By. Akh Rahmat
Tuan Guru KH Tengku Zulkarnain pernah bercerita tentang bagaimana sosok ulama' yang satu ini, Kiyai Ma'ruf Amin. Kiyai yang memimpin Majelis Ulama Indonesia ini terkenal dengan kelembutannya.
"Kiyai Ma'ruf itu lembut. Lembut bicaranya, sifatnya, sikapnya. Namun tetap tegas"
Testimoni Tuan Guru saat itu di masjid Al Falah Darul Muttaqin. Jujur, pada awalnya saya juga ragu dengan kelembutan beliau ini, akan berpengaruh pada ketegasannya. Sama halnya saat Buya Hamka dengan kelembutannya, di khawatirkan akan bersikap lembut pula pada kemungkaran.
Namun semuanya salah. Buya Hamka menunjukkan ketegasannya dengan pengunduran diri bila keputusan MUI di masanya harus di cabut. Begitu pula dengan Kiyai Ma'ruf, beliau menolak ketika di minta menghapus tuntutan dan menghilangkan esensi tuntutannya. Ah, saya lupa, bahwa beliau ini laksana Abu Bakar yang begitu lembut.
Abu Bakar terkenal pula dengan kelembutannya. Sampai-sampai Aisyah ra ternganga tidak percaya saat beliau memutuskan memerangi kaum yang tidak mau berzakat.
Dahulu, semasa Rosulullah SAW belum wafat. Beliau SAW membentuk satu kompi pasukan khusus dengan Panglimanya Usamah Bin Zayd. Seorang anak muda berusia antara 17-18 tahun. Sementara pasukan yang ia pimpin isinya para sahabat senior. Ada Umar, Utsman, Ali, dan lain sebagainya. Sampai pasukan itu siap, krasak - krusuk terjadi di kalangan sahabat. Mereka ragu dengan kapasitas Usamah memimpin perang. Lalu kemudian Rosulullah SAW wafat dan misi belum di kerjakan. Maka berpindahlah kepemimpinan umat islam dari Rosulullah SAW, ke Abu Bakar Assidiq yang terkenal lembutnya.
Kekhawatiran sahabat memuncak, akhirnya di sepakati bahwa Umar di tunjuk untuk menghadap Khalifah Abu Bakar, untuk membicarakan perihal Usamah. Bisa di bayangkan, Umar tinggi gagah, sedang Abu Bakar kurus kecil. Umar dengan gagahnya menghadap dan meminta agar Khalifah mengganti Usamah dengan yang lain. Dan bagaimana reaksi Abu Bakar yang lembut itu?
Abu bakar yang berbadan kecil mngangkat wajahnya, kemudian menarik janggut Umar yang lebih besar sampai ke wajahnya. Kemudian dengan tegas Abu Bakar berkata ;
"Apakah engkau memintaku untuk mengganti apa yang sudah di tetapkan oleh Rosulullah? Selama aku hidup, aku pastikan tidak ada orang yang bisa merubah ketetapan dan perintah Rosulullah kecuali aku akan memeranginya"
Seketika Umar gemetar serta ketakutan. Ia tidak menyangka Abu Bakar akan sedemikian tegasnya bila sudah berbicara soal perintah Allah dan Rosul-Nya. Maka saat itu pula Umar melihat sisi lain dari orang terbaik setelah Rosulullah itu.
Hal itu juga yang di tunjukkan Kiyai Ma'ruf saat ini. Bahkan ketika beliu di tanya perihal Habib Riziq, beliau mengatakan bahwa Habib Riziq adalah utusan MUI yang di tugaskan untuk mengawal penistaan ini. Sebab Habib Riziq itu tegas, punya kapasitas, berkarakter, layaknya Umar di masa dahulu.
Kepercayaan Kiyai Ma'ruf atas Habib Riziq, sama halnya dengan kepercayaan Abu Bakar kelada Umar. Ketika Umar khawatir dengan kelembutannya. Lantas Abu Bakar berucap... :
"Wahai Umar, aku ini lemah. Maka kau yang akan menguatkanku!"
Kemudian Umar berucap ;
"Aku akan menguatkanmu dengan segenap kemampuanku"
Maka ketika itu, kolaborasi antara Abu Bakar yang lemah lembut dan Umar yang keras, menghasilkan kejayaan yang luar biasa. Mereka laksana Pedang nan tajam yang di sandingkan dengan Tameng yang kuat. Itu yang saya lihat antara Kiyai Ma'ruf Amin dan Habib Riziq Syihab. Antara Abh Bakar dan Umar Bin Khattab. Wallahu a'lam.
Alhamdulillahilladzi alafa baina qulubina. Waja'alana ikhwanan mutakhabina. Wa'alimina da'ina mujahidina fii sabilih.
Kami mencintai kalian karena Allah. Semoga kita selalu di tetapkan dalam jalan ketaatan dan ketaqwaan. Aamiin.
KAMU SEDANG MEMBACA
Spirit Kemenangan
Non-FictionBerisi tulisan lepas yang memuat isi hati dan pikiran penulis