Anna and Ahmad-03

5 1 0
                                    

Ahmad selalu menempel kepadaku, aku heran. Walaupun hubungan kita agak retak, tapi Ahmad tidak menunjukannya kepada semua orang, dia tetap menempel padaku seakan hubungan kita baik-baik saja. Tapi jujur saja, semuanya itu tak benar. Setelah kehadiran Madin menjadi lebih istimewa dari sebelumnya yang hanya berstatus teman sekelas, hubunganku dengan Ahmad renggang. Tapi kita menjalaninya, walaupun sesekali di kelas kita menunjukan bahwa kita marahan.
Aku sedikit risih dengan kelompok Matematikaku. Bagaimana tidak? Aku, Ahmad, dan Madin disatukan. Sebenarnya sih tidak hanya kami bertiga, ada yang lain tapi mereka tak berperan penting. Didalam kelompok -Ah, tidak. Saat kursi kita disusun sesuai kelompok dan berkumpul, itu hal yang paling aku benci. Aku benci sekali jujur saja. Kenapa? Karena otomatis saat itu juga Ahmad akan duduk disamping aku dan terus mengganggu kefokusan belajarku, tapi bukan itu saja masalahnya. Madin, dia jarang bergabung dengan kelompok. Dia akan berusaha jauh dari pandangaku, dia akan menjauhi tatapan matanya yang menangkap aku dan Ahmad. Iya, aku merasa ada yang aneh dengan itu. Sedikitpun aku tak berpikir bahwa Madin cemburu atau apa, karena hal itu tak pernah terlintas dipikiranku. Tapi semuanya membuatku penasaran, aku bingung dengan sikap Madin. Aku pikir dia biasa-biasa aja jika melihatku dengan Ahmad, tapi kenyataan berkata lain. Madin menjauhiku, seakan dia tidak ingin aku dan Ahmad retak karenanya. Hanya dengan menghela nafas dan menghembuskannya lewat mulut, aku pikir akan menghilangkan sedikitnya perasaan beratku ini. Tapi tidak, sama sekali tidak. Hanya hembusan angin yang keluar dari mulutku saja, dan tidak dengan beban-bebanku yang ingin aku keluaran dari kepala. Konyol.
Aku pikir, dengan aku dan Madin satu kelompok, kita bisa berkomunikasi atau mencari-cari alasan untuk tetap berkomunikasi di dalam kelas. Tapi tidak lagi, Madin benar-benar menjauhiku.

Saat aku menyadari teman-teman sekelasku mengetahui posisiku dan Madin kurang baik, sesekali mereka berbicara atau sekedar memberi info tentang Madin kepadaku.
"Karena Madin menyukaimu Anna-ya. Kenapa kau tidak peka sekali, bego." Kata-kata yang mendarat mulus dari mulut temanku yang bernama Tria itu benar-benar membuatku membeku beberapa sekon. Itu reaksi yang wajar saat seseorang pikir dirinya -tidak, perasaanku tak terbalas oleh lelaki yang ia sukai. Ya, aku pikir yang menyukai Madin hanya dipihakku saja atau bisa dibilang cinta bertepuk sebelah tangan. Tapi setelah mendengar kata-kata yang di lontarkan Tria membuatku sedikit menyesal, bagaimana tak menyesal? Aku tak menyadari itu dari awal, dan hanya mengacuhkan Madin yang menjauhiku. Sungguh semakin jahat diriku ini.

Tapi ceritaku dengannya semakin rumit setelah ini, banyak penyesalan lagi yang aku rasakan. Dan lebih menyakitkan daripada mengetahui Madin menyukaiku.

I'm and My Faulth-I'M BAD-Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang