Sayatan Angin Malam

37 2 2
                                    

Aku tak mengerti, tentang sebuah gelisah yang selalu saja berlari-lari mengganggu pada tiap sudut perasaan. Ada hal yang tidak bisa kupahami ketika seluruh pikiranku benar-benar merancau. Berpikir tentang keberadaanmu, berpikir tentang apa yang sedang kau lakukan, berpikir tentang orang yang sedang di sekitarmu, berpikir tentang tempat dimana kamu berada. Gelisah itu benar-benar membunuhku. Andaisaja kau sempat tahu bahwa aku mencintai malam dan segala yang berkaitan tentangnya. Aku juga mencintai angin malam, yang kata orang-orang ia adalah angin jahat yang bisa membuatmu sakit. Bagiku tidak, rasa tenang akan menjalalar ketika ia menyapaku. Tapi kali ini, mereka benar. Untuk pertamakalinya aku setuju bahwa angin malam adalah angin jahat. 

Pasalnya, beberapa hari belakangan ini ia selalu membawa berita buruk untukku. Berita yang membuatku sakit. Fisik maupun batin. Angin malam kali ini menjelma menjadi silet kecil yang mematikan. Kalau saja aku tidak lupa bahwa Tuhan itu ada, mungkin ia sudah meyayat tepat di nadiku. Angin malam kali ini membawa berita tentang kepergianmu. Tentang kau yang sudah tak tahan lagi bersamaku. Aku tak ingin menangis dan membuang-buang air mataku untuk orang yang telah menyia-nyiakan usahaku untuk membahagiakannya. Tapi hati menolak kemauan otakku yang masih berfungsi baik detik itu. Untuk detik selanjutnya, keduanya; hati dan otakku sudah tak lagi berfungsi baik. Mereka sama-sama dan kompak untuk berhenti. Sudah terlalu lelah. Otakku sudah lelah untuk membujuk hati agar terus bersabar menghadapinya, hatipun sudah lelah untuk mengikuti perintah yang menghancurkan dirinya itu. Mereka berhenti, ingin sejenak merebahkan diri menghadapi kenyataan yang diluar dugaan.

Maka malam itu, akupun ikut bersama keduanya. Merebahkan diri untuk beristirahat dari mereka yang tak mampu menghargai. Kami bertiga menyelam dalam mimpi, mencari bahagia di dunia fana itu. Hanya satu yang tidak mengikuti kami saat itu, air mata. Ia tidak berhenti, ia justru mengalir tak henti.

Just A SentenceWhere stories live. Discover now