3

6.3K 770 72
                                    

Win POV.

“Kak, bantuin kak aduuuh… Kak Uno brutal banget sumpah, masa dia masih mau pacaran sama aku meskipun aku cowok?!” aku menahan lengan Kak Uni, sedikit memaksa.

“Ahhh, bodo amat ah. Urus aja sendiri. Gue sibuk sama mading minggu depan yang belum kelar. Uno emang gilak! Lo juga. Dasar jablay. Lagian lo sih, pakai acara nembak ‘gue’ segala. Kena batunya kan lo. Haha.”

Aku manyun, kok bisa ya aku suka sama orang ini? keliatan banget sekarang sisi iblisnya. Nyesel deh. “Dulu Kak, yaelah.. salah sendiri Kakak cewek.”

Elah, alasan. Orang sama Uno yang cowok aja lo tetep mau.” Kak Uni terkekeh.

“Tau deh kak, repot ngomong sama kakak.” Terlanjur kesal, aku meninggalkan kakak kelas itu di ruang ekstra sekalian. Biarin sendirian, salah sendiri gak mau bantu orang yang lagi kesusahan.

Di tengah perjalanan, saat lagi asyik ngedumel, ada yang menepuk pantatku tiba-tiba. Waktu aku menoleh, eh, Kak Uno. Gak sopan! “Apaan sih, Kak?” ucapku, ketus. Gak lucu kan kalau ada yang lihat kami berduaan, dengan posisi ambigu gini? Dia ketawa, “Hai, Bee. Tenang aja, koridor lama ini sepi kalau udah jam pulang sekolah.” kalau itu aku udah tau, masalahnya tangannya sekarang bertengger di leherku. Ya, benar. Kak uno sedang memelukku dari belakang.

Kemudian, “Kak?” terbersit satu tekad dalam hati. “Aku gak suka kakak.” Lanjutku, takut-takut. Iya lah, gimana kalau dia tiba-tiba gorok gue dari belakang?! Kelar kan hidup gue!

Kak Uno yang biasanya paling gak tahan berbicara padaku tanpa bertatap muka, tetap bergeming di tempatnya. “Kenapa sih, Win? Ada yang salah?” dia mencium tengkukku lembut.

Perlahan, aku melepaskan kaitan tangannya. “Aku suka Kak Uni,” jelasku. Aku sudah tau kalau jadinya akan begini, tapi rasanya sakit sekali saat dia memandangku dengan mata sayunya. Apa aku egois karena memikirkan kebahagiaanku sendiri tanpa memperhatikan perasaan orang lain?

Apa dia terluka?

“Kak?” aku memanggilnya pelan ketika Kak Uno tidak juga melepas ujung jemariku. “Maaf ya, aku salah. Harusnya aku memastikan dulu itu nomer Kak Uni atau bukan. Aku udah mau bilang dari dulu, tapi gak berhasil menemukan sikon yang tepat.”

“Win? Uni udah tau?” Kak Uno buka suara.

“Ya, katanya aku jablay. Mau aja sama cowok.”

“Lo nyesel?”

“Ya.”

Dan ikatan jemari kami terlepas, Kak Uno yang melakukannya. “Yaudah deh, baik-baik ya sama Uni. Dia emang sableng. Kalau mau pacaran sama dia, lo harus super sabar.” Balas Kak Uno, tersenyum manis. Dia mengacak rambutku, sebelum berbalik dan berjalan menuju koridor kelas 11. Aku berdiri sendirian di koridor gelap bekas bangunan sekolah yang lama ini. Aku menghembuskan napas lega, setidaknya beban terbesar itu sudah terangkat dari pundakku.

==>

Uno POV.

Gue nyerah. Yang namanya makhluk 3D emang susah dimengerti. “Son…” gue memanggil Sono yang kebetulan masih berkeliaran di kantin sekolah, beberapa menit setelah Win menjelaskan kesalahpahamannya sama gue.

Dia menoleh dengan wajah ogah-ogahan. “Apaan?” balasnya, setengah kesal. Es teh plastik ditangannya terpaksa dianggurin.

“Gue diputusin. Jalan yuk?”

“Kemana?”

“Warnet.”

“Bokep?”

“Apa otak lo cuma isi bokep?”

WINUNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang