4

6K 703 87
                                    

Me : Kak, nanti pulang sekolah bisa ketemuan? √√

Kak Uni 'kw' : ?? √√

Me : Mau ngobrol aja. Aku tunggu di gerbang jam 2. √√

Kak Uni 'kw' : K. Lo g bwa mtr? √√

Anjrit, kok bahasanya minim konsonan gitu?

Me : Ngak. √√

Me : Nhgk. √√

Me : G\k √√

Dasar typo! Nyerah deh.

Me : Ah, whatever! -_- √√

Kak Uni 'kw' : Lol :v iye, gw tbngn. Mw nbeng kn?

Aku sangat bersyukur dengan predikat 'mantan anak alay', ya seenggaknya ngerti lah apa yang ditulis Kak Uno.

Me : Hehe, see ya. √

Tanpa menunggu pesanku dibaca, aku memasukkan ponsel kembali ke saku celana. Aku pikir, rencanaku akan berhasil kali ini.

==>

Tapi tidak. Jam 14.45 siang. Tepat saat aku keluar dari ruang kelas, hujan sebutir jagung tiba-tiba mengguyur bumi. Ini bukan drama, so, aku gak berniat untuk menerobos hujan dan membuat seragam putih-putihku kotor.

Setengah menggerutu, aku menunggu hujan reda dengan suasana hati super-duper krik..krik..krik.

Garing.

Gabut.

Gak suka.

15 berlalu, hujan tetap sama kayak tadi. Selokan depan kelas udah lama penuh sama air hujan, tumpeh-tumpeh malah. Hingga aku menyadari, hanya aku dan beberapa anak cewek kelas sebelah yang masih nunggu hujan reda dengan sabar di teras kelas. Anak-anak sekelas udah pada pulang. Bukan hal aneh lagi kalau mereka suka hujan. Kelasku emang didominasi oleh para brandal cilik yang berani 'kotor'. Baik dalam makna denotasi maupun konotasi. Tentu aja selain Win seorang, wk.

Lagi asyik ngelamun, ada anak kelas 3 yang lari-lari dari taman ke kelasku, menerobos hujan dengan selember daun talas. Taruhan, daun itu pasti metik dari tanaman talas depan kantor guru. Pasukan berani mati!

Begitu aku mengenali gerak-geriknya...

Jreng.

Spontan kepalaku penuh dengan sebuah soundtrack lagu romantis.

Perdamaian-perdamaian

Perdamaian-perdamaian

Banyak yang cinta damai

Tapi perang makin ramai

Bingung, bingung kumemikirkan.

Oh, tidak.. Itu terlalu romantis.

Balik lagi ke realita.

"Win! Woi, kunyuk! Masih idup lo?!" suara menggelegar Kak Uno datang bersamaan dengan sesosok aktor hujan yang mendekat ke arahku.

Anjrit, emang dikata aku udah jadi mayat hidup kali ya. "Masih, Kak. Kak Uno juga masih hidup?" balasku, sedikit ketus.

"Sialan lo! Gue nungguin sampai udah jadi tempe, lo kagak nongol-nongol." Omel Kak Uno.

"Yaelah, Kak. Baru juga nungguin 15 menit, udah gak sabar. Gimana besok-besok mau nungguin lahiran bayi coba?" jawabku.

Aku merasakan perubahan sikap Kak Uno padaku sekarang. Dia jauh lebih santai. Mirip waktu dia ngobrol sama...temennya.

WINUNOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang