Definisi Cantik

157 10 2
                                    

Day 3: Definisi Cantik

Saat aku berusia lima tahun, sudah biasa orang-orang datang menghampiri orang tuaku dan berkata, "Anak perempuan yang manis. Matanya sungguh cantik." Biasanya kutanggapi mereka dengan senyum malu sambil bersembunyi di balik rok ibuku. Di rumah, aku terus memainkan boneka barbie dengan tubuh porselain tanpa cacat. Tak ada efek berarti bagiku -saat itu kulitku pun masih tak bercacat.

Suatu saat, aku masuk kamar dengan menangis karena beberapa anak laki-laki mencemoohku. Mereka bilang aku buruk rupa. Seusai tangisku reda benda pertama yang beradu pandang denganku adalah barbie berambut pirang. "Andai aku bisa seperti itu," pikir seorang aku saat usianya masih 6 tahun.

Saat aku beranjak dewasa, aku terus menerus mencari sosok yang menganggapku seorang yang cantik. Hingga waktunya tiba ketika hal ini terjadi. Usiaku 11 tahun. Dia yang pertama merebut hatiku.
Karena ia bilang aku cantik.

Saat usiaku 12 tahun, aku mendengar bahwa ia sedang mendekati gadis lain yang aku tahu adalah bunga sekolah. Muncullah satu gores cacat pertama yang kuukir sambil tersenyum menatap barbie. Atau mungkin 15 gores, aku tak ingat.

Pernah bertanya mengapa pinggang barbie begitu kecil?

Sejak 13 tahun, aku menanyakan hal itu. Jadi aku berhenti makan. Hanya makan sesekali di hadapan orang lain. Setelahnya kumuntahkan, jika kerongkonganku sedang tidak terasa seperti dibakar. Tiba-tiba air putih dan keringat adalah teman terbaikku. Yang tadinya satu atau 15 goresan itu telah berubah menjadi puluhan atau ratusan. Berada di antara orang banyak bukan benar-benar untukku, lebih baik aku di dalam rumah sambil menatapi cermin. Atau model-model di dalam majalah dengan brand asal Amerika.

Saat usiaku 13 tahun aku percaya definisi cantik adalah badan semampai dengan tulang menonjol di semua tepat. Dan aku tidak begitu.

Saat usiaku 14 tahun, buku adalah salah satu pelarian yang kupunya. Aku meminjamnya dari perpustakaan kota yang kerap kali minim pengunjung. Hari itu hari Rabu, hari yang selalu kuanggap sial. Aku berputar di bagian buku fiksi, tersentak berhenti ketika kumendengar tawa seseorang.

Untuk pertama kalinya, aku berpikir, "Itu cantik." tanpa melihat orangnya.

Aku melirik orang yang sedang tertawa, terpukau saat wajahnya terlihat sungguh cantik dengan alis tidak rata dan bibir tipisnya yang pecah-pecah.
Dia cantik.

Karena ia bahagia.

Hal itu menghantamku dengan keras. Karena ia bahagia. Di jalan pulang sore itu, aku berusaha menamai hal-hal yang kutemui cantik di sepanjang jalan. Seperti bagaimana matahari membuat bayangan gedung itu jatuh, melindungi seekor kucing dengan anaknya yang lucu. Seperti bagaimana gemerisik pohon mengusik burung gereja yang sedang bertengger. Seperti anak kecil dengan es krim coklat di tangan kanan dan  berwarna merah di tangan kiri.

Saat usiaku 15 tahun, aku memiliki definisi baru dari cantik.

Cantik adalah sesuatu yang berasal dari hati.

FauxpologyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang