Chapter 6

23 4 0
                                    

Setelah seminggu aku masuk sekolah ini. Aku merasa tak ada yang tak ada yang berbeda dari SMA Angkasa semua sama; Guru-guru, tugas, teman-teman, dan kantin. Tak ada yang berbeda, yang berbeda hanya tempat saja berbeda dan masih ada rasa kehilangan yang belum sempat aku yaitu cinta. Tapi semenjak aku perhatikan lebih detail ada seseorang yang mampu mencuri perhatianku, membuatku mati penasaran dengan dia.

Tidak, dia tak seperti badboy yang ku baca di cerita-cerita novel dan tak juga cerita cowo cupu. Dia berbeda, dia sangat pintar tapi disisi lain dia pemain basket yang handal yang suka berbaur dengan anak lain. makin hari aku makin penasaran, ingin aku berbicara hanya ingin mematikan rasa penasaran ini.

Aku mencoba mencari tau dia di medsos sekolah tapi yang tertera diprofil dia hanya nama dan kelas. Tak ada yang lebih mendetail. Tapi aku masih belum patah semangat, aku mencoba mencari di ig,sc,fb,twitter,askfm. Tapi hasilnya nihil.

Aku mencoba mengalihkan perhatianku dari hal-hal yang berbau dia. Aku takut, aku takut luka ini tumbuh lagi.

Aku berjalan sepanjang koridor yang sepi mengingat jam sekarang menunjukan angka 4 lewat 10 menit 1 jam lalu kelas dibubarkan tapi entah mengapa aku belum ingin pulang.

Aku duduk ditaman menikmati setiap hembusan angin yang menggelitik kulitku dan membelai rambutku.

Aku tak tau apa yang sedang aku lakukan saat ini. Yang aku tau aku hanya terduduk dan menatapi langit yang penuh dengan pulau kapan.

"Belum pulang?" Tanya suara bariton dari belakang membuatku terkejut setengah mati.

"Jantung gue,"

Aku menoleh kebelakang mendapatkan seorang yang sedangku pikirkan. Ia berpakaian basket yang basah dengan keringat.

"Belum." jawabku singkat agak kesal.

"Oh." Dia berlalu meninggalkan ku sendiri.

'Shittt!! Kirain nanya mau ngajak pulang bareng rupanya hanya jawab 'oh' aja." Umpatku dalam hati terus memaki lelaki itu.

Aku bangkit dari duduk dan berniat untuk pulang dengan kendaraan umum.

Saat aku depan pagar aku melihat motor anak basket masih terpajang indah diparkiran. Aku berlalu menuju halte depan sekolah. Aku mengeluarkan hp dan memakai headset.

"My youth my yourh is your..." aku bersenandung kecil seraya memperhatikan kendaraan umum yang tak kunjung datang kaya lagu Raisa.

"Kenapa disini?" Demian melihatku yang asik sendiri akhirnya ia menyentak headset.

"Apa-apaan sih lo hobi bener bikin orang jantungan." Teriakku tanpa sadar.

Dia mengangkat sebelah alisnya. "Kenapa disini?" Ulangnya.

"Nunggu kendaraan umum lah yakali disini ada konser konser Selena Gomez." Celetukku asal dan mulai memasang headset kembali.

'tuhannn Demian ganteng ya dilihat dari dekatt."

Aku mencoba tak melihat atau mencoba menegurnya aku hanya diam dan menyibukan diri dengan hpku.

Suara kaki mulai menjauh dari halte dan aku mencongakkan wajahku, aku lihat Demian menjauh dan mulai menaiki motor kawasaki abu-abunya tanpa menoleh kearahku.

'Tu cowok gak pekaan apa ya? Tanya-nya banyak bener tapi gak anterin atau apa kek, gue curiga dia mantan penjual olshop," suara batinku mulai berbisik membicarakan pemilik motor kawasaki abu-abu dengan kesal.

---

"Jihan PULANGG!!!" teriakku seantero rumah.

"Jihan, kalo pulang itu ucap salam dulu," omel Mami saat aku menaruh sepatu dirak sepatu dan kulihat mami sedang menonton televisi yang menayangkan drama korea kesayangan mami.

Aku menyengir kuda lalu menghempaskan bokongku disofa ruang tv tepatnya sebelah mami. "Hehehe lupa mi,"

"Kebiasaan deh, yaudah makan dulu sana, mami ada beliin bakso kang Ujang." Aku bersorak ria saat mendengar makanan favorit ku dari kecil.

"Nanti aja mi, Jihan mau mandi dulu, baayuu ucuk ihan,"

Mami tertawa terpingkal-pingkal saat aku menirukan suara anak bayi yang baru bisa bicara. "Yaudah sana hus-hus ganggu mami aja."

Aku berlari menuju tanga dengan cepat. Aku membuka kamarku lalu menghempaskan tubuhku diatas kasur berukuran single size yang dialasi oleh big cover bergambar stitch kartu kesukaanku.

'Tu cowok aneh sumpah. Dia datang, lalu bertanya seakan-akan dia peduli sama gue lalu dia pergi tanpa kejelasan atau alasan yang jelas. Aneh deh, perasaan gue gak bau-bau amet deh.'

Suara gedoran pintu membuyarkan lamunanku.

"Iyooo kenapa?" Teriakku dari dalam kamar.

"An, tadi lo pulang sama siapa?"

Aku menghela nafas kasar. "Angkot."

"Sorry, gue gak bisa jadi gojek lo yang siap antar. Gue tadi ada urusan mendadak." Suara bang Neno penuh penyesalan.

"Dramatis lo bang, udahlah santai aja. Oh iya btw nanti sore gue mau jalan-jalan lo harus temenin gue yee." Setelah bang Neno alias Reno menyetujui permintaanku aku berlari ke kamar mandi untuk membersihkan diri.

Aku turun ksbawah dengan rambut yang lembab dan pakaian santai menuju ruang tv.

"Lo mi, kok nangis? Siapa yang meninggal? Oh mami kangen sama mama ya? Yaudah mi jangan diinget terus nanti jadi beban pikiran, mama disana udah tenang dan bahagia." Ucapku panjang bin lebar seraya memeluk mami.

Tangis mami semakin keras. Aku semakin khawatir dengan mami. Aku ingin panggil bang Reno tapi dia udah pergi keluar saat aku mandi tadi, pengen telpon papi, papi masih dikantor. Aku bingung akhirnya aku mematikan tv.

"Ih kok dimatiin si?!" Teriak mami dengan suara serak sehabis tangisnya.

"Iya mi, ribut amat sih jadi Jihan matiin deh, mami kenapa nangis."

Mami menatapku kesal dengan mata merahnya membuatku menggedik takut. "Kamu hidupin dulu tv-nya."

Aku bangkit dan menghidupkan tv.

"Tu coba kamu liat si Yoo Si Jin nya mati akibat perang." Mami mengelap air matanya dengan tisu penuh dramatis.

Aku menuju dapur dan memakan makanan yang telah disiapkan mami."dih mami menghayatin banget deh."

--

"Ujian praktek kewirausahaan adalah harus menjual makanan apapun sesuai dengan modal yang telah ditentukan sekolah dan makanan tersebut akan kita jual ke para calon pembeli,"

"Penjualan tersebut terserah kalian dimana. Modal dan keuntungan kalian jual itulah yang akan menggambarkan nilai kalian. Ibu akan membagi kalian menjadi 20 kelompok yang dimana anggotanya berjumlah 2. Kalian akan berpasangan dengan kelas 11. Ada yang ingin bertanya."

Seketika suasana menjadi begitu gusar dan berisik akibat suara-suara bisikan dari anak kelas 12-IPA-2.

Seorang lelaki yang berjabatan sebagai ketua kelas mengacungkan tangannya yang mengartikan sebagai 'ingin bertanya'

"Iya, Fajar?"

Fajar menurunkan tangannya dan mulai membuka mulut "bu apakah kita akan membuka stand-stand kecil gitu disuatu tempat? Dan kalau kami boleh tau berapa modal yang disiapkan dari sekolah?"

Bu Lisa berdiri dan mulai menjelaskan kembali. "Iya, bisa dibilang begitu. Sesuai dana dari sekolah, Sekolah hanya menanam modal 150 per kelompok dan setiap kelompok dipilih dari sekolah."

murid-murid hanya mendesah tak setuju saat bu Lisa menuturkan kalimat terakhirnya.

"Kenapa?ada masalah?" Senyi bagaikan tak bernyawa saat bu Lisa bertanya karena tak ada yang berani melawan atau membantah bu Lisa.

"yasudah, saya bacakan bagian kelompok kalian."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 07, 2017 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langkah Yang TerbayangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang