yang membuat dirinya tertarik dengannya.

Mia berkenalan dengan suaminya ketika keluarga Bella menggelar acara syukuran kepulangannya dari Amerika. Suaminya baru saja pulang ke tanah air setelah kuliah bachelor dan master di salah satu universitas terbaik di sebrang sana. Ketika itu dirinya hanyalah seorang mahasiswa tingkat dua.

Jangan salah, Mia memang selalu terlihat cantik semenjak ia kecil. Gen ayahnya yang setengah Rusia dan ibunya yang terpilih sebagai mojang Jawa Barat ketika muda dulu menghasilkan anak semata wayang yang sangatlah cantik. Tubuhnya tinggi dan ramping dengan kulit putih mulus serta rambut mocha gelap yang alami. Alisnya yang tebal dan hidung mancung membuat banyak pria terpesona.

Choices.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang